KOMPAS.com - UNIDO (United Nations Industrial Development Organization) menggelar "Exchange Programme on Waste Heat Recovery between Indonesia and China" yang berlangsung di Jakarta pada 29-31 Juli 2024.
UNIDO menggandeng Kementerian Perindustrian Republik Indonesia, Asosiasi Semen Indonesia (ASI), dan Kementerian Perindustrian dan Perdagangan Tiongkok dalam kegiatan yang menjadi wadah kedua negara berbagi pengetahuan dan praktik baik industri semen berkelanjutan.
Dengan produksi semen mencapai 64-66 juta ton per tahun, Indonesia menempati posisi keenam sebagai produsen semen terbesar dunia.
Tingginya permintaan semen untuk pembangunan infrastruktur mendorong kebutuhan akan solusi industri semen yang lebih efisien dan ramah lingkungan. Industri semen di Indonesia dalam hal ini memiliki potensi besar melakukan menghemat energi.
Teknologi pemulihan panas limbah yang dikembangkan China akan menjadi fokus utama dalam kegiatan ini. Teknologi ini dapat membantu mengurangi konsumsi energi dalam proses produksi semen dan mengurangi emisi gas rumah kaca.
Selain itu, kerjasama ini juga akan membahas kebijakan dan regulasi yang mendukung pengembangan teknologi hemat energi di kedua negara.
Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI), Andi Rizaldi, menyampaikan industri semen menjadi salah satu dari sembilan industri yang secara khusus didorong untuk menekan emisi karbon dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan.
Dia mengatakan, industri semen di Indonesia perlu meningkatkan efisiensi energi dan mengurangi limbah industri serta dapat saling bertukar pengetahuan dengan China, baik sebagai mitra industri maupun dalam pengelolaan yang efisien dan ramah lingkungan.
“Kita bisa bertukar pikiran dengan industri di China, termasuk berkolaborasi dalam menurunkan limbah,” kata Andi.
"Kita berterima kasih kepada ASI dan juga UNIDO yang menggelar kegiatan Exchange Programme on Waste Heat Recovery between Indonesia and China," ungkap Andi memberikan apresiasi.
Industrial Development Officer UNIDO, Yunrui Zhou menegaskan, pihaknya terus mempromosikan industri berkelanjutan dengan membangun kolaborasi antar pemangku kepentingan, termasuk di industri semen.
"Dalam kesempatan ini, kita saling bertukar teknologi, kebijakan, serta praktik baik dalam penanganan limbah di industri semen. Dalam kolaborasi ini kita berharap di tahap awal ini dapat mempromosikan transfer teknologi pengolahan kembali limbah di industri semen," ujar Yunrui Zhou.
Yunrui menjelaskan, China memiliki industri semen yang unggul dan hemat energi. Selama ini, sektor semen dinilai masih sangat boros bahan dan energi.
Dari sisi proses produksi, jelas Yunrui, panas buangan dapat diakumulasikan dan digunakan kembali dalam produksi berikutnya sehingga biaya penanganan limbah dan biaya energi untuk produksi semen dapat semakin efisien.
Sedangkan dari sisi pembuangan, limbah dapat diubah dari bahan buangan menjadi sumber daya berguna yang disebut AFR atau bahan bakar dan bahan baku alternatif yang dikenal sebagai bahan bakar padat yang dipulihkan.
Material ini memungkinkan digunakan untuk mengganti bahan bakar primer yang selama ini digunakan dan masih berbasis fosil baik batu bara, gas, maupun petroleum coke.
Tantangan terbesar, lanjut Yunrui, adalah pentingnya membangun pola pikir dan keberpihakan bahwa pengelolaan industri semen yang berkelanjutan merupakan investasi masa depan.
"Ini adalah langkah awal yang baik dengan menggandeng berbagai pemangku kepentingan baik dari akademisi, pembuat kebijakan, serta sektor swasta untuk mencari solusi bersama untuk ekonomi berkelanjutan," pungkasnya.
Dalam kesempatan sama, Ketua Asosiasi Semen Indonesia (ASI), Lilik Unggul Raharjo menyambut positif program pertukaran pengetahuan dan praktik baik ini karena sesuai dengan visi misi asosiasi terkait dekarbonisasi.
Dia mengungkapnkan, ada sejumlah inisiatif telah dilakukan sebagai upaya dekarbonisasi yang dilakukan ASI, yakni meningkatkan efisiensi pemakaian energi, memproduksi semen ramah lingkungan, mengubah penggunaan bahan bakar fosil ke energi alternatif.
“Saat ini, kami telah memiliki peta jalan dan jika dibandingkan 2010, kita sudah mengalami penurunan emisi dari 730 CO per kilogram turun sekaran menjadi 620 CO per kilogram,” ungkap Lilik.
Tantangan yang perlu dihadapi industri semen diantaranya investasi pada bidang teknologi karena harus melakukan penyesuaian pada penggunaan bahan bakar alternatif, kebijakan dari pemerintah yang perlu disinkronkan penggunaan bahan bakar alternatif dan kemudahan perizinan, hingga kesulitan mendapatkan bahan bakar alternatif di sejumlah daerah.
“Kami berharap ada insentif, sehingga pabrik semen mendapatkan kemudahan dalam memodifikasi peralatan,” harap Lilik.
Baca juga: Usung Pariwisata Berkelanjutan, Kota Ini Tawarkan Berbagai Fasilitas bagi Turis
Lilik menyampaikan, saat ini 70 persen semen yang beredar di Indonesia sudah termasuk semen ramah lingkungan.
"Namun penerapannya belum semua pekerjaan konstruksi belum menggunakan semen yang ramah lingkungan. Untuk itu, dia berharap perlu adanya kebijakan yang mendorong penggunaan semen ramah lingkungan," harap Lilik.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya