Di Indonesia, layanan pengembangan dan pendidikan anak usia dini terus dijalankan oleh pemerintah.
Bila dilihat dari sisi cakupan layanan yang menjangkau jumlah anak di bawah tiga tahun, maka tiga program pemerintah yang paling besar adalah Posyandu, BKB dan KB/TPA.
Menurut Eddy, agar program-program tersebut bisa berjalan lebih maksimal, ada beberapa hal yang perlu dilakukan.
Baca juga: Ini Anjuran Pemberian Obat TBC pada Anak Menurut Dokter
Pertama, program-program layanan pengembangan dan pendidikan anak usia dini perlu dikembangkan menjadi program yang lebih terintegrasi dan terstruktur.
Misalnya layanan BKB dapat dilakukan bersamaan dengan layanan Posyandu. Orangtua yang bisa belajar tentang pengasuhan dan anak bisa mendapatkan stimulasi sambil bermain selama menunggu giliran untuk penimbangan.
Sebaliknya, anak yang dideteksi mengalami keterlambatan perkembangan dapat dirujuk ke layanan konseling kesehatan dan gizi. Dengan demikian keluarga dengan anak usia dini bisa mendapatkan layanan kesehatan, gizi dan stimulasi di hari yang sama.
BKKBN mengelola perekrutan, pelatihan, distribusi alat dan mainan, pemantauan dan evaluasi, dokumentasi, hingga peningkatan keterampilan para kader BKB.
Sementara Kementerian Kesehatan akan terus fokus melakukan hal yang sama untuk aspek kesehatan dan gizi kepada para kader Posyandu.
Koordinasi yang baik, termasuk berbagi informasi dan pembelajaran silang, akan berdampak positif bagi tumbuh kembang anak dan kesejahteraan keluarganya.
“Poin kuncinya di sini adalah koordinasi lintas sektor dan bekerjasama untuk kepentingan anak dan keluarganya,” lanjut Eddy.
Kedua, memperkuat berbagai sisi yang terlibat dalam implementasi program pengembangan anak usia dini.
Dari sisi penyediaan perlu adanya penguatan peraturan yang cukup dan jelas, alokasi anggaran yang memadai, dan insentif yang sesuai untuk pekerja garis depan.
Sementara itu dari sisi permintaan (demand), masyarakat terutama orang tua perlu terus diedukasi guna meningkatkan kesadaran mengenai pentingnya untuk mendapatkan layanan kesehatan, gizi dan stimulasi terutama pada usia 0-3 tahun.
Baca juga: Kontak Erat di Rumah Risiko Terbesar Penularan TBC pada Anak
Dengan cara ini, diharapkan masyarakat bisa secara rutin menghadiri kegiatan layanan, dan bila perlu menindaklanjuti rujukan, dan meningkatkan praktik pengasuhan di rumah.
Ketiga adalah penting adalah koordinasi program yang lebih baik di tingkat nasional dan sub nasional.
Menurut Eddy, negara-negara yang memiliki kondisi sosial dan budaya serta kemampuan adopsi teknologi yang beragam, tidak bisa menerapkan “one size fits all” atau satu ukuran cocok untuk semua.
Para pemangku kepentingan perlu menyiapkan sejumlah model pelaksanaan layanan yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masing-masing daerah.
“Faktor yang tidak kalah pentingnya adalah melibatkan masyarakat sejak awal dan memantau serta mempelajari proses dan dampaknya, sehingga kita dapat terus menyempurnakan model dan mendiseminasikannya,” tuntas Eddy.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya