Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dalam 9 Tahun, Kapasitas Terpasang PLTS Global Melonjak 700 Persen

Kompas.com, 2 April 2024, 16:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Hanya dalam waktu sembilan tahun, kapasitas terpasang pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di seluruh dunia telah meningkat lebih dari tujuh kali lipat.

Menurut Badan Energi Terbarukan Internasional atau International Renewable Energy Agency (Irena), pada 2014 kapasitas terpasang PLTS di seluruh dunia hanya mencapai 180.759 megawatt (MW).

Sembilan tahun kemudian, pada 2023, kapasitas terpasang PLTS sudah mencapai 1,418 terawatt (TW) alias naik 785 persen dibandingkan 2014.

Baca juga: Australia di Ambang Tumpukan Limbah PLTS Jika Tak Ditangani dengan Baik

Peningkatan kapasitas PLTS tertinggi terjadi pada 2030 yang naik 345.833 MW bila dibandingkan 2022.

Sementara itu, China menjadi negara yang paling banyak memiliki kapasitas terpasang PLTS.

Hingga 2023, kapasitas terpasang PLTS di China mencapai 609.921 MW alias 42,98 persen dari total panel surya yang terpasang di seluruh dunia.

Negara kedua yang paling banyak PLTS adalah Amerika Serikat (AS) dengan kapasitas terpasang 139.205 MW hingga 2023.

Baca juga: Pertama di Indonesia, ITS Ciptakan Purwarupa PLTS Apung di Laut

Timpang

Berdasarkan data tersebut, terjadi ketimpangan yang besar dalam hal kapasitas terpasang PLTS di seluruh dunia.

Direktur Jenderal Irena Francesco La Camera mengakui, diperlukan intervensi untuk mengatasi ketimpangan pengembangan PLTS dan energi terbarukan secara keseluruhan.

Pasalnya, ada banyak negara berkembang dan negara tertinggal yang kesulitan mengembangkan energi terbarukan.

"Pola konsentrasi dalam geografi dan teknologi mengancam semakin intensifnya ketimpangan dekarbonisasi dan menimbulkan risiko signifikan terhadap pencapaian target tiga kali lipat energi terbarukan," tutur La Camera.

Baca juga: Perusahaan Budidaya Unggas Gunakan PLTS, Tekan 1.000 Ton Emisi Karbon

Irena menegaskan, ketimpangan pertumbuhan energi terbarukan tidak hanya berdampak pada distribusi geografis, namun juga penerapan teknologi.

Irena merekomendasikan peningkatan pendanaan secara besar-besaran dan kolaborasi internasional yang kuat untuk mempercepat transisi energi, dan menempatkan negara-negara berkembang sebagai prioritas utama.

Investasi diperlukan dalam jaringan listrik, pembangkitan, fleksibilitas, dan penyimpanan energi.

Agar mencapai target 7,2 TW kapasitas terpasang energi terbarukan pada 2030, dibutuhkan penguatan kelembagaan, kebijakan, dan keterampilan.

Baca juga: Aturan Baru Disahkan, Daftar PLTS Atap On-grid Cuma Januari dan Juli

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Potensi Panas Bumi Capai 2.160 GW, RI Bisa Buka 650.000 Lapangan Kerja Baru
Potensi Panas Bumi Capai 2.160 GW, RI Bisa Buka 650.000 Lapangan Kerja Baru
LSM/Figur
Sumatera Dikepung Air: Krisis Ruang dan Kegagapan Informasi
Sumatera Dikepung Air: Krisis Ruang dan Kegagapan Informasi
Pemerintah
Siklon Tak Wajar Picu Bencana di Sumatera Barat, Sedang Diteliti UNAND
Siklon Tak Wajar Picu Bencana di Sumatera Barat, Sedang Diteliti UNAND
LSM/Figur
BRIN Fokus Riset Pengelolaan Sampah, Dukung Pertumbuhan Ekonomi dan Transisi Energi
BRIN Fokus Riset Pengelolaan Sampah, Dukung Pertumbuhan Ekonomi dan Transisi Energi
Pemerintah
Menteri LH Hanif Nilai Indonesia Belum Siap Hadapi Krisis Iklim, Sibuk Cari Cara Turunkan Emisi
Menteri LH Hanif Nilai Indonesia Belum Siap Hadapi Krisis Iklim, Sibuk Cari Cara Turunkan Emisi
Pemerintah
Kerugian Banjir Sumatera Capai Rp 68 T, Celios Desak Moratorium Tambang dan Sawit
Kerugian Banjir Sumatera Capai Rp 68 T, Celios Desak Moratorium Tambang dan Sawit
LSM/Figur
Menteri LH Hanif Soal COP30, Negara Dunia Masih Berdebat dan Krisis Iklim Terabaikan
Menteri LH Hanif Soal COP30, Negara Dunia Masih Berdebat dan Krisis Iklim Terabaikan
Pemerintah
Ketika Alam Dirusak, Jangan Salahkan Alam
Ketika Alam Dirusak, Jangan Salahkan Alam
Pemerintah
Perluasan Kota Ancam Akses Air Bersih pada 2050, Ini Studinya
Perluasan Kota Ancam Akses Air Bersih pada 2050, Ini Studinya
Swasta
Ratusan Ilmuwan Tandatangani Deklarasi Dartington, Desak Pemimpin Dunia Atasi Perubahan Iklim
Ratusan Ilmuwan Tandatangani Deklarasi Dartington, Desak Pemimpin Dunia Atasi Perubahan Iklim
Pemerintah
Tak Lepas dari Ancaman, Bahan Kimia Abadi Ditemukan di Hewan Laut
Tak Lepas dari Ancaman, Bahan Kimia Abadi Ditemukan di Hewan Laut
LSM/Figur
Kemenhut Bantah Tudingan Bupati Tapsel soal Beri Izin Penebangan Hutan Sebelum Banjir
Kemenhut Bantah Tudingan Bupati Tapsel soal Beri Izin Penebangan Hutan Sebelum Banjir
Pemerintah
SCG Pangkas Emisi lewat Semen Rendah Karbon dan Efisiensi Energi
SCG Pangkas Emisi lewat Semen Rendah Karbon dan Efisiensi Energi
Swasta
Banjir Sumatera Dipicu Deforestasi, Mayoritas Daerah Aliran Sungai Kritis
Banjir Sumatera Dipicu Deforestasi, Mayoritas Daerah Aliran Sungai Kritis
LSM/Figur
Industri Manufaktur Sumbang 17 Persen PDB, Kemenperin Kembangkan Industri Hijau
Industri Manufaktur Sumbang 17 Persen PDB, Kemenperin Kembangkan Industri Hijau
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau