KOMPAS.com - Orangutan ternyata mampu meracik obat herbal sendiri untuk mengobati luka pada dirinya.
Temuan tersebut mengemuka menurut riset terbaru dari para ahli biologi Max Planck Institute of Animal Behavior, Jerman dan Universitas Nasional, Indonesia.
Dalam penelitian yang dipublikasikan di Scientific Reports tersebut, para ahli melakukan pengamatan terhadap seekor orangutan sumatera jantan bernama Rakus.
Penelitian yang dipimpin oleh Caroline Schuppli dan Isabelle Laumer ini berlangsung di lokasi penelitian Suaq Balimbing, Taman Nasional Gunung Leuser, Aceh pada 2022.
Kawasan tersebut merupakan hutan hujan lindung yang menjadi rumah bagi sekitar 150 orangutan sumatera yang terancam punah.
Baca juga: Bak Manusia, Orangutan Dapat Manfaatkan Tanaman sebagai Obat
Saat melakukan pengamatan, para peneliti melihat Rakus mengalami luka besar di bagian wajah yang kemungkinan besar disebabkan oleh perkelahiannya dengan pejantan lain.
Tiga hari setelah mendapatkan luka itu, Rakus mencari daun tanaman liana dengan nama umum akar kuning (Fibraurea tinctoria) lalu mengunyahnya.
Setelah mengunyah daun tersebut, Rakus mengoleskan sari-sarinya ke luka di mukanya selama beberapa menit.
Terakhir, dia menutupi seluruh lukanya dengan daun akar kuning yang sudah dikunyah itu.
Laumer menuturkan, daun liana dan spesies terkait lainnya yang dapat ditemukan di hutan tropis Asia Tenggara dikenal karena efek analgesik dan antipiretiknya.
Baca juga: Orangutan Obati Sendiri Lukanya dengan Tanaman Herbal, Bukti Primata Cerdas
"Digunakan dalam pengobatan tradisional untuk mengobati berbagai penyakit, seperti malaria," kata Laumer dilansir dari Science Daily, Kamis (2/5/2024).
Laumer menambahkan, daun akar kuning mengandung senyawa kimia furanoditerpenoid dan alkaloid protoberberine yang diketahui mempunyai sifat antibakteri, antiinflamasi, antijamur, antioksidan, dan aktivitas biologis lainnya yang relevan dengan penyembuhan luka.
Setelah melakukan pengamatan di hari-hari berikutnya, para ahli mendapati tidak adanya tanda-tanda infeksi dari luka Rakus.
Lima hari kemudian, luka di wajah Rakus telah tertutup. Rakus juga beristirahat lebih banyak dari biasanya saat terluka.
Baca juga: Perusahaan Tambang Beri Orangutan Rumah Baru di Lahan Reklamasi
"Perilaku Rakus tampaknya disengaja karena ia secara selektif merawat luka wajahnya di bagian wajah kanannya, tidak di bagian tubuh lainnya," kata Laumer.
Sementara itu, Schuppli menduga pengobatan tersebut kemungkinan berasal dari proses pembelajaran dari individu orangutan.
Pasalnya, orangutan yang tinggal di Suaq Balimbing jarang memakan tanaman akar kuning.
Suatu ketika, kata Schuppli, mungkin ada individu orangutan yang secara tidak sengaja menyentuh luka ketika mengunyah akar kuning dan dengan demikian secara tidak sengaja mengoleskan sari tanaman tersebut ke luka.
"Karena Fibraurea tinctoria memiliki efek analgesik yang kuat, individu mungkin langsung merasakan pelepasan rasa sakit, menyebabkan mereka mengulangi perilaku tersebut beberapa kali," ucap Schuppli.
Baca juga: Tol IKN Punya Jembatan Penyebrangan Orangutan hingga Bekantan
Karena perilaku tersebut belum pernah diamati sebelumnya, mungkin pengobatan luka dengan akar kuning sejauh ini belum ada dalam daftar perilaku populasi orangutan di Suaq.
Seperti semua pejantan orangutan di wilayah tersebut, Rakus tidak lahir di Suaq dan asal usulnya belum diketahui.
"Orangutan jantan berpencar dari daerah kelahirannya selama atau setelah masa pubertas dalam jarak yang jauh untuk membangun wilayah jelajah baru di wilayah lain atau berpindah antar wilayah jelajah individu lain," jelas Schuppli.
Oleh karena itu, ada kemungkinan perilaku pengobatan tersebut ditunjukkan oleh lebih banyak individu dari populasi kelahirannya di luar wilayah Suaq.
Masih belum jelas apakah Rakus mengetahui proses pengobatan tersebut secara otodidak atau mempelajarinya dari orangutan lain.
"Ini menunjukkan bahwa dia, sampai batas tertentu, memiliki kapasitas kognitif yang dia perlukan untuk mengobati lukanya dengan beberapa tanaman yang aktif secara medis, tapi kami benar-benar tidak tahu seberapa besar pemahamannya, tutur Schuppli.
Baca juga: 3 Orangutan Korban Perdagangan Satwa Liar Direpatriasi dari Thailand ke Jambi
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya