Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Libur Lebaran, Masyarakat Disarankan Tidak Konsumsi Minuman Berenergi

Kompas.com, 16 April 2024, 09:34 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pakar gizi klinik dr. Raissa Edwina Djuanda menyarankan pemudik, khususnya yang mengendarai sendiri kendaraannya, untuk tidak mengonsumsi minuman berenergi saat kelelahan.

"Minuman ini hanya memberikan efek stimulasi sementara, bukan mengatasi kelelahan," ujar Raissa, dikutip dari Antara, Selasa (16/4/2024).

Perempuan yang tergabung dalam Perhimpunan Dokter Gizi Klinik Indonesia (PDGKI) cabang DKI Jakarta itu mengatakan bahwa mengonsumsi minuman berenergi saat kelelahan merupakan hal yang berbahaya. 

Sebab, minuman berenergi dapat menutupi rasa kantuk dan membuat seseorang kurang waspada saat mengemudi.

Menurutnya, minuman berenergi umumnya mengandung kafein, gula, taurin dan vitamin B. Kafein dapat meningkatkan kewaspadaan dan fokus, tetapi efeknya hanya berlangsung beberapa jam.

Baca juga: Demi Mudik Lebih Nyaman, LED Dipasang di Lebih dari 3.000 Titik JTTS

Sementara itu, gula dapat memberikan energi dengan cepat, tetapi dapat menyebabkan kelelahan setelahnya. Sedangkan taurin dan vitamin B juga belum terbukti memiliki efek yang signifikan pada performa mengemudi.

Lebih lanjut, pakar gizi dari Asosiasi Pelatih Kebugaran Indonesia (APKI) Irtya Qiyamulail menyebut bahayanya mengonsumsi banyak kafein.

Semakin banyak kandungan kafein yang dikonsumsi pemudik, dapat berisiko menyebabkan peningkatan detak jantung dan tekanan darah yang bisa membahayakan kesehatan selama di perjalanan.

"Jumlah kafein yang disarankan 400 mg per hari, sehingga para konsumen perlu untuk mengecek label pangan terutama kandungan kafein pada energy drink untuk meminimalisir efek samping yang mungkin terjadi," ujar Irtya.

Lebih baik istirahat

Kendati demikian, Raissa tak melarang pengemudi mengonsumsi minuman berenergi, selama tidak dalam kondisi lelah.

"Jumlahnya tidak berlebihan agar efeknya tidak mengganggu fokus dan konsentrasi. Serta sebaiknya 30 menit sebelum mengemudi," ujar dia. 

Selain itu, orang dengan kondisi medis tertentu, seperti diabetes, hipertensi, atau penyakit jantung disarankan untuk berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter jika ingin mengonsumsi minuman berenergi.

Dokter yang berpraktik di RS Pondok Indah – Puri Indah itu juga menyarankan pemudik, khususnya yang mengendarai mobil pribadi, agar memiliki waktu istirahat dan tidur yang cukup jika akan menempuh perjalanan jauh.

"Istirahatlah setiap dua hingga tiga jam sekali, hindari mengemudi jika merasa lelah, mengantuk dan tidak fit," pesannya.

Baca juga:

Sementara itu, Dinas Kesehatan DKI Jakarta mengingatkan pemudik yang menggunakan kendaraan pribadi untuk memanfaatkan sejumlah posko pelayanan kesehatan.

Posko layanan kesehatan tersebut tersedia di berbagai tempat pemberhentian di rest area jalan tol. Pemudik bisa menjalani pemeriksaan kesehatan sembari meregangkan otot di sana.

"Sebisa mungkin cari pos kesehatan terdekat, biasanya di 'rest' area sudah banyak, dan bisa melakukan pemeriksaan kesehatan. Yang tidak kalah penting lakukan juga peregangan agar otot tidak kaku," kata Fungsional Pembimbing Kesehatan Kerja Muda di Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Neni Herlina Rafida.

 

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Pasar Software Akuntansi Karbon Diprediksi Meroket sampai 2033
Pasar Software Akuntansi Karbon Diprediksi Meroket sampai 2033
LSM/Figur
Kemenhut Segel Lagi 3 Entitas di Tapanuli Selatan, Diduga Picu Banjir Sumatera
Kemenhut Segel Lagi 3 Entitas di Tapanuli Selatan, Diduga Picu Banjir Sumatera
Pemerintah
Suhu Laut Naik akibat Perubahan Iklim Bikin Siklon di Asia Makin Parah
Suhu Laut Naik akibat Perubahan Iklim Bikin Siklon di Asia Makin Parah
LSM/Figur
Bahan Kimia Sintetis Dalam Pangan Ciptakan Beban Kesehatan 2,2 Triliun Dollar AS Per Tahun
Bahan Kimia Sintetis Dalam Pangan Ciptakan Beban Kesehatan 2,2 Triliun Dollar AS Per Tahun
LSM/Figur
Pendanaan Hijau Diproyeksikan Naik Tahun 2026, Asal..
Pendanaan Hijau Diproyeksikan Naik Tahun 2026, Asal..
Swasta
Longsor di Hulu DAS Padang dan Agam, Kemenhut Lakukan Kajian Mendalam
Longsor di Hulu DAS Padang dan Agam, Kemenhut Lakukan Kajian Mendalam
Pemerintah
BEI Sebut Investasi Berbasis ESG Naik 194 Kali Lipat dalam 1 Dekade Terakhir
BEI Sebut Investasi Berbasis ESG Naik 194 Kali Lipat dalam 1 Dekade Terakhir
Pemerintah
Perkuat Digital Nasional, TIS Kembangkan Kabel Laut TGCS-2 Jakarta–Manado
Perkuat Digital Nasional, TIS Kembangkan Kabel Laut TGCS-2 Jakarta–Manado
Swasta
EIB Global dan Uni Eropa Bersihkan Sampah Laut di Kepulauan Seribu
EIB Global dan Uni Eropa Bersihkan Sampah Laut di Kepulauan Seribu
LSM/Figur
Panas Ekstrem Bikin 8.000 Spesies Terancam Punah, Amfibi dan Reptil Paling Rentan
Panas Ekstrem Bikin 8.000 Spesies Terancam Punah, Amfibi dan Reptil Paling Rentan
LSM/Figur
Masyarakat Sipil Desak Prabowo Tetapkan Status Bencana Nasional di Sumatera
Masyarakat Sipil Desak Prabowo Tetapkan Status Bencana Nasional di Sumatera
LSM/Figur
DAS Kuranji di Sumatera Barat Melebar hingga 150 Meter Usai Banjir, Ini Penjelasan Kemenhut
DAS Kuranji di Sumatera Barat Melebar hingga 150 Meter Usai Banjir, Ini Penjelasan Kemenhut
Pemerintah
Bibit Siklon Tropis 91S Muncul di Samudera Hindia, Apa Dampaknya untuk Sumatera?
Bibit Siklon Tropis 91S Muncul di Samudera Hindia, Apa Dampaknya untuk Sumatera?
Pemerintah
KLH Segel Kebun Sawit di Tapanuli Tengah Imbas Banjir Sumatera Utara
KLH Segel Kebun Sawit di Tapanuli Tengah Imbas Banjir Sumatera Utara
Pemerintah
Air di Jakarta Tercemar Bakteri Koli Tinja, Ini Penyebabnya
Air di Jakarta Tercemar Bakteri Koli Tinja, Ini Penyebabnya
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau