Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 21/04/2024, 17:45 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Lembaga think tank di bidang energi terbarukan dan lingkungan, Institute for Essential Services Reform (IESR), menggelar Festival Energi Terbarukan di daerah Tebet, Jakarta Selatan, pada Minggu (21/4/2024).

Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa menyebut festival digelar dalam rangka memperingati Hari Bumi dan meningkatkan pemahaman masyarakat untuk aksi penurunan emisi. 

"Melalui festival ini, IESR mengajak masyarakat untuk berkontribusi pada aksi penurunan emisi pribadi dan mendorong pemanfaatan energi terbarukan demi mitigasi kenaikan suhu global," ujar Fabby di Jakarta, Minggu. 

Baca juga: Studi: Co-firing PLTU Batu Bara Bikin Emisi Tambah 26,5 Juta Ton

Festival Energi Terbarukan memuat tiga rangkaian acara yang terdiri dari jalan santai rendah emisi, seminar, dan pemaparan tentang energi terbarukan.

Fabby mengungkapkan, acara Festival Energi Terbarukan merupakan upaya untuk menggerakkan aksi nyata dalam mendukung transisi energi di Indonesia demi tercapainya target nol emisi pada 2060 atau lebih cepat.

“Masyarakat berperan besar sebagai pelopor pemakaian energi terbarukan dan duta yang menyuarakan pentingnya energi terbarukan Indonesia,” paparnya. 

Partisipasi dan keterlibatan masyarakat dapat mendorong kebijakan yang mendukung pengembangan energi terbarukan.

“Selain itu, kesadaran masyarakat terhadap pengurangan emisi juga akan membuat masyarakat lebih bertanggung jawab dalam menggunakan energi melalui penghematan energi,” imbuh Fabby. 

Baca juga: KLHK Klaim Emisi Karhutla 5 Tahun Terakhir Turun Hingga 70 Persen

Pada agenda yang digelar di Tebet Eco Park, Jakarta Selatan ini, sekitar 108 peserta terlibat dalam acara.

Tak hanya itu, masyarakat umum yang berkunjung ke taman juga dapat sekaligus mengikuti seminar dan menambah wawasan dari booth-booth yang hadir.

Pentingnya partisipasi masyarakat

Untuk diketahui, kenaikan suhu global akibat meningkatnya emisi gas rumah kaca berdampak pada krisis iklim yang memicu meningkatnya intensitas bencana hidrometeorologi.

Berdasarkan data World Meteorological Organization (WMO), suhu rata-rata bumi pada 2014-2023 telah berada pada 1,2 -1,3 derajat Celcius di atas rata-rata tahun 1850-1900.

Upaya pembatasan suhu bumi agar tidak melewati ambang 1,5 derajat Celcius, perlu didorong secara serius dengan aksi dan kebijakan penurunan emisi gas rumah kaca.

Baca juga: 57 Perusahaan Bertanggung Jawab Atas 80 Persen Emisi Global

Dengan demikian, Fabby menegaskan, pemahaman yang tepat terkait energi terbarukan akan mendorong keterlibatan masyarakat yang lebih besar untuk pengurangan emisi pribadi maupun skala nasional.

Dalam pemaparan seminar, aksi nyata individu dalam menurunkan emisi yang didorong di antaranya dengan menggunakan energi secara hemat.

Seperti mengandalkan transportasi publik atau kendaraan listrik yang minim emisi, serta penggunaan energi terbarukan seperti energi surya.

Sementara itu, Manajer Program Akses Energi Berkelanjutan IESR Marlistya Citraningrum menyebut kolaborasi antara pemerintah, komunitas masyarakat sipil, akademisi, dan pemangku kepentingan akan memperkuat upaya bersama untuk menurunkan emisi lebih cepat dan masif.

“Dengan kolaborasi, kita dapat menjangkau masyarakat lebih luas di Indonesia dan menularkan semangat untuk berperan untuk menciptakan momentum percepatan transisi energi dan mewujudkan Indonesia nol emisi,” tuntas Marlistya.

 

 

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau