KOMPAS.com - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyusun target iklim terbaru dalam Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional Kedua atau Second Nationally Determined Contribution (NDC).
Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim (PPI) KLHK Laksmi Dhewanthi mengatakan, Second NDC akan berbeda dari komitmen sebelumnya, baik NDC pertama, Updated NDC, maupun Enhanced NDC.
Untuk diketahui, dalam Enhanced NDC, Indonesia menargetkan pengurangan emisi 31,89 persen dengan kemampuan sendiri dan 43,2 persen dengan bantuan internasional pada 2030.
Baca juga: Menhut Resmikan RKKIK untuk Dukung Capai Target NDC
Second NDC akan membandingkan pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) dari tahun rujukan 2019 yang berbasis inventarisasi GRK, sehingga tidak lagi menggunakan dasar business as usual.
"Dengan penggunaan tahun rujukan yang sama, maka pengurangan emisi GRK antarnegara dapat dibandingkan atau diagregasikan secara lebih akurat," ujar Laksmi dikutip dari siaran pers, Senin (22/4/2024).
Komitmen dalam Second NDC akan diberlakukan untuk pencapaian target pengurangan emisi GRK yang sejalan dengan skenario Perjanjian Paris untuk membatasi suhu Bumi naik 1,5 derajat celsius.
Laksmi menambahkan, dalam dokumen Second NDC, Indonesia juga akan memutakhirkan kerangka transparansi yang mencakup Sistem Registri Nasional (SRN) serta pengukuran, pelaporan, dan verifikasi atau measurement, reporting, and verification (MRV)
"Ini dilakukan untuk memastikan pencapaian target NDC dan pelaksanaan nilai ekonomi karbon untuk mendukung NDC yang terverifikasi dan berkontribusi terhadap upaya global mencegah kenaikan suhu 1,5 derajat celsius," terang Laksmi.
Baca juga: Kejar Target NDC, Agincourt Gencarkan Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca
Dalam Second NDC, Indonesia berencana memasukkan sektor kelautan serta menambahkan hidrofluorokarbon atau HFC.
Di sektor kelautan, ada beberapa sub-sektor yang berfokus pada pengelolaan ekosistem pesisir dan laut.
Hal itu mengingat potensi yang dimiliki ekosistem pesisir terkait pengurangan emisi GRK, termasuk mangrove dan padang lamun, karena kemampuannya dalam penyimpanan dan penyerapan karbon.
Laksmi mengatakan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sedang mempersiapkan baseline atau jumlah emisi yang menjadi acuan potensi penyimpanan karbon dan target pengurangan emisi di sektor kelautan
Sementara itu, dimasukkannya HFC dalam Second NDC karena gas tersebut menjadi perusak ozon yang berdampak terhadap peningkatan temperatur bumi.
Selain itu, Indonesia juga sudah meratifikasi Amendemen Kigali yang mengekang zat perusak ozon, salah satunya HFC.
Laksmi menambahkan, ada enam jenis gas yang diatur oleh UNFCCC termasuk HFC dan negara penandatangan Perjanjian Paris dapat memilih jenis yang menjadi target pengurangan emisi.
HFC sendiri banyak digunakan ke dalam sistem pendinginan ruangan dan Indonesia sejak 1 Januari 2024 sudah memiliki target untuk pengurangannya.
"Kenapa yang dipilih HFC , karena sudah peta jalannya. Kita sudah punya regulasi pembatasan dan pelarangan. Kemudian kita sudah bicara kepada sektor-sektornya, asosiasi pengguna atau pemasok HFC dan komitmennya cukup tinggi," tutur Laksmi.
Dokumen Second NDC ditargetkan dapat diserahkan ke Sekretariat United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) pada Agustus 2024 dari tenggat waktu Maret 2025.
Baca juga: Kadin: Indonesia Sulit Capai Target NDC Tanpa Dekarbonisasi Industri
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya