KOMPAS.com - Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) menilai, Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur izin tambang untuk ormas dan organisasi keagamaan menjadi bemper dari sejumlah perubahan peraturan pertambangan.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menandatangani PP Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Salah satu isi peraturan tersebut adalah memberikan izin kepada ormas dan organisasi keagamaan untuk mengelola pertambangan.
Baca juga: PP Ormas Kelola Tambang Mengingkari Semangat Transisi Energi
Akan tetapi, Kepala Divisi Kampanye Walhi Fanny Tri Jambore mengatakan, setidaknya ada empat perubahan dalam PP tersebut yang sorotannya tertutupi karena izin tambang bagi ormas.
Pertama, tidak adanya Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) tahunan. Sebelumnya, RKAB wajib dilaporkan setiap tahun.
"Di dalamnya ada berbagai rencana termasuk upaya pemulihan lingkungan, pemberian dukungan terhadap masyarakat, dan lain sebagainya," kata Fanny dalam media briefing dari Walhi yang diikuti secara daring, Kamis (13/6/2024).
Fanny menuturkan, RKAB menjadi dokumen penting sebagai landasan monitoring dan evaluasi kegiatan usaha pertambangan setiap tahunnya.
Dengan ditiadakannya RKAB tahunan, maka industri yang melakukan usaha pertambangan tidak perlu memiliki rencana sehingga tidak bisa dievaluasi. Hal tersebut berimplikasi serius terhadap tata kelola pertambangan di Indonesia.
Baca juga: Bukan Garap Tambang, Ormas Seharusnya Serukan Koreksi Ekonomi Ekstraktif
"Ini saja dengan RKAB tahunan, (terjadi) bencana banyak, konflik banyak, kerusakan banyak. (Dengan tidak adanya RKAB tahunan) ini akan meninggikan potensi-potensi itu," jelas Fanny.
Perubahan kedua adalah adanya subjek baru yakni anak perusahaan badan usaha milik negara (BUMN).
Fanny menyampaikan, adanya subjek baru tersebut memberikan kesempatan pemain lain dengan keistimewaan yang sama dimiliki oleh BUMN.
"Ada upaya samar-samar memperbolehkan swasta yang lain dengan memasukkan subjek itu," tutur Fanny.
Perubahan ketiga yang perlu mendapat sorotan adalah pelonggaran kriteria integrasi. Pelonggaran tersebut berimplikasi terhadap jangka waktu dan batasan perpanjangan.
Baca juga: Akademisi UGM: Sangat Tak Lazim Ormas Terima Konsesi Tambang
Pada ketentuan sebelumnya, pengolahan dan atau pemurnian komoditas mineral logam dilakukan oleh badan usaha pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP).
Sedangkan dalam PP Nomor 25 Tahun 2024 yang baru, ada kelonggaran di mana pengolahan dan atau pemurnian dapar dilakukan oleh badan usaha lainnya.
Demikian juga bagi komoditas batu bara yang terintegrasi dengan fasilitas pengembangan dan atau pemanfaatan.
Sorotan krusial keempat yakni penambangan ketentuan baru tentang penawaran wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) secara prioritas.
Fanny berujar, ketentuan tersebut membuka peluang baru bagi subjek di luar BUMN dan badan usaha milik daerah (BUMD), yaitu badan usaha yang dimiliki organisasi kemasyarakatan keagamaan.
Baca juga: Wahi: Izin Tambang Ormas Bakal Jadi Bancakan Pemain Lama
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya