Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Separuh Hutan Mangrove di Dunia Terancam Rusak karena Ulah Manusia

Kompas.com, 24 Mei 2024, 15:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Separuh dari seluruh hutan mangrove atau bakau di dunia terancam rusak akibat ulah manusia.

Temuan tersebut mengemuka berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh International Union for Conservation of Nature (IUCN).

Dari semua mangrove yang terancam, hutan bakau di India selatan, Sri Lanka, dan Maladewa menjadi yang paling berisiko.

Baca juga: Jaga Kelestarian Bumi, Acer Dedikasikan 1.000 Mangrove Buat Wonorejo

Angela Andrade, ketua komisi pengelolaan ekosistem IUCN, mengatakan, ekosistem mangrove memiliki dampak luar biasa bagi lingkungan.

Lahan mangrove menyediakan hal penting bagi masyarakat, termasuk pengurangan risiko bencana pesisir, penyimpanan dan penyerapan karbon, serta dukungan terhadap perikanan.

"Kehilangan mereka akan menjadi bencana bagi alam dan manusia di seluruh dunia," kata Andrade, sebagaimana dilansir The Guardian, Kamis (23/5/2024).

Baca juga: Jokowi dan Para Presiden Bakal Tanam Mangrove di Tahura Ngurah Rai

Lahan mangrove mencakup puluhan spesies tanaman yang berbeda di sepanjang garis pantai tropis, yang melindungi beragam keanekaragaman hayati.

Kawasan ini berfungsi sebagai tempat perkembangbiakan ikan dan menunjang kehidupan mamalia yang beragam. Sekitar 15 persen garis pantai dunia ditutupi oleh mangrove.

Namun, studi tersebut menemukan lahan mangrove semakin terancam oleh naiknya permukaan air laut, pertanian, pembangunan di sepanjang garis pantai, polusi seperti tumpahan minyak, dan dampak pembangunan bendungan.

Tambak udang serta pembangunan pesisir dan bendungan di sungai, yang mengubah aliran sedimen, juga ditetapkan sebagai ancaman oleh para peneliti.

Baca juga: FedEx Berencana Merestorasi Mangrove di Area 10 Hektar Bengkalis

Di satu sisi, meningkatnya naiknya permukaan air laut dan krisis iklim semakin mengancam kelangsungan hidup mereka karena meningkatnya frekuensi dan tingkat keparahan badai yang hebat.

Para peneliti menggunakan alat IUCN untuk menilai risiko terhadap ekosistem untuk melakukan penelitian yang melibatkan lebih dari 250 ahli di seluruh dunia.

"Daftar merah ekosistem memberikan jalur yang jelas tentang bagaimana kita dapat membalikkan hilangnya hutan bakau dan melindungi ekosistem yang rentan ini untuk masa depan, membantu menjaga keanekaragaman hayati, mengatasi dampak perubahan iklim dan mendukung realisasi Global Biodiversity Framework," tutur Andrade.

Baca juga: Buron Penambang Pasir Timah Ilegal di Belitung Timur Ditangkap, Rusak Mangrove

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Pemerintah
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Pemerintah
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
LSM/Figur
Refleksi Filsafat Ekologis, Tempat Keramat dan Etika Lingkungan
Refleksi Filsafat Ekologis, Tempat Keramat dan Etika Lingkungan
Pemerintah
RI Sulit Capai Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen Jika Andalkan Sektor Pertanian
RI Sulit Capai Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen Jika Andalkan Sektor Pertanian
LSM/Figur
DAMRI Jalankan 286 Bus Listrik, Potensi Kurangi 72.000 Ton Emisi per Tahun
DAMRI Jalankan 286 Bus Listrik, Potensi Kurangi 72.000 Ton Emisi per Tahun
BUMN
Miangas hingga Wamena, FiberStar Genjot Akselerasi Digital di Wilayah 3T
Miangas hingga Wamena, FiberStar Genjot Akselerasi Digital di Wilayah 3T
Swasta
Pelaku Bisnis Luncurkan Program Sertifikasi Produksi Kaca Rendah Karbon
Pelaku Bisnis Luncurkan Program Sertifikasi Produksi Kaca Rendah Karbon
Pemerintah
Perubahan Iklim Diprediksi Tekan Pendapatan Dunia hingga 17 Persen
Perubahan Iklim Diprediksi Tekan Pendapatan Dunia hingga 17 Persen
LSM/Figur
ISSB Usulkan Pelaporan Emisi Metana Scope 1 untuk Perusahaan Energi
ISSB Usulkan Pelaporan Emisi Metana Scope 1 untuk Perusahaan Energi
LSM/Figur
Konflik Agraria di Balik Banjir Sumatera, Mayoritas Disebut Dipicu Perkebunan Sawit
Konflik Agraria di Balik Banjir Sumatera, Mayoritas Disebut Dipicu Perkebunan Sawit
Pemerintah
Ketika Motor Listrik Jadi Andalan Ojol untuk Cari Rezeki
Ketika Motor Listrik Jadi Andalan Ojol untuk Cari Rezeki
Pemerintah
Sampel Udara Berusia 35 Tahun Tunjukkan Perubahan Ritme Alam akibat Iklim
Sampel Udara Berusia 35 Tahun Tunjukkan Perubahan Ritme Alam akibat Iklim
LSM/Figur
Hadapi Regulasi Anti-Deforestasi UE, Sawit dan Kayu Indonesia Dilacak hingga ke Kebunnya
Hadapi Regulasi Anti-Deforestasi UE, Sawit dan Kayu Indonesia Dilacak hingga ke Kebunnya
Swasta
IBF dan AKCI Resmi Jalin Kolaborasi Perdana untuk Pelestarian Ekosistem di Lombok
IBF dan AKCI Resmi Jalin Kolaborasi Perdana untuk Pelestarian Ekosistem di Lombok
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau