KOMPAS.com - Pengembangan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dan pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) di Indonesia dinilai stagnan selama tiga tahun.
Hal tersebut mengemuka dalam laporan dari lembaga konsultan global Bain & Company yang berkolaborasi dengan GenZero, Standard Chartered Bank, dan Temasek berjudul Southeast Asia’s Green Economy 2024 Report: Moving the needle.
Menurtu laporan tersebut, sejak 2019 hingga 2022, pengembangan PLTS dan PLTB Indonesia tidak mengalami progres yang berarti alias 0 persen dibandingkan pembangkit listrik lainnya.
Baca juga: Tak Terbendung, PLTS Bakal Dominasi Pembangkit Listrik di Dunia
Sedangkan proporsi PLTS dan PLTB yang terpasang dibandingkan semua pembangkit listrik hanya 1 persen dalam laporan tersebut.
Kondisi di Indonesia berbanding terbalik dengan Vietnam dengan catatan pengembangan PLTS dan PLTB yang selalu meningkat dari tahun ke tahun dalam kurun tiga tahun.
Persentase pengembangannya adalah 3 persen pada 2019, 5 persen pada 2020, 12 persen pada 2021 , dan 13 persen pada 2023.
"Hanya Vietnam yang menunjukkan pertumbuhan signifikan saat feed-in-tariff yang tinggi dan iklim yang mendukung kondisi. Ini ditandai dengan sinar matahari yang berlimpah dan kecepatan angin kencang," tulis tim peneliti dalam laporan tersebut.
Sementara itu, menurut studi lainnya, kapasitas terpasang PLTS Indonesia termasuk yang rendah di kawasan ASEAN atau Asia Tenggara.
Baca juga: PLN Indonesia Power Kebut Pembangunan PLTS 500 MW
Menurut laporan Global Energy Monitor (GEM) dalam A Race to the Top: Southeast Asia 2024, kapasitas terpasangang PLTS di Indonesia baru mencapai 21 megawatt (MW) pada 2023.
Angka tersebut membuat Indonesia menempati peringkat kedelapan dan 11 negara anggota ASEAN yang dinilai dalam laporan tersebut.
Capaian Indonesia tersebut bahkan lebih rendah daripada Singapura, yang memiliki PLTS dengan kapasitas terpasang 186 MW.
Meski demikian, GEM memproyeksikan Indonesia berpotensi menambah kapasitas PLTS sebesar 16.530 MW.
Penambahakan kapasitas PLTS tersebut terdiri atas 11.508 MW proyek yang diumumkan dan 5.022 proyek yang masuk tahap prakonstruksi.
Baca juga: Dalam 9 Tahun, Kapasitas Terpasang PLTS Global Melonjak 700 Persen
Menurut GEM, pengembangan energi terbarukan di Indonesia terhambat oleh besarnya pengaruh bahan bakar fosil.
GEM juga mencatat, Indonesia menjadi salah satu negara di ASEAN dengan konsumsi energi fosil terbesar.
Di sisi lain, data yang dikeluarkan GEM tersebut berbeda dengan versi pemerintah yakni Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Dikutip dari publikasi Kementerian ESDM, Capaian Kinerja Sektor ESDM Tahun 2023, total pembangkit listrik energi baru terbarukan (EBT) pada 2023 mencapai 13.155 MW.
Baca juga: Australia di Ambang Tumpukan Limbah PLTS Jika Tak Ditangani dengan Baik
Dari jumlah tersebut, kapasitas terpasang PLTS adalah 573,8 MW.
Terdapat perbedaan signifikan dari kapasitas PLTS, yang mana versi GEM adalah 21 MW sedangkan versi Kementerian ESDM adalah 573,8 MW.
Menurut Outlook Energi Indonesia 2022 yang dirilis Dewan Energi Nasional (DEN), total potensi energi terbarukan di Indonesia mencapai 3.643 gigawatt (GW).
Dari total potensi tersebut, energi surya memiliki potensi yang sangat besar yaitu 3.294 GW.
Baca juga: Pertama di Indonesia, ITS Ciptakan Purwarupa PLTS Apung di Laut
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya