KOMPAS.com - Koordinator Pantau Gambut Sumatera Selatan (Sumsel) M Hairul Sobri meminta aparat berwenang menyetop kegiatan alih fungsi lahan gambut untuk pertanian, perkebunan, dan kepentingan lainnya.
Hairul menyampaikan, alih fungsi lahan gambut dapat menimbulkan berbagai permasalahan atau dampak buruk di berbagai sektor.
"Seperti lingkungan, ekonomi, kesehatan hingga hubungan bilateral antarnegara," kata Hairul di Palembang, sebagaimana dilansir Antara, Minggu (10/3/2024).
Baca juga: Aktivis Desak Aparat Hentikan Alih Fungsi Lahan Gambut di Sumsel
Dia menjelaskan, selain dampak alih fungsi lahan gambut, tata kelola kesatuan hidrologi gambut (KHG) secara serampangan menimbulkan krisis ekologi yakni kekeringan, kebakaran hutan dan lahan (karhutla) serta banjir.
Krisis ekologi tersebut selalu menghantui masyarakat terutama yang bermukim di kawasan KHG dan sekitarnya.
Krisis ekologi dapat menyebabkan kekeringan dan karhutla saat musim kemarau serta banjir bandang pada musim penghujan.
Untuk mengatasi masalah tersebut, perlu keseriusan pemerintah dengan tidak mengeluarkan izin yang mengancam KHG.
Menurutnya, selama ini sudah banyak upaya yang dilakukan berbagai pihak untuk menyelesaikan permasalahan gambut setiap tahunnya.
Baca juga: 6 Jenis Tumbuhan Ini Direkomendasikan untuk Restorasi Gambut
Akan tetapi, masih banyak pekerjaan rumah (PR) yang harus diselesaikan.
Untuk itu, restorasi gambut di sejumlah kabupaten di Sumsel yang sudah berjalan sekitar 10 tahun perlu ditingkatkan.
"Saya berharap restorasi gambut harus terus ditingkatkan lagi, agar permasalahan yang terjadi selama ini dapat diminimalkan," ujar Sobri.
Sementara itu Kepala Sub Pokja Restorasi Gambut Sumsel BRGM Desi Efrida Lesti menyampaikan pendekatan restorasi gambut di provinsi ini dilihat dari tiga periode yaitu 206-2020, 2021-2024, dan 2025.
Pada 2016-2020 berlangsung secara parsial dan respons cepat yakni merestorasi gambut yang terjadi karhutla berbasis KHG tanpa memperhitungkan lanskap hidrologi gambut.
Baca juga: 6 Juta Lahan Gambut Perlu Segera Direstorasi, Prioritas Area Bekas Terbakar
Kemudian pada 2021-2024 fokus kerja meliputi parsial dan respons cepat serta sistematika terpadu.
Dalam periode ini, lembaga adhock yang fokus terhadap gambut pemodelannya restorasi sistematik dan terpadu dengan memperhitungkan lanskap hidrologi gambut.
Kemudian untuk periode 2025 sudah fokus dengan implementasi penuh restorasi sistematik terpadu, artinya bagaimana kondisi KHG akan tetap terpelihara dan memiliki fungsi sebagaimana mestinya.
"Memang persoalan di lapangan masih didapati masyarakat bergantung untuk keberlangsungan hidupnya di kawasan gambut lindung maupun konservasi," ujar Desi.
Dia menambahkan, jangan sampai perseteruan antara pemerintah dan masyarakat terjadi dan hal tersebut harus dihindari.
Baca juga: Pemilu Makin Dekat, Pemimpin Terpilih Dituntut Lindungi Lahan Gambut
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya