Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 07/06/2024, 19:00 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Tiga kota di Indonesia yakni Makassar (Sulawesi Selatan), Semarang (Jawa Tengah), dan Jakarta masuk ke dalam daftar kota-kota di dunia dengan suhu panas tidak biasa yang diperburuk oleh perubahan iklim.

Pernyataan ini dirilis Climate Central dalam laporan terbaru mereka, “People Exposed to Climate Change: March-May 2024”, yang diluncurkan, Kamis (6/6/2024). 

Makassar menempati urutan teratas dalam daftar kota-kota di dunia dengan suhu panas yang tidak biasa disebabkan oleh perubahan iklim.

Dengan catatan 92 hari berada pada indeks pergeseran iklim atau climate shift index (CSI) level 3 atau lebih tinggi, dan anomali suhu mencapai 1,2° C. 

Baca juga: BMKG: Perubahan Lanskap Salah Satu Penyebab Suhu Panas di Jakarta

Sedangkan Semarang menduduki posisi ke-11 dengan catatan 88 hari pada CSI level 3 atau lebih tinggi, dan anomali suhu menembus 1,4° C.

Sementara itu, Jakarta berada di posisi ke-4 dengan catatan 77 hari pada CSI level 3 atau lebih tinggi, dan anomali suhu tercatat 0,9° C.

Jakarta hanya kalah dari Lagos (Nigeria) dengan 88 hari CSI 3 atau lebih tinggi, Kinshasa (Kongo) dengan 79 hari CSI 3 atau lebih tinggi, dan Mexico City (Meksiko) dengan 78 hari CSI 3 atau lebih tinggi.

Metode laporan

Sebagai informasi, metode CSI yang digunakan Climate Central bertujuan untuk mengukur pengaruh lokal perubahan iklim terhadap suhu harian di seluruh dunia.

CSI level 1 berarti perubahan iklim dapat dideteksi, secara teknis, kenaikan suhu setidaknya 1,5 kali lebih mungkin terjadi. Sedangkan CSI level 2 berarti kenaikan suhu setidaknya 2 kali lebih mungkin terjadi, dan seterusnya.

Baca juga: Dipanggang Panas, Suhu New Delhi India Tembus 52,9 Derajat Celsius

Dalam laporannya, Climate Central membahas tentang atribusi suhu global dalam kurun waktu Maret sampai Mei 2024, yang merinci pengaruhnya terhadap perubahan iklim di hampir 500 kota dan lebih dari 150 negara, ditambah negara-negara bagian AS dan Puerto Riko.

Dalam tiga bulan itu, tercatat rekor suhu global baru yang menyebabkan miliaran orang terkena panas yang dipicu oleh emisi karbon.

Bulan Maret, April, dan Mei 2024 masing-masing memecahkan rekor suhu global bulanan.

Selama periode ini, dampak perubahan iklim yang disebabkan oleh aktivitas manusia, terutama akibat pembakaran bahan bakar fosil, terlihat jelas di seluruh wilayah di dunia, khususnya dalam bentuk panas ekstrem.

Berbagai negara merasakan suhu panas

Akibat perubahan iklim, sekitar satu dari empat orang di dunia mengalami peningkatan suhu setidaknya tiga kali lipat setiap hari, mulai dari 1 Maret hingga 31 Mei 2024.

Puncaknya pada 6 April 2024, ketika 2,7 miliar orang (sekitar satu dari tiga orang di dunia) merasakan suhu yang tidak biasa dengan pengaruh kuat dari perubahan iklim.

Baca juga: Seratusan Monyet Howler di Meksiko Mati karena Panas Terik Menyengat

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Jelang 100 Hari Prabowo-Gibran, Janji Transisi Energi Didesak Diwujudkan

Jelang 100 Hari Prabowo-Gibran, Janji Transisi Energi Didesak Diwujudkan

LSM/Figur
Hilirisasi Nikel Belum Sediakan Green Jobs Sesuai Potensinya

Hilirisasi Nikel Belum Sediakan Green Jobs Sesuai Potensinya

Pemerintah
BRI RO Lampung Salurkan Bantuan kepada Korban Terdampak Banjir

BRI RO Lampung Salurkan Bantuan kepada Korban Terdampak Banjir

BUMN
Pengiriman Kendang Jimbe Blitar ke China Tandai Ekspor Perdana UKM Jatim di Tahun 2025

Pengiriman Kendang Jimbe Blitar ke China Tandai Ekspor Perdana UKM Jatim di Tahun 2025

Swasta
Inggris Siapkan Dana Rp 359 Miliar untuk Konservasi Laut Indonesia

Inggris Siapkan Dana Rp 359 Miliar untuk Konservasi Laut Indonesia

Pemerintah
Dua Pertiga Bisnis Dunia Tingkatkan Anggaran Keberlanjutan pada 2025

Dua Pertiga Bisnis Dunia Tingkatkan Anggaran Keberlanjutan pada 2025

Swasta
'Bahan Kimia Abadi' PFAS Mengancam Kita, Eropa Berencana Melarangnya

"Bahan Kimia Abadi" PFAS Mengancam Kita, Eropa Berencana Melarangnya

Pemerintah
Mahasiswa Desa Lingkar Tambang Raih Beasiswa MHU: Menuju Masa Depan Cerah dan Berkelanjutan

Mahasiswa Desa Lingkar Tambang Raih Beasiswa MHU: Menuju Masa Depan Cerah dan Berkelanjutan

Swasta
Trump Tarik AS dari Perjanjian Paris, Perlawanan Perubahan Iklim Hadapi Pukulan Besar

Trump Tarik AS dari Perjanjian Paris, Perlawanan Perubahan Iklim Hadapi Pukulan Besar

Pemerintah
Menilik Inovasi Dekarbonasi Generasi Muda di Toyota Eco Youth Ke-13

Menilik Inovasi Dekarbonasi Generasi Muda di Toyota Eco Youth Ke-13

BrandzView
China Luncurkan Kereta Komuter Serat Karbon, Kecepatannya 140 Km/Jam

China Luncurkan Kereta Komuter Serat Karbon, Kecepatannya 140 Km/Jam

Pemerintah
Kembangkan Rumput Laut, Start Up Banyu Raih pendanaan dari Intudo Ventures

Kembangkan Rumput Laut, Start Up Banyu Raih pendanaan dari Intudo Ventures

Swasta
100 Hari Prabowo-Gibran, Ini Pejabat Energi dan Lingkungan dengan Skor Tertinggi hingga Terendah

100 Hari Prabowo-Gibran, Ini Pejabat Energi dan Lingkungan dengan Skor Tertinggi hingga Terendah

LSM/Figur
Menag Dorong Integrasi Isu Lingkungan dengan Pendidikan Agama

Menag Dorong Integrasi Isu Lingkungan dengan Pendidikan Agama

Pemerintah
Pengamat Ekonomi Energi Desak Perguruan Tinggi Tolak Konsesi Tambang

Pengamat Ekonomi Energi Desak Perguruan Tinggi Tolak Konsesi Tambang

LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau