Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 13/05/2024, 11:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Menjadikan hutan sebagai bagian dari perdagangan karbon justru melemahkan fungsi rimba itu sendiri sebagai sebuah ekosistem kompleks yang memiliki manfaat kesejahteraan sosial tinggi.

Hal tersebut mengemukan dalam studi terbaru oleh Science-Policy Programme (SciPol) dari International Union of Forest Research Organizations (IUFRO).

Salah satu penulis utama studi tersebut, Profesor Constance McDermott dari University of Oxford mengatakan, pendekatan berbasis pasar terhadap tata tata kelola hutan seperti perdagangan karbon menjadi semakin populer belakangan ini.

Akan tetapi, McDermott menuturkan pendekatan tersebut justru berisiko menimbulkan kesenjangan dan memberikan dampak buruk terhadap pengelolaan hutan secara berkelanjutan.

Baca juga: Indonesia Tegaskan Komitmen Pelestarian Hutan di Forum PBB

Dilatarbelakangi krisis iklim

Ketika krisis iklim semakin parah, upaya dekarbonisasi dan penyerapan karbon menjadi semakin sering digaungkan.

Salah satu sektor yang dilirik untuk upaya menyerap karbon adalah kehutanan. Hutan lantas mengalami komodifikasi, nilai dan fungsinya berubah menjadi komoditi yang memiliki nilai ekonomi.

Dalam penelitian tersebut, hutan akhirnya dijadikan "pasar" baru yang seringkali berfokus pada keuntungan ekonomi jangka pendek dibandingkan keberlanjutan dan keadilan jangka panjang.

Di sisi lain, keberhasilan tata kelola hutan internasional dalam memperlambat deforestasi masih terbatas dan sulit diukur, sebagaimana dilansir Forbes, Senin (6/5/2024).

Laporan ini juga memperingatkan bahwa sistem tata kelola kehutanan internasional atau IFG yang ada saat ini menghasilkan "olimpiade" dengan janji dan target yang berbeda-beda.

Baca juga: Indonesia Peringkat 4 Negara yang Kehilangan Hutan Terluas 2023

Laporan tersebut menyatakan, referensi terhadap laju deforestasi sebagai indikator utama efektivitas IFG menunjukkan terbatasnya kesadaran akan keragaman kebutuhan dan permintaan yang terkait dengan hutan di seluruh dunia.

Penulis utama laporan tersebut, Profesor Daniela Kleinschmit dari Freiburg University menuturkan, meskipun tidak ada salahnya melihat hutan dari sudut pandang penyimpanan karbon, ada banyak faktor lain yang juga harus dipertimbangkan.

Dia menyampaikan perlunya penekanan yang lebih besar terhadap hutan sebagai ekosistem, keanekaragaman hayati, dan dampaknya terhadap masyarakat yang tinggal di sekitar atau bergantung pada hutan.

"Kita harus mencari tahu siapa yang mendapat manfaat dari isu-isu seputar tata kelola hutan, dan siapa yang mungkin dirugikan,” kata profesor tersebut kepada Forbes.

Kleinschmit berujar, kebutuhan dan prioritas masyarakat di berbagai daerah berbeda-beda, termasuk apa yang mereka inginkan dan apa yang mereka butuhkan dari hutan.

Baca juga: Dalam 1 Menit, Hutan Seluas 10 Lapangan Bola Hilang

Nilai sosial hutan

Laporan tersebut berpendapat, kebijakan tata kelola hutan harus memasukkan nilai-nilai sosial hutan dan tidak memprioritaskan solusi berbasis pasar.

Kleinschmit juga menuturkan tidak ada pendekatan yang sama yang bisa diterapkan untuk semua orang. Apalagi, di setiap wilayah memiliki kearifan lokal yang berbeda-beda.

"Di beberapa negara juga terdapat dampak spiritual dan budaya jika Anda menebang pohon atau menanam pohon lain di sana," ucap Kleinschmit.

"Kita harus mempertimbangkan kebutuhan spiritual dan budaya ini," tambahnya.

Baca juga: Kearifan Lokal Terbukti Ampuh dalam Pengelolaan Hutan

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Berikan Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Produsen Elektronik Ini Targetkan Pakai 35 Persen Bahan Daur Ulang pada 2030

Produsen Elektronik Ini Targetkan Pakai 35 Persen Bahan Daur Ulang pada 2030

Swasta
Proyek Energi Hijau Milik AS Terancam, Pendanaan Miliaran Dollar Bakal Dipangkas

Proyek Energi Hijau Milik AS Terancam, Pendanaan Miliaran Dollar Bakal Dipangkas

Pemerintah
BRIN Gandeng Korsel untuk Bangun Rumah Kaca Pintar di Indonesia

BRIN Gandeng Korsel untuk Bangun Rumah Kaca Pintar di Indonesia

Pemerintah
Startup Bikin Mentega Ramah Lingkungan dari Karbon, Seperti Apa?

Startup Bikin Mentega Ramah Lingkungan dari Karbon, Seperti Apa?

Swasta
RI Buka Peluang Lanjutkan Kerja Sama Bangun Fasilitas CCS dengan AS

RI Buka Peluang Lanjutkan Kerja Sama Bangun Fasilitas CCS dengan AS

Pemerintah
Lembaga Keuangan AS Prediksi Kenaikan Suhu Global Capai 3 Derajat Tahun Ini

Lembaga Keuangan AS Prediksi Kenaikan Suhu Global Capai 3 Derajat Tahun Ini

Swasta
Startup Filipina Bikin AGRICONNECT PH, App Berbasis AI untuk Cegah Gagal Panel

Startup Filipina Bikin AGRICONNECT PH, App Berbasis AI untuk Cegah Gagal Panel

Swasta
Sektor Perikanan RI Bakal Kena Imbas Kenaikan Tarif Impor AS

Sektor Perikanan RI Bakal Kena Imbas Kenaikan Tarif Impor AS

Pemerintah
2030, Perusahaan Global Targetkan Elektrifikasi 100 Persen Armada Operasional

2030, Perusahaan Global Targetkan Elektrifikasi 100 Persen Armada Operasional

Pemerintah
Asosiasi Mantan Pemimpin Dunia Desak Kepemimpinan Eropa dalam Aksi Iklim

Asosiasi Mantan Pemimpin Dunia Desak Kepemimpinan Eropa dalam Aksi Iklim

Pemerintah
IATA Bentuk Organisasi Pengawas Avtur Berkelanjutan

IATA Bentuk Organisasi Pengawas Avtur Berkelanjutan

Swasta
AS Naikkan Tarif Impor, Bagaimana Dampaknya ke Industri Hijau?

AS Naikkan Tarif Impor, Bagaimana Dampaknya ke Industri Hijau?

Pemerintah
12 Kebutuhan Kritis Pasca Gempa Myanmar, dari Obat hingga Akses Air Bersih

12 Kebutuhan Kritis Pasca Gempa Myanmar, dari Obat hingga Akses Air Bersih

Pemerintah
Pemanasan Global Bikin Kadar Oksigen di Danau-danau Dunia Menurun

Pemanasan Global Bikin Kadar Oksigen di Danau-danau Dunia Menurun

LSM/Figur
Peternakan Sumbang Emisi Terbesar Sektor Pangan

Peternakan Sumbang Emisi Terbesar Sektor Pangan

Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi Akun
Proteksi akunmu dari aktivitas yang tidak kamu lakukan.
199920002001200220032004200520062007200820092010
Data akan digunakan untuk tujuan verifikasi sesuai Kebijakan Data Pribadi KG Media.
Verifikasi Akun Berhasil
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau