Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 27 Mei 2024, 06:00 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anak-anak Rimba yang tinggal di belantara pedalaman hutan Jambi menghadapi beragam tantangan untuk belajar, bahkan sesederhana untuk melek huruf dan angka. 

Staf pengajar Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi Yohana Marpaung mengatakan, salah satu tantangan terbesar yang dihadapi anak-anak Rimba adalah karena kebiasaan hidup berpindah-pindah atau nomaden. Ini terjadi di antaranya saat sumber daya telah habis, dan karena adanya tradisi Melangun. 

Melangun membuat kelompok masyarakat Rimba harus pindah tempat karena berduka, karena ada anggota kelompok yang meninggal. Alhasil, pengajaran non-formal maupun edukasi formal kepada anak-anak Rimba terpaksa terputus. 

Baca juga: 5 Kunci Kerberhasilan Swasta Intervensi Kebijakan Pendidikan Indonesia

"Tantangan utamanya adalah karena mereka semi nomaden, hidup berpindah-pindah. Pernah ada sekolah yang dibuat perusahaan, satu bulan saja anaknya di sana, tiba-tiba ada yang meninggal, akhirnya pindah bisa sampai enam bulan atau tahunan," ujar Yohana, saat ditemui di Jakarta, Minggu (19/5/2024).

Siswa yang pindah tersebut, ia menambahkan, terpaksa meninggalkan rumah, barang-barang, dan perlengkapan sekolahnya.

Adapun saat ingin kembali lagi, teman-teman seumurannya sudah tidak berada di jenjang yang sama, sehingga sulit untuk anak tersebut beradaptasi atau mengulang dari awal. Kemampuan mengingat materi pelajaran juga seringkali terlupakan.

Minim data administrasi dan hidup berpindah

Sementara itu, kondisinya tidak berbeda jauh dengan sekolah non-formal. Pada tahun 2019, KKI Warsi mendirikan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat yang dinamakan PKBM Bunga Kembang.

Sudah kurang lebih lima tahun, Yohana dan tim relawan pengajar PKBM Bunga Kembang secara rutin mendatangi anak-anak Rimba di hutan, menempuh perjalanan berliku berjalan kaki sekitar 3-5 jam. 

Guna meningkatkan pendidikan dan menggali mata pencaharian potensial masyarakat komunitas adat orang Rimba, ia dan rekan-rekannya kerapkali ikut menginap dan beraktivitas bersama komunitas Rimba di tengah hutan. 

Tujuannya, kata dia, demi mengenalkan angka dan aksara bagi kelompok nomadik tersebut. Selain itu, pengajarannya juga konseptual, atau menyesuaikan dengan kebutuhan saat itu.

Peneliti sekaligus Staf Pengajar Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi, Yohana Marpaung, dalam acara Peluncuran ?Jagasamasama? dan Program ?Kembali Belajar? di Jakarta, Minggu (19/5/2024). KOMPAS.com/FAQIHAH MUHARROROH ITSNAINI Peneliti sekaligus Staf Pengajar Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi, Yohana Marpaung, dalam acara Peluncuran ?Jagasamasama? dan Program ?Kembali Belajar? di Jakarta, Minggu (19/5/2024).
Namun, kebiasaan berpindah-pindah kembali jadi tantangan. Saat akhirnya bertemu dengan kelompok yang berpindah, seringkali anak-anak sudah lupa dengan pelajaran huruf dan angka. Mau tidak mau, materi yang diajarkan pun harus mengulang dari nol. 

"Makanya banyak yang suka mempertanyakan juga, misalnya 'Kok dari tahun berapa sudah diajari, masih banyak yang belum bisa baca' seperti itu, padahal memang tantangannya ya karena nomaden," terang dia. 

Baca juga:

Berkaitan dengan nomaden, Yohana menyebut masih minimnya masyarakat komunitas adat orang Rimba yang memiliki data administrasi atau kependudukan. Hal ini pun menghambat anak-anak untuk masuk ke sekolah formal. 

"Karena berpindah-pindah tadi, pegawai administrasi tentu sulit untuk mengumpulkan data mereka. Mereka juga masih menganut sistem kepercayaan tradisional, seperti perempuan tidak boleh difoto atau direkam, jadi sulit kan membuat kartu tanda pengenal (KTP)," tutur Yohana. 

Ia menjelaskan, butuh lobi dan syarat khusus agar perempuan Orang Rimba boleh difoto, dalam rangka perekaman data kependudukan tersebut.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
LKC Dompet Dhuafa Gelar Seminar untuk Optimalkan Bahan Pangan Lokal Jadi MPASI
LKC Dompet Dhuafa Gelar Seminar untuk Optimalkan Bahan Pangan Lokal Jadi MPASI
LSM/Figur
Ironi, Studi Ungkap Situs Web Konferensi Iklim Lebih Berpolusi
Ironi, Studi Ungkap Situs Web Konferensi Iklim Lebih Berpolusi
Pemerintah
Uni Eropa Tindak Tegas 'Greenwashing' Maskapai yang Tebar Janji Keberlanjutan
Uni Eropa Tindak Tegas "Greenwashing" Maskapai yang Tebar Janji Keberlanjutan
Pemerintah
Kemenhut Godok 4 Regulasi Baru untuk Dongkrak Pasar Karbon Internasional
Kemenhut Godok 4 Regulasi Baru untuk Dongkrak Pasar Karbon Internasional
Pemerintah
Energi Terbarukan Global Meningkat Tiga Kali Lipat, China Memimpin
Energi Terbarukan Global Meningkat Tiga Kali Lipat, China Memimpin
Pemerintah
Proyek Konservasi Dunia Diam-diam Gagal, Target Alam Global Terancam
Proyek Konservasi Dunia Diam-diam Gagal, Target Alam Global Terancam
Pemerintah
40 Saksi Diperiksa dalam Kasus Kontaminasi Cesium-137 di Cikande
40 Saksi Diperiksa dalam Kasus Kontaminasi Cesium-137 di Cikande
Pemerintah
Kemenhut Ungkap Tersangka Penambang Batu Bara Ilegal Bukit Soeharto di IKN
Kemenhut Ungkap Tersangka Penambang Batu Bara Ilegal Bukit Soeharto di IKN
Pemerintah
2 Ekor Pesut Mahakam Mati Diduga karena Lonjakan Aktivitas Tongkang Batu Bara
2 Ekor Pesut Mahakam Mati Diduga karena Lonjakan Aktivitas Tongkang Batu Bara
LSM/Figur
KLH Akui Belum Tahu Asal Muasal Radioaktif yang Kontaminasi Cengkih Ekspor
KLH Akui Belum Tahu Asal Muasal Radioaktif yang Kontaminasi Cengkih Ekspor
Pemerintah
Jayapura Tetapkan Perda Perlindungan Danau Sentani, Komitmen Jaga Alam Papua
Jayapura Tetapkan Perda Perlindungan Danau Sentani, Komitmen Jaga Alam Papua
Pemerintah
Indonesia Masih Nyaman dengan Batu Bara, Transisi Energi Banyak Retorikanya
Indonesia Masih Nyaman dengan Batu Bara, Transisi Energi Banyak Retorikanya
LSM/Figur
KLH: Cengkih Ekspor Asal Lampung Terkontaminasi Radioaktif dari Pemakaman
KLH: Cengkih Ekspor Asal Lampung Terkontaminasi Radioaktif dari Pemakaman
Pemerintah
PR Besar Temukan Cara Aman Buang Limbah Nuklir, Iodin-129 Bisa Bertahan 15 Juta Tahun
PR Besar Temukan Cara Aman Buang Limbah Nuklir, Iodin-129 Bisa Bertahan 15 Juta Tahun
LSM/Figur
WVI Luncurkan WASH BP 2.0, Strategi 5 Tahun Percepat Akses Air dan Sanitasi Aman
WVI Luncurkan WASH BP 2.0, Strategi 5 Tahun Percepat Akses Air dan Sanitasi Aman
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau