Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 22 Juli 2024, 11:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Limbah pertanian seperti sekam padi dan abu boiler kelapa sawit menjadi masalah lingkungan bila tidak diatasi dengan bijak.

Setiap tahun, Indonesia diprediksi menghasilkan lebih dari 10 juta ton sekam dari penggilingan padi dan 2 juta ton abu boiler dari pabrik pengolahan kelapa sawit.

Peneliti Pusat Riset Agroindustri (PRA) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Hoerudin mengatakan, untuk mengatasi masalah lingkungan, limbah tersebut sebetulnya bisa disulap menjadi produk biosilika yang bernilai ekonomi.

Baca juga: DLH Jakarta Gelar Festival Ekonomi Sirkular di Menteng, Edukasi Limbah

Hoerudin menunjukkan, sekam padi dan abu boiler kelapa sawit memiliki kandungan silika yang cukup tinggi masing-masing antara 15 sampai 20 persen dan 50 samapai 60 persen.

"Dari 5 ton panen padi per hektare dan 20 ton panen tandan buah sawit per hektare, masing-masing sekitar 230 kilogram (kg) dan 154 kg silika ikut terangkut bersama hasil panen. Silika yang terangkut tersebut setara dengan dosis pupuk makro, yang diberikan," jelas Hoerudin dalam webinar bertajuk Silika Biogenik dari Limbah Industri: From Ash to Cash, Jumat (19/7/2024) dikutip dari situs web BRIN.

Hoerudin menuturkan, PRA telah menghasilkan beberapa produk riset biosilika yaitu biosilika cair dan biosilika bubuk yang berbahan dasar sekam padi dan abu boiler kelapa sawit dalam bentuk nanopartikel.

Dia menambahkan, biosilika cair lebih efektif dalam pengaplikasiannya sebagai pupuk cair karena lebih mudah diserap tanaman.

Baca juga: Sektor Sampah dan Limbah Ditarget Nol Emisi pada 2050

"Saat ini produk biosilika cair telah diujicobakan di 22 provinsi di Indonesia untuk tanaman padi, bawang merah, dan tebu bekerja sama dengan instansi pemerintah, industriawan, dan kelompok tani," tutur Hoerudin.

Menurut Hoerudin, biosilika menyimpan potensi aplikasi yang cukup beragam.

Selain dijadikan pupuk, penggunaan biosilika juga dapat dimanfaatkan untuk tekstil fungsional dan mengurangi penggunaan krom pada proses penyamakan kulit.

Biosilika juga berpotensi diaplikasikan sebagai kandidat alternatif material graf pengganti tulang di bidang kedokteran gigi.

Baca juga: Peneliti UGM Kembangkan Pupuk dari Limbah PLTP Dieng

Hoerudin menambahkan, upaya pengembangan produksi biosilika dari sekam padi dan abu boiler kelapa sawit dapat menjadi produk alternatif yang lebih ramah lingkungan dibandingkan dari bahan tambang seperti pasir kuarsa, kuarsit, dan pelsfar.

Pasalnya, produk silika dari bahan tambang tidaklah terbarukan dan proses produksinya membutuhkan banyak energi.

Upaya tersebut juga dapat membantu Indonesia mengurangi impor silika komersial untuk kebutuhan berbagai industri yang tren nilai impornya terus meningkat, dari 56,3 juta dollar AS pada 2017 menjadi 81,99 juta dollar AS pada 2021.

Kepala Organisasi Riset Pertanian dan Pangan BRIN Puji Lestari mengungkapkan, kelapa sawit dan padi adalah tanaman silica accumulator.

Baca juga: Jepang Dukung Jabar dalam Pengelolaan Limbah, Siapkan TPPAS

Tanaman yang masuk kategori ini banyak membutuhkan, menyerap, dan mengandung silika. Jika produksinya meningkat, maka limbah argoindustri dari komoditas tersebut pun meningkat.

Sehingga, tanaman tersebut perlu diolah menjadi produk bernilai ekonomi, sekaligus mengurangi potensi masalah lingkungan dan sosial akibat penumpukan limbah yang tidak termanfaatkan.

"BRIN melalui PRA telah dan terus mengembangkan riset produksi biosilika dari berbagai jenis limbah agroindustri, seperti sekam padi, abu boiler kelapa sawit, abu ketel pabrik gula tebu, dan tongkol jagung," tutur Puji.

Dia menambahkan, BRIN juga sudah menjalin kerja sama dengan beberapa industri untuk pengembangan produk pupuk cair dan sol karet ramah lingkungan berbahan biosilika.

"Kerja sama yang dilakukan mulai dari tahapan riset hingga komersialisasinya," ujar Puji.

Baca juga: Indonesia Olah Limbah, Komitmen Keberlanjutan Lingkungan

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
Pemerintah
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Pemerintah
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Pemerintah
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Swasta
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Swasta
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Pemerintah
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
LSM/Figur
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Swasta
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
Pemerintah
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Pemerintah
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
BUMN
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
LSM/Figur
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Pemerintah
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Pemerintah
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau