KOMPAS.com - Pemerintah Indonesia melalui Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyampaikan strategi untuk mitigasi potensi kebencanaan yang bersumber dari laut dalam forum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Barcelona, Spanyol.
Dalam forum tersebut, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengungkapkan, terdapat kesenjangan yang cukup lebar antar negara dalam mewujudkan cita-cita laut yang aman untuk seluruh dunia.
"Kesenjangan tersebut terbagi dalam dua yaitu teknis dan non teknis, namun saling berhubungan dan berkaitan erat," ujar Dwikorita saat menjadi pembicara Sesi 3 Plenary, Safe, and Predicted Ocean dalam UN Ocean Decade Conference di Barcelona, Spanyol, Selasa (16/4/2024).
Baca juga: Menjaga Laut Bersih, Nyaman, dan Berdaulat
Dalam kesempatan tersebut, ia memaparkan presentasinya di depan perwakilan negara-negara dunia dengan tajuk Gaps and Strategies For Safe and Predicted OCEAN.
"Kesenjangan ini harus kita persempit. Ini pekerjaan rumah seluruh negara-negara di dunia," imbuhnya.
Dwikorita mengatakan, ada sejumlah strategi yang ditawarkan oleh Indonesia untuk diimplementasikan para kepala negara di dunia dalam mewujudkan laut yang aman dan meminimalisir kesenjangan.
Strategi tersebut di antaranya, setiap negara harus membangun aliansi jaringan dengan berbagai pihak seperti akademisi, lembaga penelitian, antar pemerintah, maupun kemitraan pemerintah dan swasta.
Baca juga: Biaya Pemulihan Tambang Pasir Laut 5 Kali Lebih Mahal daripada Pendapatan
Kemudian, setiap negara dapat memperkuat konteks lokal bagi komunitas di daerah terpencil, serta perlibatan sektor swasta untuk mempercepat tercapainya early warning system for all (EW4ALL) secara cepat, tepat, akurat, mudah dipahami, dan luas jangkauannya.
Ia juga menawarkan beberapa solusi untuk mengatasi kesenjangan dalam aspek teknis dan non teknis.
Pada aspek teknis, solusi dengan target memberikan peringatan yang tepat waktu, dapat diandalkan, akurat, dapat dipahami, dan dapat ditindaklanjuti.
Hal tersebut dapat diwujudkan dengan pengamatan yang sistematis dan berkesinambungan, memperkuat sistem berbasis komunitas lokal yang ada, serta sistem terintegrasi (berbasis kolaboratif) dan pertukaran data.
Sedangkan untuk kesenjangan non teknis, solusinya dengan target untuk memastikan response dini dapat dilakukan oleh masyarakat.
Baca juga: 3 Perairan Jadi Lokasi Penambangan Pasir Laut, Walhi: Pemerintah Tak Peduli Desakan
"Hal ini dapat dicapai dengan komunikasi risiko melalui pendidikan komunitas, meningkatkan literasi kebencanaan masyarakat, dialog, kemitraan pemerintah-swasta, dan sebagainya," paparnya.
Dalam kesempatan tersebut, dia juga mengklasifikasikan sebanyak enam kesenjangan yang dimaksud.
Dwikorita menerangkan, kesenjangan yang dimaksud mulai dari kerangka hukum dan mekanisme kelembagaan, karena banyak negara yang gagal menerapkan pertukaran data antar lembaga ataupun antar negara, serta tidak adanya kerangka hukum untuk Multi-Hazard Early Warning Systems (MHEWS).
Kesenjangan kedua, yaitu prasarana pengamatan dan sistem pemantauan dengan jaringan observasi masih manual, serta terbatasnya anggaran untuk otomatisasi pemantauan dan transmisi data.
Baca juga: Urgensi Pemetaan Dasar laut
Kesenjangan ketiga yaitu terkait prakiraan dan prediksi numerik yang belum dapat dilakukan karena keterbatasan kapasitas SDM dan ketersediaan sarana prasarananya.
Keempat, dalam hal peramalan berbasis dampak di mana banyak negara dalam prakiraan dan peringatan yang dikeluarkan tidak memiliki informasi mengenai potensi bahaya dan kerentanan wilayahnya.
Kemudian, kelima dalam hal pengamatan data yakni kurangnya data observasi khususnya di lautan.
Terakhir, terkait layanan peringatan dan multi-hazard early warning systems, banyak negara yang tidak memiliki kapasitas yang mumpuni untuk memperkirakan bahaya kumulatif dan dampaknya yang berjenjang.
"Dari aspek non teknis, saya melihat perlunya untuk memastikan bahwa early warning dapat menyentuh dan dipahami hingga ke last mile," pungkas Dwi Korita.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya