Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 21 Juni 2024, 12:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Nilai transaksi ekonomi kelompok usaha perhutanan sosial (KUPS) yang mengelola perhutanan sosial mencapai Rp 1,13 triliun pada 2023.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar menyampaikan, capaian tersebut melampaui target yang telah ditetapkan yakni Rp 1 triliun.

"Pada tahun 2024 ini target nilai ekonomi tersebut semakin ditingkatkan menjadi sebesar Rp 1,5 triliun," kata Siti dalam Workshop Sinergi Perhutanan Sosial yang diikuti secara daring, Kamis (20/6/2024).

Baca juga: Pemberian Akses Kelola Perhutanan Sosial Capai 7 Juta Hektare

Sampai saat ini, ujar Siti, KUPS yang telah terbentuk mencapai 13.460 unit yang sudah melakukan pengelolaan dan usaha pemanfaatan hutan berdasarkan potensi hutannya.

Siti menambahkan, peningkatan ekonomi masyarakat yang mengelola perhutanan sosial turut berdampak terhadap desa dan skala regional.

Di tataran desa, indikator yang dapat termati adalah melalui Indeks Desa Mandiri (IDM).

Pada 2016, jumlah desa sangat tertinggal pada 2016 mencapai 2.193 desa. Pada 2023, jumlah desa sangat tertinggal turun drastis menjadi 189 desa.

Baca juga: Bagian dari Perhutanan Sosial, Program Hutan Pertamina Tanam Lebih dari 6 Juta Pohon

Untuk desa mandiri, dari 33 desa pada 2016, meningkat menjadi sebanyak 1.803
desa pada 2023.

"Beberapa kajian dampak perhutanan sosial juga telah dilakukan oleh berbagai pihak," ujar Siti.

Kajian-kajian tersebut menunjukan dampak perhutanan sosial terhadap berbagai aspek seperti peningkatan pendapatan, penyerapan tenaga kerja, dan peningkatan tutupan lahan.

Diti menuturkan, pada sisi ekologi, program perhutanan sosial harus menjadi salah satu pionir dalam memberikan teladan pengelolaan hutan yang baik.

Baca juga: Petani Penggarap di Blitar Tolak Skema Perhutanan Sosial, Tuntut Redistribusi Lahan

Hal tersebut dilakukan dalam rangka mengatasi ancaman global perubahan iklim, kehilangan keanekaragaman hayati, serta pencemaran lingkungan.

Kelompok perhutanan sosial juga harus melakukan upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim dengan kearifan lokal dan pengetahuan yang dimiliki.

"Dalam rangka mencegah emisi gas rumah kaca, perlindungan dan konservasi keanekaragaman hayati, penanaman pohonpohon pada areal kritis atau terbuka, serta pencegahan pencemaran lingkungan pada areal perhutanan sosial," tutur Siti.

Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Kementeterian LHK Mahfudz menuturkan ada lima komoditas unggulan dalam pengelolaan perhutanan sosial.

Kelima komoditas tersebut adalah kopi, madu, aren, kayu putih, dan tanaman pangan.

Baca juga: NTT Perkenalkan Sistem Informasi Pengelolaan Perhutanan Sosial

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Studi Sebut Bahasa Iklim PBB Kikis Kepercayaan Publik terhadap Sains
Studi Sebut Bahasa Iklim PBB Kikis Kepercayaan Publik terhadap Sains
Pemerintah
Lahan Pertanian Bisa Jadi Kunci Melawan Perubahan Iklim
Lahan Pertanian Bisa Jadi Kunci Melawan Perubahan Iklim
Pemerintah
494 Karton Udang PT Bahari Makmur Sejati Dimusnahkan Usai Terkontaminasi Cs-137
494 Karton Udang PT Bahari Makmur Sejati Dimusnahkan Usai Terkontaminasi Cs-137
Pemerintah
Pertamina Salurkan Bantuan untukUrban Farming dan Pengelolaan Sampah Senilai Rp 6,5 Miliar
Pertamina Salurkan Bantuan untukUrban Farming dan Pengelolaan Sampah Senilai Rp 6,5 Miliar
BUMN
Pengunjung Taman Mini Kini Bisa Tabung Kemasan Botol Sekali Pakai
Pengunjung Taman Mini Kini Bisa Tabung Kemasan Botol Sekali Pakai
Swasta
Studi Sebut Teknologi Digital Efektif Ajarkan Keberlanjutan Laut pada Generasi Muda
Studi Sebut Teknologi Digital Efektif Ajarkan Keberlanjutan Laut pada Generasi Muda
Pemerintah
Ancaman Baru, Perubahan Iklim Perluas Habitat Nyamuk Malaria
Ancaman Baru, Perubahan Iklim Perluas Habitat Nyamuk Malaria
Pemerintah
Ironis, Tembok Alami di Pesisir Selatan Jawa Kian Terkikis Tambang Pasir
Ironis, Tembok Alami di Pesisir Selatan Jawa Kian Terkikis Tambang Pasir
Pemerintah
Maybank Group Alokasikan Rp 322 Triliun untuk Pendanaan Berkelanjutan
Maybank Group Alokasikan Rp 322 Triliun untuk Pendanaan Berkelanjutan
Swasta
Sampah Campur dan Kondisi Geografis Bikin Biaya Daur Ulang di RI Membengkak
Sampah Campur dan Kondisi Geografis Bikin Biaya Daur Ulang di RI Membengkak
Swasta
Kemenperin Setop Insentif Impor EV CBU Demi Genjot Hilirisasi Nikel
Kemenperin Setop Insentif Impor EV CBU Demi Genjot Hilirisasi Nikel
Pemerintah
Tak Hanya EV, Sektor Metalurgi Hijau Bisa Dongkrak Hilirisasi Nikel
Tak Hanya EV, Sektor Metalurgi Hijau Bisa Dongkrak Hilirisasi Nikel
LSM/Figur
Studi: Masyarakat Salah Paham Tentang Dampak Lingkungan Makanan Sehari-hari
Studi: Masyarakat Salah Paham Tentang Dampak Lingkungan Makanan Sehari-hari
Pemerintah
Kisah Kakao Kampung Merasa di Berau, Dulu Dilarang Dimakan Kini Jadi Cuan
Kisah Kakao Kampung Merasa di Berau, Dulu Dilarang Dimakan Kini Jadi Cuan
Swasta
UNICEF Peringatkan Ada 600 Juta Anak Berpotensi Terpapar Kekerasan di Rumah
UNICEF Peringatkan Ada 600 Juta Anak Berpotensi Terpapar Kekerasan di Rumah
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Memuat pilihan harga...
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau