KOMPAS.com - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menyampaikan, pemerintah tidak mempedulikan desakan Tim Percepatan Reformasi Hukum untuk membatalkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi Laut.
Desakan tersebut disampaikan Tim Percepatan Reformasi Hukum melalui dokumen Rekomendasi Agenda Prioritas Percepatan Reformasi Hukum, September 2023.
Diberitakan sebelumnya, pemerintah melalu Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mulai menawarkan penambangan pasir laut kepada para pelaku usaha di tiga wilayah perairan.
Baca juga: Pemerintah Mulai Tawarkan Penambangan Pasir Laut, Walhi: Kedok Eksploitatif Terkuak
KKP menyebutkan, penambangan pasir laut tersebut disebut sebagai pembersihan hasil sedimentasi di laut.
Pembukaan penambangan pasir tersebut mengacu pada PP Nomor 26 Tahun 2023 berikut aturan turunannya yaitu Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 33 Tahun 2023 dan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 16 Tahun 2024.
Manajer Kampanye Pesisir dan Laut Walhi Parid Ridwanuddin menuturkan, penambangan dan ekspor pasir laut terbukti menyebabkan konflik dan memberikan dampak buruk terhadap sumber daya alam dan lingkungan hidup.
Dengan ditawarkannya konsesi penambangan pasir laut, Parid menyampaikan pemerintah sama saja tidak menggubris rekomendasi Tim Percepatan Reformasi Hukum.
"Justru mengeluarkan aturan teknis PP Nomor 26 Tahun 2023, serta mengumumkan lokasi pembersihan hasil sedimentasi laut, yang tidak lain merupakan izin penambangan pasir laut," kata Parid kepada Kompas.com melalui perpesanan WhatsApp, Jumat (22/3/2024).
Baca juga: Tim Percepatan Reformasi Hukum Desak PP Ekspor Pasir Laut Dibatalkan
Dalam dokumen Rekomendasi Agenda Prioritas Percepatan Reformasi Hukum disebutkan, pemanfaatan sedimentasi hasil laut pernah dilarang pada 2003.
Alasan utamanya untuk mencegah kerusakan lingkungan yang lebih luas seperti tenggelamnya pulau-pulau kecil, khususnya di sekitar daerah terluar dari batas wilayah.
Alasan lain, belum diselesaikannya batas wilayah laut antara Indonesia dan Singapura sehingga dikhawatirkan memengaruhi batas wilayah di antara kedua negara.
Parid mengingatkan pemerintah, penambangan pasir laut juga berpotensi memperparah dampak krisis iklim.
Krisis iklim telah menyebabkan tenggelamnya wilayah pesisir dan pulau kecil karena percepatan kenaikan muka air laut.
Baca juga: Sedimentasi Pasir Laut di Bangka Akan Segera Dilelang
Di Jawa bagian utara dan Sumatera bagian barat, daratan sepanjang satu kilometer yang menjorok ke laut telah hilang.
Perpaduan antara dampak destruktif pertambangan pasir laut dan krisis iklim mengancam kehidupan masyarakat pesisir.
Dilansir dari pemberitaan Kompas.com, KKP menetapkan tiga perairan yang menjadi lokasi penambangan pasir laut yakni Laut Jawa, Selat Makassar, dan Natuna-Natuna Utara.
KKP menyebutkan, penambangan pasir laut tersebut disebut sebagai pembersihan hasil sedimentasi di laut.
Baca juga: Tim Percepatan Reformasi Hukum Desak PP Ekspor Pasir Laut Dibatalkan
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengatakan, penetapan ketiga perairan tersebut telah dilakukan setelah melakukan koordinasi dengan sejumlah pihak.
"Dan melakukan kajian ilmiah di titik-titik itu," kata Sakti dilansir dari siaran pers, Jumat (15/3/2024).
Dari ketiga perairan tersebut, lokasi penambangan pasir laut terbagi menjadi tujuh lokasi. Masing-masing adalah:
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya