KOMPAS.com - Membuka jendela rumah setiap hari bisa menjadi salah satu cara untuk mencegah bakteri tuberkulosis (TBC) masuk dan bertahan di dalam rumah.
Dokter dari Koalisi Organisasi Profesi Indonesia untuk Penanggulangan Tuberkulosis (KOPI TB) DKI Jakarta Dimas Dwi Saputro mengatakan hal tersebut dalam seminar daring yang digelar Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Kamis (28/3/2024).
"Kuman TBC bisa mati kena sinar ultraviolet dan bisa kita halau dengan ventilasi udara yang baik," Dimas, sebagaimana dilansir Antara.
Baca juga: Dokter: Terpapar TBC Tidak Berarti Langsung Sakit, Ada Rentang Waktu
Membuka jendela rumah juga tidak perlu lama, cukup satu hingga dua jam setiap hari. Selain itu, perlu dipasang kipas angin dari dalam untuk mendorong udara keluar.
"Bukan pakai AC (pendingin ruangan). Kalau pakai AC kan ditutup terus, itu tidak mengganti udara," ujar dia.
Bakteri penyebab TBC, Mycrobacterium tuberculosis dapat bertahan di udara selama berjam-jam pada ruangan lembap dan gelap.
Bakteri ini dapat menyebar melalui percikan dahak saat seseorang yang terinfeksi batuk atau bersin tanpa menutup mulut.
Baca juga: Pengidap TBC Rentan Alami Gangguan Kesehatan Mental dari Lingkungan
Dimas menambahkan, luasan jendela rumah yang ideal sekitar 20 persen dari luasan tanah. Luasan tersebut harus diupayakan meskipun seseorang atau keluarga tinggal di Jakarta.
Selain itu, untuk mencegah penularan dan penyebaran bakteri penyebab TBC di sekolah atau pesantren dibutuhkan peran berbagai pihak, termasuk bekerja sama dengan dinas untuk bersama-sama menggiatkan pemakaian masker dan menerapkan etika batuk yang benar.
"Lalu makan makanan bernutrisi seimbang serta upayakan berobat rutin ke puskesmas dan berikan obat pencegahan pada anggota keluarga," kata Dimas.
Di sisi lain, perlu juga upaya mencari kontak serumah dan erat dengan orang yang terkena TBC.
Baca juga: Perlu Integrasi Penanganan TBC dan Stunting pada Anak
Apabila ada salah satu anggota keluarga yang terdiagnosis TBC, maka anggota keluarga lain harus mendapatkan pengobatan sebagai pencegahan agar tak sampai sakit.
Dimas menambahkan, seseorang yang tertular kuman TBC belum tentu mengalami gejala. Apabila dia mengalami gejala maka termasuk dalam pasien TBC aktif dan mendapatkan pengobatan untuk TBC aktif.
"Kalau sudah tertular, tapi tidak ada gejala, namanya TBC laten. Ini perlu diobati karena suatu waktu bisa jadi TBC, harus pengobatan pencegahan ada yang enam bulan, ada yang tiga bulan. Ada yang minumnya setiap hari, ada yang minumnya sepekan sekali," tutur Dimas.
Dinas Kesehatan DKI Jakarta mencatat jumlah notifikasi kasus TBC di Provinsi DKI Jakarta tahun 2023 sebesar 60.420 kasus.
Dari jumlah itu, sebanyak 9.684 kasus atau 16 persen di antaranya dialami oleh anak.
Baca juga: Waspadai TBC Laten, Ini Kelompok yang Rentan Tertular
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya