Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penemuan Baru, Coklat yang Lebih Sehat dan Ramah Lingkungan

Kompas.com, 24 Mei 2024, 14:00 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Para peneliti di Swiss telah menemukan cara untuk membuat produk coklat yang lebih sehat dan berkelanjutan, serta ramah lingkungan.

Jika biasanya hanya biji kakao dan ampas kakao yang diekstraksi untuk dijadikan coklat batangan sehat, para peneliti di institut teknologi federal ETH Zurich telah menemukan bahwa kulit buah kakao juga dapat digunakan sebagai pengganti gula pasir.

Produk baru ini memasukkan unsur endokarp atau lapisan dalam kulit buah, dan mencampurkannya dengan beberapa daging buah di sekitar biji untuk membuat jeli kakao yang manis.

Baca juga: Prioritaskan Riset, cmlabs Dorong Kerjasama dan Inovasi

“Ini berarti petani tidak hanya bisa menjual biji kopinya, tapi juga mengeringkan sari dari daging buah dan endokarpnya, menggilingnya menjadi bubuk dan menjualnya juga,” jelas penulis utama studi dalam jurnal Nature Food, Kim Mishra. 

“Hal ini akan memungkinkan mereka memperoleh pendapatan dari tiga aliran penciptaan nilai. Dan penciptaan nilai lebih pada buah kakao membuatnya lebih berkelanjutan," papar dia, dilansir dari euronews.green, Jumat (24/5/2024). 

Proses pembuatan coklat sehat

Sebagai informasi, sebelum menemukan resep yang tepat, pihaknya melakukan banyak percobaan dari para peneliti di laboratorium, yang bekerja dengan perusahaan rintisan Koa dan produsen coklat Swiss Felchlin.

Misalnya, terlalu banyak sari buah dari ampas akan membuat coklat menggumpal, sedangkan terlalu sedikit akan menghasilkan rasa yang kurang manis.

Baca juga: Pemerintah Terus Kembangkan Inovasi Energi Hijau, Termasuk Hidrogen

Ia menyampaikan, produk baru ini mengandung hingga 20 persen gel kakao, dibandingkan dengan tingkat kemanisan coklat konvensional yang mengandung sekitar 5-10 persen gula tambahan. Adapun cokelat hitam biasa mengandung sekitar 40 persen gula bubuk.

Menurut para peneliti, coklat buah kakao yang baru ini lebih sehat karena memiliki kandungan serat lebih tinggi dan persentase lemak jenuh yang lebih rendah. 

Lebih ramah lingkungan

Produk coklat baru ini tidak hanya sehat, tetapi juga lebih ramah lingkungan. Sebab, produksi coklat skala besar dapat mengurangi penggunaan lahan dan pemanasan global. 

“Penilaian siklus hidup dari awal hingga pengolahan pabrik menunjukkan bahwa produksi coklat dalam skala besar dapat mengurangi penggunaan lahan dan potensi pemanasan global, dibandingkan dengan rata-rata produksi coklat hitam di Eropa,” tulis para peneliti.

Perubahan penggunaan lahan akibat pertanian bertanggung jawab atas lebih dari 70 persen dampak lingkungan pada semua produk coklat. 

Artinya, dengan menggunakan lebih sedikit biji kakao dan lebih sedikit lahan, produksi coklat di laboratorium dikaitkan dengan ‘dampak pertanian’ yang lebih minim.

Baca juga: 4 Kabupaten di Madura Didorong Ikut Wujudkan Swasembada Pangan

Memang coklat ini memerlukan lebih banyak proses dibandingkan rata-rata coklat batangan Eropa, dan pemanasan bubuk endokarp bertanggung jawab atas sebagian besar ‘dampak pabrik'. Namun secara keseluruhan, kreasi coklat buah kakao memiliki jejak karbon yang lebih ringan. 

"Formulasi baru ini juga lebih ramah lingkungan karena menggunakan bagian dari buah kakao yang seharusnya terbuang sia-sia. Hanya cangkang yang tersisa, yang secara tradisional digunakan sebagai bahan bakar atau bahan pengomposan," terang peneliti. 

Dengan memasukkan endokarp ke dalam ekosistem, petani skala kecil juga dapat mendiversifikasi produk yang mereka tawarkan dan meningkatkan pendapatan mereka.

Sayangnya, perjalanan masih panjang sebelum coklat yang lebih berkelanjutan ini tersedia di pasaran. Sebab, seluruh rantai penciptaan nilai perlu disesuaikan, mulai dari petani kakao hingga pabrik pengolahan. 

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Adaptasi Perubahan Iklim, Studi Temukan Beruang Kutub Kembangkan DNA Unik
Adaptasi Perubahan Iklim, Studi Temukan Beruang Kutub Kembangkan DNA Unik
Pemerintah
Permintaan Meningkat Tajam, PBB Peringatkan Potensi Krisis Air
Permintaan Meningkat Tajam, PBB Peringatkan Potensi Krisis Air
Pemerintah
Bibit Siklon Tropis Terpantau, Hujan Lebat Diprediksi Landa Sejumlah Wilayah
Bibit Siklon Tropis Terpantau, Hujan Lebat Diprediksi Landa Sejumlah Wilayah
Pemerintah
Masyarakat Adat Terdampak Ekspansi Sawit, Sulit Jalankan Tradisi hingga Alami Kekerasan
Masyarakat Adat Terdampak Ekspansi Sawit, Sulit Jalankan Tradisi hingga Alami Kekerasan
LSM/Figur
Limbah Cair Sawit dari RI Diterima sebagai Bahan Bakar Pesawat Berkelanjutan
Limbah Cair Sawit dari RI Diterima sebagai Bahan Bakar Pesawat Berkelanjutan
LSM/Figur
BRIN Catat Level Keasaman Laut Paparan Sunda 2 Kali Lebih Cepat
BRIN Catat Level Keasaman Laut Paparan Sunda 2 Kali Lebih Cepat
Pemerintah
Belajar dari Sulawesi Tengah, Membaca Peran Perempuan Ketika Bencana Menguji
Belajar dari Sulawesi Tengah, Membaca Peran Perempuan Ketika Bencana Menguji
LSM/Figur
ILO Dorong Literasi Keuangan Untuk Perkuat UMKM dan Pekerja Informal Indonesia
ILO Dorong Literasi Keuangan Untuk Perkuat UMKM dan Pekerja Informal Indonesia
Pemerintah
ULM dan Unmul Berkolaborasi Berdayakan Warga Desa Penggalaman lewat Program Kosabangsa
ULM dan Unmul Berkolaborasi Berdayakan Warga Desa Penggalaman lewat Program Kosabangsa
Pemerintah
PLTS 1 MW per Desa Bisa Buka Akses Energi Murah, tapi Berpotensi Terganjal Dana
PLTS 1 MW per Desa Bisa Buka Akses Energi Murah, tapi Berpotensi Terganjal Dana
LSM/Figur
Bulu Babi di Spanyol Terancam Punah akibat Penyakit Misterius
Bulu Babi di Spanyol Terancam Punah akibat Penyakit Misterius
LSM/Figur
Studi Iklim 2024 Direvisi, tapi Prediksi Dampak Ekonomi Global Tetap Parah
Studi Iklim 2024 Direvisi, tapi Prediksi Dampak Ekonomi Global Tetap Parah
LSM/Figur
Kemenhut Hentikan Sementara Pengangkutan Kayu di Sumatera, Cegah Peredaran Ilegal
Kemenhut Hentikan Sementara Pengangkutan Kayu di Sumatera, Cegah Peredaran Ilegal
Pemerintah
Kukang dan Trenggiling Dilepasliar ke Hutan Batang Hari Jambi
Kukang dan Trenggiling Dilepasliar ke Hutan Batang Hari Jambi
Pemerintah
Cerita Usaha Kerupuk Sirip Ikan Tuna di Bali, Terhambat Cuaca Tak Tentu
Cerita Usaha Kerupuk Sirip Ikan Tuna di Bali, Terhambat Cuaca Tak Tentu
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau