KOMPAS.com - Kontak erat di lingkungan rumah merupakan faktor risiko paling kuat terhadap penularan tuberkulosis (TBC), terutama pada anak.
Dokter spesialis respirologi anak konsultan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Wahyuni Indawati menyampaikan, kontak erat tersebut bukan hanya mencakup tinggal serumah.
"Meski enggak tinggal serumah tapi sering ke rumah itu juga perlu ditanyakan jika melakukan investigasi terkait siapa yang jadi sumber penularan anak," kata Wahyuni dalam diskusi TBC pada anak sebagaimana dilansir Antara, Kamis (20/6/2024).
Baca juga: Kemenkes: Rokok Kontributor Terbesar Kasus TBC di Indonesia
Wahyuni mengatakan, penyakit TBC adalah penyakit infeksi oleh kuman mikroorganisme atau Mikrobakterium tuberculosis, yang umumnya menular melalui droplet atau percikan.
Pada penderita TBC aktif dapat menularkan ke lingkungannya melalui batuk, bersin, dan berbicara dan terhirup oleh orang di sekelilingnya termasuk anak-anak.
Sebanyak 90 persen kuman TBC akan masuk ke saluran napas dan akhirnya ke paru. Sehingga tidak menutup kuman TBC menular kepada anak yang sangat muda dengan daya tahan tubuh yang belum optimal.
"Kuman akan menyebar ke seluruh tubuh dan organ lain misalnya ke otak, ginjal, mata, tulang yang menimbulkan penyakit yang seringkali menimbulkan kecacatan atau bahkan kematian," kata Wahyuni.
Baca juga: TBC Tak Hanya Pengaruhi Kesehatan, Berdampak Psikologis hingga Ekonomi
Pengajar di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini mengatakan, seseorang yang berisiko menularkan kuman TBC di lingkungan rumah yang patut diwaspadai adalah yang dalam kurun waktu dua bulan masih menjalani pengobatan intensif.
Selain itu, yang perlu diwaspadai juga adalah mereka telah melakukan pemeriksaan dahak ada konfirmasi TBC sehingga risiko penularannya semakin tinggi.
Pada seseorang yang tidak memiliki gejala batuk namun ada bercak di paru saat rontgen juga patut dicurigai sebagai pembawa kuman TBC yang bisa menularkan sekitarnya.
Wahyuni menyarankan, jika ada salah satu anggota keluarga yang terdiagnosis menderita TBC aktif, harus segera lakukan skrining kepada seluruh anggota keluarga lainnya.
Baca juga: Pakar: RI Bisa Belajar dari India Tekan Kematian TBC
"Siapa yang terkena TBC, dalam hal ini bisa saja tertular TBC aktif bisa juga terpapar tapi nggak sakit atau TBC laten. Itu ditentukan apakah harus segera tindak lanjut apakah diobati, atau diberikan terapi pencegahan TBC supaya enggak jadi aktif," sarannya.
Adapun gejala TBC pada anak yang patut dicurigai setelah kontak dengan orang yang terdiagnosis TBC aktif adalah batuk yang tidak sembuh lebih dari dua pekan.
Gejala lain yang perlu diwaspadai adalah demam tidak tinggi selama dua pekan, penurunan berat badan, atau kesulitan menaikkan berat badan.
Baca juga: Studi: Infeksi TBC Berkaitan Peningkatan Risiko Berbagai Kanker
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya