Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peringatan WMO: Perubahan Cepat El Nino ke La Nina Picu Musim Badai

Kompas.com - 28/05/2024, 12:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Organisasi Meteorologi Dunia atau WMO memperingatkan kemungkinan terjadinya musim badai yang berbahaya karena pergantian dari fenomena El Nino menjadi La Nina.

Juru bicara WMO Clare Nullis menyampaikan, dunia harus mempersiapkan peringatan dini dan mitigasi bencana untuk mengantisipasi banyaknya korban jiwa.

El Nino adalah suatu fenomena pemanasan suhu muka laut (SML) di atas kondisi normalnya yang terjadi di Samudera Pasifik bagian tengah.

Baca juga: Australia Umumkan El Nino Berakhir, Langsung Bersiap La Nina?

La Nina sendiri kebalikan dari El Nino yakni SML di Samudera Pasifik bagian tengah mengalami pendinginan di bawah kondisi normalnya.

"Kandungan panas laut yang tinggi dan perkembangan peristiwa La Nina diperkirakan akan memicu musim badai yang sangat, sangat, sangat aktif tahun ini," kata Nullis, dalam sebuah pengarahan di Jenewa, dikutip dari Reuters, Senin (27/5/2024).

Dia menambahkan, dunia harus bersiap karena selain mengancam jiwa, musim badai kali ini dapat menimbulkan kerugian ekonomi yang besar.

"Hanya diperlukan satu kali badai untuk menghambat pembangunan sosio-ekonomi selama bertahun-tahun," terangnya.

Baca juga: Antisipasi El Nino, 4 Kabupaten Ini Didorong Percepat Tanam Padi

WMO mencatat, musim badai Atlantik yang biasanya berlangsung dari Juni hingga November mengalami aktivitas di atas rata-rata selama delapan tahun berturut-turut

Nullis juga menekankan pentingnya sistem peringatan dini untuk menyelamatkan banyak jiwa akibat bencana.

"(Sistem peringatan dini) benar-benar berhasil mengurangi angka kematian secara drastis. Namun demikian negara-negara berkembang di pulau-pulau kecil di Karibia menderita kerugian yang tidak proporsional baik dari segi kerugian ekonomi maupun korban jiwa," tuturnya.

Waspada kerawanan pangan

Badan Kelautan dan Atmosfer Nasional AS atau NOOA memperkirakan El Nino akan menghilang secara perlahan pada Juni.

Setelah El Nino berakhir, langsung akan berganti dengan fenomena La Nina pada paruh kedua tahun ini.

Baca juga: El Nino Berkepanjangan, Kenaikan Harga Beras Perlu Diantisipasi

Ada kemungkinan 49 persen bahwa La Nina akan berkembang selama periode Juni hingga Agustus dan meningkat menjadi 69 persen pada Juli hingga September.

Para ahli telah memperingatkan bahwa negara-negara harus waspada terhadap peralihan cepat dari El Nino ke La Nina kali ini.

Pasalnya, perubahan ini akan menyebabkan sektor pertanian sangat terdampak dan tidak punya banyak waktu untuk pulih.

"La Nina kemungkinan besar akan mempengaruhi produksi gandum dan jagung di AS, serta kedelai, barley, gandum dan jagung di Amerika Latin termasuk Brasil, Argentina, dan Uruguay," kata Sabrin Chowdhury, kepala komoditas di BMI.

"Fenomena cuaca dikaitkan dengan kekeringan berkepanjangan di seluruh wilayah Amerika, memicu buruknya kualitas tanaman dan penurunan rata-rata hasil panen, sehingga semakin memperburuk masalah pangan global," sambungnya.

Baca juga: 3,46 Juta Keluarga Terancam Kekeringan akibat El Nino

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Bagaimana London Fashion Week Mendorong Fashion Berkelanjutan?

Bagaimana London Fashion Week Mendorong Fashion Berkelanjutan?

LSM/Figur
Kebangkitan PLTN, Listrik dari Nuklir Akan Pecahkan Rekor pada 2025

Kebangkitan PLTN, Listrik dari Nuklir Akan Pecahkan Rekor pada 2025

Pemerintah
Pedoman Penurunan Emisi Cakupan 3 Baru untuk Industri Kimia Dirilis

Pedoman Penurunan Emisi Cakupan 3 Baru untuk Industri Kimia Dirilis

Swasta
Resmi, Utang Indonesia ke AS Rp 573 Miliar Ditukar untuk Konservasi Terumbu Karang

Resmi, Utang Indonesia ke AS Rp 573 Miliar Ditukar untuk Konservasi Terumbu Karang

LSM/Figur
Rektor IPB: Masih Ada Kesenjangan Pembiayaan SDGs, Perlu Inovasi

Rektor IPB: Masih Ada Kesenjangan Pembiayaan SDGs, Perlu Inovasi

LSM/Figur
Karbon Indonesia Dijual ke Luar Negeri, Pengamat: Pembeli Cari yang Berkualitas

Karbon Indonesia Dijual ke Luar Negeri, Pengamat: Pembeli Cari yang Berkualitas

LSM/Figur
Produksi Listrik dari PLTU China Naik, Ekspektasi Puncak Emisi Jadi Lemah

Produksi Listrik dari PLTU China Naik, Ekspektasi Puncak Emisi Jadi Lemah

Pemerintah
Tak Cukup 5 Tahun, Indonesia Perlu Rencana 25 Tahun untuk Capai NZE

Tak Cukup 5 Tahun, Indonesia Perlu Rencana 25 Tahun untuk Capai NZE

LSM/Figur
Tantowi Yahya Sebut Indonesia Diposisikan Pimpin Masa Depan Berkelanjutan

Tantowi Yahya Sebut Indonesia Diposisikan Pimpin Masa Depan Berkelanjutan

LSM/Figur
Berdampak Buruk ke Lingkungan, Pagar Laut Tangerang Harus Segera Dibongkar

Berdampak Buruk ke Lingkungan, Pagar Laut Tangerang Harus Segera Dibongkar

LSM/Figur
Ternyata Semut Bisa Bantu Lindungi Tanaman dari Perubahan Iklim

Ternyata Semut Bisa Bantu Lindungi Tanaman dari Perubahan Iklim

LSM/Figur
Dukung Pelestarian Lingkungan, Pertamina Tanam Pohon di Hulu Sungai Ciliwung

Dukung Pelestarian Lingkungan, Pertamina Tanam Pohon di Hulu Sungai Ciliwung

BUMN
Rendahnya Efisiensi Investasi Masih Bayangi Indonesia

Rendahnya Efisiensi Investasi Masih Bayangi Indonesia

Pemerintah
Jakarta Jadi Percontohan Pengelolaan Sampah lewat Pungutan Retribusi

Jakarta Jadi Percontohan Pengelolaan Sampah lewat Pungutan Retribusi

Pemerintah
Shell dan Microsoft Masuk 10 Pembeli Kredit Karbon Terbesar 2024

Shell dan Microsoft Masuk 10 Pembeli Kredit Karbon Terbesar 2024

Swasta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau