Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 02/05/2024, 21:00 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) bekerja sama dengan Ford Foundation memberdayakan masyarakat di 28 provinsi Indonesia, melalui ekonomi Nusantara. 

Ekonomi Nusantara merupakan model ekonomi restoratif yang mengutamakan kedaulatan masyarakat lokal dalam mengelola sumber daya alam untuk memulihkan alam Indonesia.

"Skema ekonomi Nusantara mendukung praktik-praktik ekonomi lokal yang berkelanjutan dan menyatukan nilai-nilai ekologi, sosial, serta ekonomi secara seimbang," kata Direktur Eksekutif Nasional Walhi Zenzi Suhadi dalam jumpa media di Jakarta, Senin (29/4/2024). 

Baca juga: BEI Serukan Investasi Pemberdayaan Ekonomi Perempuan

Ia menjelaskan, penerapan Ekonomi Nusantara dengan membangun jejaring promosi dan pemasaran hasil-hasil bumi terdapat di lebih dari 1,3 juta lahan. Sebaran area ini ada di 28 provinsi dengan melibatkan lebih dari 199.767 kepala keluarga.

"Secara alami, Ekonomi Nusantara menumbuhkan ekosistem baru yang di dalamnya berupa jaringan ekonomi komoditas yang dihasilkan oleh komunitas dari wilayahnya, dengan tujuan untuk memulihkan hak-hak rakyat, ekosistem, dan ekonomi,” imbuh dia. 

Zenzi memaparkan bahwa roda penggerak dari Ekonomi Nusantara terletak pada pengakuan dan perlindungan Wilayah Kelola Rakyat (WKR).

WKR merupakan mekanisme pengelolaan wilayah tertentu yang integratif dan partisipatif, baik dalam aspek kepemilikan, konsumsi, tata kelola, dan produksi.

Dengan demikian, WKR mampu menguatkan kedaulatan wilayah Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal (MAKL) atas pengelolaan sumber daya alam.

Baca juga: Vale Dukung Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Morowali

“WKR menjadi pondasi sekaligus kunci bagi WALHI dalam menciptakan ekosistem Ekonomi Nusantara sebagai upaya mendorong kemandirian ekonomi komunitas sekaligus meningkatkan kedaulatan pangan dan energi dengan mengurangi emisi dan menyerap karbon,” tambah Zenzi.

Pada kesempatan yang sama, Program Officer Natural Resources and Climate Change Ford Foundation Indonesia Farah Sofa, menyatakan dukungannya terhadap Ekonomi Nusantara yang digagas oleh WALHI. 

“Salah satu isu yang menjadi perhatian Ford Foundation adalah ekonomi restoratif yang berfokus pada mekanisme ekonomi yang holistik, berkelanjutan, dan selaras dengan alam," ujar Farah. 

Ekonomi Nusantara sebagai solusi krisis

Hasil budidaya dari Kalaodi, Maluku Utara, seperti komoditas pala, cengkeh, kenari, kayu manis, durian, dan pinang. Pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan dan berkeadilan oleh warga berhasil menjaga alam dari praktik ekonomi yang cenderung eksploitatif dan merusak lingkungan.Dok. WALHI Hasil budidaya dari Kalaodi, Maluku Utara, seperti komoditas pala, cengkeh, kenari, kayu manis, durian, dan pinang. Pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan dan berkeadilan oleh warga berhasil menjaga alam dari praktik ekonomi yang cenderung eksploitatif dan merusak lingkungan.

Berdasarkan laporan penelitian WALHI bertajuk “Ekonomi Nusantara: Tawaran Solusi Pulihkan Indonesia” tahun 2019-2021 di lima lanskap ekologis, yakni gambut, hutan dataran tinggi, perbukitan hutan dataran rendah, dan pesisir yang dilakukan di Sumatera Selatan, Bengkulu, Bali, Jawa Timur, dan Kalimantan Timur menunjukkan, praktek ekonomi nusantara tetap eksis dan menopang kehidupan rakyat.

“Di tingkat tapak, praktik ekonomi nusantara hanya mungkin dilakukan dengan baik jika ada pengakuan dan perlindungan Wilayah Kelola Rakyat. Sampai saat ini Walhi mendampingi 1,3 juta lahan yang dikelola oleh komunitas,” papar Zenzi.

Baca juga: Pemberdayaan Perempuan di Dunia Digital Butuh Kolaborasi Semua Pihak

Dari pendampingan tersebut, menurutnya Walhi berhasil mengidentifikasi 77 jenis sumber pangan dan komoditas potensial sebagai sumber kesejahteraan komunitas, basis pembangunan ekonomi nasional, dan pangan global. 

Sementara itu, perwakilan dari Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) Bayang Bungo Sumatera Barat Sri Hartati, menceritakan praktek ekonomi nusantara dalam menghasilkan produk turunan hasil tanaman hutan, yakni sirup pala.

Produk ini menjadi unggulan pemerintah Nagari Kapujan dan berhasil menjuarai Kompetisi Produk UMKM tingkat Kabupaten Pesisir Selatan.

"Sebelumnya, kulit palanya dibuang, tidak tahu kalau itu bisa diolah. Sekarang, sirup palanya sudah kami olah, dan itu sudah dipakai untuk welcome drink di hotel-hotel, memberdayakan ibu-ibu petani yang kini semuanya bisa bekerja," tutur Sri.

Adapun Ketua Umum Badan Pengurus Nasional Asosiasi Pengelola Perhutanan Sosial Indonesia (AP2SI), Roni Usman, menekankan bahwa pengakuan dan perlindungan Wilayah Kelola Rakyat terbukti efektif memulihkan lingkungan dan meningkatkan pendapatan masyarakat.

Baca juga: Hutama Karya Sinergi BUMN Dukung Pendidikan dan Pemberdayaan Ekonomi

Hal itu setidaknya bisa dibuktikan di Desa Ibun, Jawa Barat. Menurutnya, izin pengelolaan Perhutanan Sosial yang dikeluarkan KLHK pada 2017 telah dikelola secara bertanggungjawab oleh komunitas Desa Ibun.

"Kawasan hutan yang dulunya hanya ditumbuhi ilalang dan rentan kebakaran kini dikelola warga dengan memadukan kopi dengan tanaman hutan. Saat ini, lebih dari 60 persen kawasan hutan yang dulunya terbuka telah hijau kembali, Di saat bersamaan, kopi yang ditanam menjadi sumber pendapatan baru," papar Roni. 

Dengan demikian, Zenzi menilai pengakuan dan perlindungan terhadap Wilayah Kelola Rakyat (WKR) menjadi pondasi yang krusial dalam mewujudkan visi Ekonomi Nusantara yang berkelanjutan dan berpihak kepada masyarakat lokal.

Hal ini terbukti dari pulihnya lingkungan dan meningkatnya kesejahteraan warga ketika warga mendapat hak pengelolaan.

"Pengakuan dan perlindungan terhadap WKR perlu diprioritaskan sebagai langkah strategis dalam menjaga keberlanjutan ekonomi, ekologi, dan sosial di Indonesia," pungkas Zenzi. 

 

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau