Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Balkon Surya: Tren Teknologi Rumah yang Booming di Jerman

Kompas.com - 11/08/2024, 12:52 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

 

KOMPAS.com - Balkon bertenaga surya kini tengah populer di Jerman. Lebih dari 500.000 sistem surya plug-in telah dipasang di negara ini, dengan banyak dari mereka terpasang di balkon rumah.

Data terbaru menunjukkan tambahan 220.000 perangkat PV dipasang pada paruh pertama tahun 2024.

Menurut seorang pakar, tren balkon tenaga surya ini muncul berkat "budaya energi surya yang sangat kuat" di Jerman. Sementara itu, penasihat kebijakan di asosiasi SolarPower Europe, Jan Osenberg, menjelaskan bahwa balkon surya merupakan bagian dari transisi energi yang lebih luas di Eropa.

Baca juga: Investor China Mau Bangun Pabrik Solar Cell di Indonesia

"Kami melihatnya sebagai bagian dari pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap, tetapi juga sebagai sesuatu yang berbeda," kata Jan Osenberg, dikutip dari Euronews Green, Minggu (11/8/2024). 

"Pada dasarnya, kami melihatnya sebagai tren untuk menggunakan semua infrastruktur buatan yang memungkinkan untuk pembangkitan tenaga surya," imbuhnya. 

Berbagai infrastruktur seperti rel kereta api, jalan tol, tempat parkir mobil, atap mobil, hingga fasad bangunan kini mendapatkan pembaruan dengan energi surya.

Perbedaan dan kemudahan instalasi balkon tenaga surya

Perbedaan utama antara balkon tenaga surya dan PLTS atap adalah ukuran sistemnya yang lebih kecil. Teknologi ini umumnya terdiri dari satu atau dua panel yang dicolokkan ke soket listrik.

Balkon surya hanya menghasilkan sekitar 10 persen dari energi yang dihasilkan sistem PLTS atap rumah.

Di Jerman, diperkirakan ada sekitar 200 MW kapasitas balkon surya dibandingkan dengan 16 GW dari sektor atap rumah.

Dari sudut pandang konsumen, balkon PV jauh lebih mudah dipasang. Peralatan bisa dibeli secara daring, tanpa perlu bantuan dari teknisi atau tukang listrik. Berbeda dengan pemasangan di atap, yang perlu pemasang bersertifikat untuk menghindari risiko kebakaran dan kerusakan pada bangunan.

Baca juga: Kembangkan Kulit Buah Jadi Teknologi Nano Solar Cell, Brian Yuliarto Raih Guru Besar ITB

Secara singkatnya, panel-panel ini dipasang pada struktur pemasangan dan dihubungkan melalui kabel ke inverter yang mengubah listrik dari DC ke AC, lalu masuk ke soket melalui steker biasa.

Siapa yang bisa memanfaatkan balkon tenaga surya?

Juru bicara produsen Jerman Meyer Burger mengatakan, balkon tenaga surya di Jerman cocok bagi masyarakat yang tidak bisa memasang tenaga surya di atap, karena kendala tertentu. 

"Balkon tenaga surya memberikan kesempatan bagi orang-orang yang sebelumnya tidak dapat memanfaatkan energi surya," kata dia. 

Bahkan, balkon tenaga surya ini memungkinkan mereka untuk menghasilkan listrik sendiri dan mengurangi tagihan listrik.

Adapun Jerman adalah salah satu negara pertama yang berinvestasi dalam teknologi surya dan kini memproduksi listrik terbanyak dari tenaga surya di Eropa. 

Dukungan dan insentif dari Jerman

Jerman merupakan negara yang memimpin dalam teknologi surya atap pada tahun 2000-an. Pemerintah mendorong masyarakat dengan memberikan tarif feed-in, yaitu harga tetap untuk setiap unit listrik yang disalurkan ke jaringan. 

“Langkah-langkah seperti penghapusan PPN berkontribusi pada popularitas balkon tenaga surya," kata juru bicara Meyer Burger.

Subsidi juga tersedia di tingkat regional, dengan hingga €500 (sekitar Rp 8 juta) ditawarkan di Berlin, yang dapat menutupi separuh biaya peralatan.

Baca juga: Atasi Kekeringan, Petani Purworejo Manfaatkan Pompa Air Tenaga Surya

Teknologi ini membayar sendiri setelah sekitar tiga tahun, dan dengan umur sekitar 20 tahun, tenaga surya adalah investasi yang menjanjikan bagi warga.

Sejak sistem pendaftaran disederhanakan pada April lalu, regulator listrik Bundesnetzagentur mengharapkan jumlah instalasi surya meningkat secara signifikan tahun ini.

Dengan berbagai keuntungan dan dukungan dari pemerintah, balkon tenaga surya menjadi pilihan menarik bagi banyak orang yang ingin berkontribusi pada transisi energi dan mengurangi biaya listrik mereka.

 

https://www.euronews.com/green/2024/07/23/solar-balconies-are-booming-in-germany-heres-what-you-need-to-know-about-the-popular-home- 

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Walhi: Drainase Buruk dan Pembangunan Salah Picu Banjir Jambi

Walhi: Drainase Buruk dan Pembangunan Salah Picu Banjir Jambi

LSM/Figur
Uni Eropa Beri Produsen Mobil Kelonggaran untuk Penuhi Aturan Emisi

Uni Eropa Beri Produsen Mobil Kelonggaran untuk Penuhi Aturan Emisi

Pemerintah
Finlandia Tutup PLTU Batu Bara Terakhirnya

Finlandia Tutup PLTU Batu Bara Terakhirnya

Pemerintah
China Berencana Bangun PLTS di Luar Angkasa, Bisa Terus Panen Energi Matahari

China Berencana Bangun PLTS di Luar Angkasa, Bisa Terus Panen Energi Matahari

Pemerintah
AS Pertimbangkan Tambang Laut Dalam untuk Cari Nikel dan Lawan China

AS Pertimbangkan Tambang Laut Dalam untuk Cari Nikel dan Lawan China

Pemerintah
LPEM UI: Penyitaan dan Penyegelan akan Rusak Tata Kelola Sawit RI

LPEM UI: Penyitaan dan Penyegelan akan Rusak Tata Kelola Sawit RI

Pemerintah
Jaga Iklim Investasi, LPEM FEB UI Tekankan Pentingnya Penataan Sawit yang Baik

Jaga Iklim Investasi, LPEM FEB UI Tekankan Pentingnya Penataan Sawit yang Baik

Pemerintah
Reklamasi: Permintaan Maaf yang Nyata kepada Alam

Reklamasi: Permintaan Maaf yang Nyata kepada Alam

LSM/Figur
Dampak Ekonomi Perubahan Iklim, Dunia Bisa Kehilangan 40 Persen GDP

Dampak Ekonomi Perubahan Iklim, Dunia Bisa Kehilangan 40 Persen GDP

LSM/Figur
Studi: Mikroplastik Ancam Ketahanan Pangan Global

Studi: Mikroplastik Ancam Ketahanan Pangan Global

LSM/Figur
Kebijakan Tak Berwawasan Lingkungan Trump Bisa Bikin AS Kembali ke Era Hujan Asam

Kebijakan Tak Berwawasan Lingkungan Trump Bisa Bikin AS Kembali ke Era Hujan Asam

Pemerintah
Nelayan di Nusa Tenggara Pakai “Cold Storage” Bertenaga Surya

Nelayan di Nusa Tenggara Pakai “Cold Storage” Bertenaga Surya

LSM/Figur
Pakar Pertanian UGM Sebut Pemanasan Global Ancam Ketahanan Pangan Indonesia

Pakar Pertanian UGM Sebut Pemanasan Global Ancam Ketahanan Pangan Indonesia

LSM/Figur
3 Akibat dari Perayaan Lebaran yang Tidak Ramah Lingkungan

3 Akibat dari Perayaan Lebaran yang Tidak Ramah Lingkungan

LSM/Figur
1.620 Km Garis Pantai Greenland Tersingkap karena Perubahan Iklim, Lebih Panjang dari Jalur Pantura

1.620 Km Garis Pantai Greenland Tersingkap karena Perubahan Iklim, Lebih Panjang dari Jalur Pantura

LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau