Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kontak Erat di Rumah Risiko Terbesar Penularan TBC pada Anak

Kompas.com - 21/06/2024, 10:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

KOMPAS.com - Kontak erat di lingkungan rumah merupakan faktor risiko paling kuat terhadap penularan tuberkulosis (TBC), terutama pada anak.

Dokter spesialis respirologi anak konsultan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Wahyuni Indawati menyampaikan, kontak erat tersebut bukan hanya mencakup tinggal serumah.

"Meski enggak tinggal serumah tapi sering ke rumah itu juga perlu ditanyakan jika melakukan investigasi terkait siapa yang jadi sumber penularan anak," kata Wahyuni dalam diskusi TBC pada anak sebagaimana dilansir Antara, Kamis (20/6/2024).

Baca juga: Kemenkes: Rokok Kontributor Terbesar Kasus TBC di Indonesia

Wahyuni mengatakan, penyakit TBC adalah penyakit infeksi oleh kuman mikroorganisme atau Mikrobakterium tuberculosis, yang umumnya menular melalui droplet atau percikan.

Pada penderita TBC aktif dapat menularkan ke lingkungannya melalui batuk, bersin, dan berbicara dan terhirup oleh orang di sekelilingnya termasuk anak-anak.

Sebanyak 90 persen kuman TBC akan masuk ke saluran napas dan akhirnya ke paru. Sehingga tidak menutup kuman TBC menular kepada anak yang sangat muda dengan daya tahan tubuh yang belum optimal.

"Kuman akan menyebar ke seluruh tubuh dan organ lain misalnya ke otak, ginjal, mata, tulang yang menimbulkan penyakit yang seringkali menimbulkan kecacatan atau bahkan kematian," kata Wahyuni.

Baca juga: TBC Tak Hanya Pengaruhi Kesehatan, Berdampak Psikologis hingga Ekonomi

Pengajar di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini mengatakan, seseorang yang berisiko menularkan kuman TBC di lingkungan rumah yang patut diwaspadai adalah yang dalam kurun waktu dua bulan masih menjalani pengobatan intensif.

Selain itu, yang perlu diwaspadai juga adalah mereka telah melakukan pemeriksaan dahak ada konfirmasi TBC sehingga risiko penularannya semakin tinggi.

Pada seseorang yang tidak memiliki gejala batuk namun ada bercak di paru saat rontgen juga patut dicurigai sebagai pembawa kuman TBC yang bisa menularkan sekitarnya.

Wahyuni menyarankan, jika ada salah satu anggota keluarga yang terdiagnosis menderita TBC aktif, harus segera lakukan skrining kepada seluruh anggota keluarga lainnya.

Baca juga: Pakar: RI Bisa Belajar dari India Tekan Kematian TBC

"Siapa yang terkena TBC, dalam hal ini bisa saja tertular TBC aktif bisa juga terpapar tapi nggak sakit atau TBC laten. Itu ditentukan apakah harus segera tindak lanjut apakah diobati, atau diberikan terapi pencegahan TBC supaya enggak jadi aktif," sarannya.

Adapun gejala TBC pada anak yang patut dicurigai setelah kontak dengan orang yang terdiagnosis TBC aktif adalah batuk yang tidak sembuh lebih dari dua pekan.

Gejala lain yang perlu diwaspadai adalah demam tidak tinggi selama dua pekan, penurunan berat badan, atau kesulitan menaikkan berat badan.

Baca juga: Studi: Infeksi TBC Berkaitan Peningkatan Risiko Berbagai Kanker

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Menteri LH Kritik Ekspansi Lahan Sawit yang Hilangkan Keanekaragaman Hayati
Menteri LH Kritik Ekspansi Lahan Sawit yang Hilangkan Keanekaragaman Hayati
Pemerintah
KLH Awasi 5 Perusahaan, Diduga Buang Limbah yang Cemari Sungai Brantas
KLH Awasi 5 Perusahaan, Diduga Buang Limbah yang Cemari Sungai Brantas
Pemerintah
Dinilai Tak Produktif, 78.550 Ha Tambak Udang di Pantura Bakal Diganti Budi Daya Tilapia
Dinilai Tak Produktif, 78.550 Ha Tambak Udang di Pantura Bakal Diganti Budi Daya Tilapia
Pemerintah
KKP Setop Kerja Sama dengan Vietnam Imbas Maraknya Penjualan Benih Lobster Ilegal
KKP Setop Kerja Sama dengan Vietnam Imbas Maraknya Penjualan Benih Lobster Ilegal
Pemerintah
Dampak Pemanasan Global, Turbulensi di Udara Makin Meningkat
Dampak Pemanasan Global, Turbulensi di Udara Makin Meningkat
Pemerintah
Deforestasi Renggut Nyawa 500.000 Orang dalam Dua Dekade Terakhir
Deforestasi Renggut Nyawa 500.000 Orang dalam Dua Dekade Terakhir
Pemerintah
Terapkan Pengelolaan Sampah Berkelanjutan, BCA Expo 2025 Pangkas Emisi Karbon 18,1 Ton
Terapkan Pengelolaan Sampah Berkelanjutan, BCA Expo 2025 Pangkas Emisi Karbon 18,1 Ton
Swasta
Cat Mobil Berperan dalam Pemanasan Kota, Kok Bisa?
Cat Mobil Berperan dalam Pemanasan Kota, Kok Bisa?
Pemerintah
Produksi Pangan Dunia Cukup, tapi Banyak yang Tak Sampai ke Masyarakat
Produksi Pangan Dunia Cukup, tapi Banyak yang Tak Sampai ke Masyarakat
LSM/Figur
99.032 Hektare Hutan dan Lahan Kebakaran, Terbanyak di NTT dan Sumut
99.032 Hektare Hutan dan Lahan Kebakaran, Terbanyak di NTT dan Sumut
Pemerintah
EFT sebagai Jalan Baru Menuju Keadilan Ekologis
EFT sebagai Jalan Baru Menuju Keadilan Ekologis
Advertorial
BMKG: Suhu Laut Lebih Hangat, Hujan Ekstrem Masih Bayangi Tahun 2025
BMKG: Suhu Laut Lebih Hangat, Hujan Ekstrem Masih Bayangi Tahun 2025
Pemerintah
KLH: Sumatera dan Kalimantan Masih Berisiko Tinggi Alami Karhutla
KLH: Sumatera dan Kalimantan Masih Berisiko Tinggi Alami Karhutla
Pemerintah
Nestapa Nelayan di 'Segitiga Bermuda-nya' Indonesia, Harga Ikan Anjlok, Hasil Tangkapan Dibuang
Nestapa Nelayan di "Segitiga Bermuda-nya" Indonesia, Harga Ikan Anjlok, Hasil Tangkapan Dibuang
LSM/Figur
Gajah Sumatera Mati di Aceh Timur, BKSDA Curigai Racun sebagai Sebab
Gajah Sumatera Mati di Aceh Timur, BKSDA Curigai Racun sebagai Sebab
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau