Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Adopsi Teknologi Jepang, BMKG Bisa Deteksi Gempa dalam 20 Detik

Kompas.com - 12/07/2024, 12:00 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) tengah mengadopsi teknologi pendeteksi gempa yang digunakan Jepang. Alat ini diupayakan bisa diimplementasi dalam 2-3 tahun mendatang. 

Kepala Bidang Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami (IGT) BMKG Wijayanto menjelaskan, Jepang memiliki sistem Earthquake Early Warning (EEW). Sistem Earthquake Early Warning (EEW) dapat menginformasikan terjadinya gempa bumi kurang dari 20 detik. 

"Earthquake Early Warning (EEW) secepat mungkin menginformasikan ke masyarakat shaking-nya, dampak goncangannya. Jadi di Jepang itu sudah bisa menginfokan kurang dari 20 detik, antara 10-20 detik, langsung diinfokan," ujar Wijayanto saat jumpa media di kantor BMKG, Jakarta, Kamis (11/7/2024). 

Baca juga: Perlu Lembaga Khusus Tangani Bangunan untuk Antisipasi Gempa dan Longsor

Menurutnya, BMKG saat ini tengah mengembangkan teknologi tersebut. Namun, perlu serangkaian proses sebelum benar-benar menggunakan sistem tersebut. 

"Kita dari Indonesia sedang mengembangkan sistem itu, kami banyak mengadopsi dari Jepang (dan) dari Taiwan juga sudah sangat maju. Mudah-mudahan akan segera terealisasi, kami sedang berproses sekarang. Kami sedang dalam pengembangan, mudah-mudahan dalam 2-3 tahun ini bisa," paparnya. 

Bukan prediksi gempa

Dia pun meluruskan informasi yang beredar, bahwa teknologi secanggih apapun belum ada yang dapat memprediksi kapan terjadinya gempa bumi.

Menurutnya, belum ada teknologi yang dapat memperkirakan gempa hingga susunan satuan atau orde hari dan jam, termasuk Jepang. 

"Belum ada teknologi untuk memprediksi gempa. Kalau dalam setahun, akan ada gempa 6 di sini, bisa kita prediksi, atau dalam waktu bulan, kita bisa. Tapi sampai orde hari bahkan jam, sampai saat ini belum ada. Jepang pun belum bisa," terang Wijayanto. 

 

Ilustrasi gempaSHUTTERSTOCK/ANDREY VP Ilustrasi gempa

 Adapun sistem EEW bekerja dengan menginformasikan kejadian gempa lebih cepat, yakni kurang dari 20 detik, sehingga mitigasinya bisa lebih maksimal.

Sehingga, EEW diakui sangat berguna untuk dapat menyelamatkan area yang lebih jauh dengan cara lebih cepat.

Baca juga: Inovasi Teknologi Anti-Gempa Jalan Tol Trans-Sumatera

"Contoh men-shutdown (mematikan) sistem kereta cepat, menginfokan ke daerah-daerah fasilitas yang kritis misal daerah industri, reaktor nuklir, itu akan cepat. Jadi tidak menunggu info dari parameter gempanya," papar Wijayanto.

Indonesia juga telah melakukan peningkatan dalam hal waktu deteksi gempa. Dulu, informasi gempa atau peringatan bencana disebarkan dalam waktu 5 menit, kini bisa dipangkas menjadi 2-3 menit.

Kendala pada jumlah sensor

Untuk terus meningkatkan peringatan bencana seperti gempa bumi, Wijayanto menyebut pihaknya tengah mengadopsi sistem yang dimiliki Jepang dan Taiwan.

"Tahun ini sudah, kami sedang proses tes, hasilnya juga lumayan bagus," ujarnya.

Kendati demikian, masih terdapat kendala yakni jumlah sensor yang terbatas. Jika Jepang memiliki 3.000 lebih sensor di negaranya, Indonesia baru memiliki 500 sensor, padahal memiliki wilayah yang jauh lebih luas. 

Sensor-sensor tersebut dapat mendeteksi parameter gempa, termasuk posisi, kedalaman, waktu, hingga menit. Oleh karena itu, sensor berperan penting terkait sistem informasi peringatan bencana.

"Kendala di kita itu jumlah sensor kita masih terbatas, hanya 500 titik. Makanya perlu kita kolaborasi dengan universitas dan pemerintah daerah," pungkas Wijayanto.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Masuk 500 Besar Perusahaan Terbaik Versi TIME, Intip Strategi ESG Astra

Masuk 500 Besar Perusahaan Terbaik Versi TIME, Intip Strategi ESG Astra

Swasta
Wanagama Nusantara Jadi Pusat Edukasi dan Konservasi Lingkungan di IKN

Wanagama Nusantara Jadi Pusat Edukasi dan Konservasi Lingkungan di IKN

Pemerintah
20 Perusahaan Global Paling 'Sustain' Versi Majalah TIME, Siapa 20 Teratas?

20 Perusahaan Global Paling "Sustain" Versi Majalah TIME, Siapa 20 Teratas?

Swasta
Tanpa Turunnya Emisi, Populasi Dunia Hadapi Ancaman Cuaca Ekstrem

Tanpa Turunnya Emisi, Populasi Dunia Hadapi Ancaman Cuaca Ekstrem

LSM/Figur
Kerajinan Lontar Olahan Perempuan NTT Diakui di Kancah Global

Kerajinan Lontar Olahan Perempuan NTT Diakui di Kancah Global

LSM/Figur
Partisipasi dalam “Ayo Sehat Festival 2024”, Roche Indonesia Dorong Akses Pemeriksaan Diabetes Sejak Dini

Partisipasi dalam “Ayo Sehat Festival 2024”, Roche Indonesia Dorong Akses Pemeriksaan Diabetes Sejak Dini

Swasta
Penyaluran Pembiayaan Berkelanjutan Capai Rp 1.959 Triliun pada 2023

Penyaluran Pembiayaan Berkelanjutan Capai Rp 1.959 Triliun pada 2023

Pemerintah
Terobosan, Jet Tempur Inggris Pakai Bahan Bakar Berkelanjutan

Terobosan, Jet Tempur Inggris Pakai Bahan Bakar Berkelanjutan

Pemerintah
Pemenang SDG Pioneers 2024 dari Afrika: Kevin Getobai, Usung Peternakan Berkelanjutan

Pemenang SDG Pioneers 2024 dari Afrika: Kevin Getobai, Usung Peternakan Berkelanjutan

LSM/Figur
Den Haag Jadi Kota Pertama di Dunia yang Larang Iklan Energi Fosil

Den Haag Jadi Kota Pertama di Dunia yang Larang Iklan Energi Fosil

Pemerintah
 PUBG Mobile Ajak Jutaan Pemain Ikut Jaga Kelestarian Lingkungan lewat Kampanye Play For Green

PUBG Mobile Ajak Jutaan Pemain Ikut Jaga Kelestarian Lingkungan lewat Kampanye Play For Green

Swasta
Kontribusi Pembangunan Berkelanjutan, 12 Tokoh Bisnis Dunia Sabet SDG Pioneer 2024

Kontribusi Pembangunan Berkelanjutan, 12 Tokoh Bisnis Dunia Sabet SDG Pioneer 2024

Swasta
5 Perusahaan Indonesia Masuk 1.000 Terbaik Dunia Versi Majalah TIME, Ini Daftarnya

5 Perusahaan Indonesia Masuk 1.000 Terbaik Dunia Versi Majalah TIME, Ini Daftarnya

Swasta
Integrasi Kecerdasan Buatan, PLN NP Optimalkan Pembangkit EBT

Integrasi Kecerdasan Buatan, PLN NP Optimalkan Pembangkit EBT

BUMN
Separuh Penduduk Dunia Tak Punya Perlindungan Sosial di Tengah Krisis Iklim

Separuh Penduduk Dunia Tak Punya Perlindungan Sosial di Tengah Krisis Iklim

Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau