"Indigenous peoples are key stakeholders in sustainable development. Their rights, knowledge, and contributions must be recognized and protected to foster resilience and sustainability. Development that disregards their participation is not only unjust but ultimately unsustainable." - Victoria Tauli-Corpuz, dalam "UN Special Rapporteur on the Rights of Indigenous Peoples" (2016).
SEBAGAIMANA diungkapkan oleh Victoria Tauli-Corpuz dalam laporannya sebagai Pelapor Khusus PBB untuk Hak-Hak Masyarakat Adat (2016), masyarakat adat adalah pemangku kepentingan utama dalam pembangunan berkelanjutan.
Hak-hak, pengetahuan, dan kontribusi mereka harus diakui dan dilindungi untuk mendorong ketahanan dan keberlanjutan.
Pembangunan yang mengabaikan partisipasi mereka tidak hanya tidak adil, tetapi pada akhirnya tidak berkelanjutan.
Seperti yang terjadi dalam pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN), pembangunan ini berpotensi memunculkan sejumlah masalah serius dengan masyarakat hukum adat.
Proyek ini mengusik kehidupan masyarakat adat dan mengancam mengusir mereka dari tanah leluhur yang secara teritorial sudah terikat dengan ikatan magis-religius.
Mengusir mereka adalah kejahatan nyata yang melanggar hak asasi manusia, tindakan yang tidak seharusnya dilakukan oleh negara yang menghormati nilai-nilai kemanusiaan.
Pembangunan IKN telah meninggalkan banyak polemik bagi masyarakat adat di sekitarnya. Sebagaimana publikasi Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) yang mencatat bahwa masyarakat adat Maridan, Balik Sepaku, Bakau Lemit, dan Balik Pemaluan terancam kehilangan tanah leluhur mereka.
Masyarakat Maridan khawatir bahwa makam-makam tua leluhur mereka akan hancur seiring dengan pembangunan IKN.
Selain itu, situs ritual adat di komunitas Masyarakat Adat Balik Sepaku, seperti Batu Tukar Nondoi dan Batu Badok, juga terancam punah.
Situs ritual adat Bakau Lemit yang berada di hutan mangrove wilayah adat Balik Pemaluan sangat disakralkan dan tidak boleh diganggu karena merupakan bagian dari kepercayaan Suku Balik terhadap leluhur mereka.
Kehilangan tempat-tempat ritual ini akan memutus ikatan spiritual yang telah terjalin selama berabad-abad dan menghancurkan warisan budaya yang sangat berharga.
Secara historis, Suku Balik telah mendiami wilayah adat mereka jauh sebelum adanya sistem kerajaan dan Republik Indonesia. Kehadiran mereka yang telah berlangsung selama berabad-abad menunjukkan betapa mendalamnya hubungan mereka dengan tanah leluhur mereka.
Mengusir dari tanah tersebut sama saja dengan menghapus bagian penting dari identitas dan sejarah mereka. Lebih jauh, hal tersebut juga menghapus sejarah bangsa yang sejak dahulu dikenal sebagai negara yang berdiri di atas kaki banyak suku dan budaya.
Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) harus mempertimbangkan dan melindungi hak-hak masyarakat adat.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya