KOMPAS.com - Badan Meteorologi Australia pada Selasa (16/4/2024) mendeklarasikan fenomena El Nino telah berakhir.
El Nino adalah suatu fenomena pemanasan suhu muka laut (SML) di atas kondisi normalnya yang terjadi di Samudera Pasifik bagian tengah.
Kondisi tersebut menyebabkan beberapa wilayah, termasuk Indonesia dan Australia, mengalami kekurangan curah hujan.
Baca juga: Antisipasi El Nino, 4 Kabupaten Ini Didorong Percepat Tanam Padi
Badan Meteorologi Australia melaporkan, situasi di Samudera Pasifik tengah kembali ke kondisi netral.
Badan tersebut menambahkan, El Nino telah berlangsung selama tujuh bulan lamanya, sebagaimana dilansir The Guardian.
El Nino adalah bagian dari El Nino-Southern Oscilliation atau ENSO, fenomena rutin perubahan suhu lautan pasifik.
ENSO terbagi menjadi dua fase, yaitu El Nino dan La Nina.
La Nina sendiri kebalikan dari El Nino yakni SML di Samudera Pasifik bagian tengah mengalami pendinginan di bawah kondisi normalnya.
Pendinginan SML saat La nina mengurangi potensi pertumbuhan awan di Samudera Pasifik tengah dan meningkatkan curah hujan secara umum.
"Model iklim internasional menunjukkan bahwa ENSO kemungkinan akan tetap netral hingga setidaknya Juli 2024," kata Badan Meteorologi Australia.
Baca juga: El Nino Berkepanjangan, Kenaikan Harga Beras Perlu Diantisipasi
Setelah El Nino berakhir, ada kemungkinan besar langsung disusul oleh fenomena La Nina tahun ini juga.
Badan Kelautan dan Atmosfer Nasional Amerika Serikat (AS) memperkirakan, kemungkinan terjadinya La Niana sebesar 60 persen pada Juni-Agustus.
Sementara itu, Kepala Layanan Iklim Badan Meteorologi Australia Karl Braganza mengatakan, permodela iklim utama yang digunakan memperkirakan, La Nina akan terbentuk pada musim semi, atau bahkan lebih awal.
Sebelumnya, fenonema La Nina terjadi secara berturut-turut dari 2020 hingga 2021 dan 2022 sampai 2023, setelah itu disusul El Nino pada 2023 hingga 2024.
Apabila La Nina terjadi pada tahun ini, maka akan menjadi catatan sejarah yang baru.
Baca juga: Dunia Masih Diliputi El Nino, Begini Peringatan PBB
Di satu sisi, Braganza memperingatkan untuk tetap berhati-hati mengenai prediksi La Nina yang terjadi karena perubahan iklim.
"Ada latar belakang tren perubahan iklim yang terjadi. Kami perlu sedikit berhati-hati dalam menjadikan apa yang telah lalu sebagai panduan," ujar Braganza.
Saat El Nino, Samudera Pasifik cenderung menyerap lebih banyak panas, sehingga memperburuk pemanasan akibat perubahan iklim.
Antara Maret 2023 hingga April 2024, suhu permukaan laut global juga selalu memecahkan rekor panas bulanan.
"Data bulanan April 2024 menunjukkan bulan ini lebih hangat dibandingkan April 2023," tulis Badan Meteorologi Australia.
Ini berarti bahwa perkiraan keadaan ENSO setelah bulan Juli harus dilakukan dengan hati-hati.
Baca juga: Perubahan Iklim Sebabkan Teori El Nino dan La Nina Tidak Relevan
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya