Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KLHK dan APP Group Dorong Pemanfaatan Hutan dan Lahan Gambut Berkelanjutan

Kompas.com, 11 Agustus 2024, 18:21 WIB
Yohanes Enggar Harususilo

Penulis

KOMPAS.com - Kebakaran lahan gambut, terutama yang terjadi pada tahun 2015-2016, menjadi pelajaran berharga bagi Indonesia. Asap tebal menyelimuti wilayah yang luas hingga ke negara tetangga, menjadi bukti nyata betapa dahsyat dampak kebakaran lahan gambut.

Mohammad Noor Andi Kusumah, Direktur Pengendalian Kerusakan Ekosistem Gambut (PKEG) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), menekankan pentingnya kolaborasi dalam mencegah terulangnya bencana serupa.

"Sekitar 2,6 juta hektare lahan terbakar, kurang lebih hampir 900 ribu hektare atau 1 juta hektare itu di gambut dan efeknya Bapak Ibu sekalian efeknya adalah kita menjadi pengekspor," ungkap Andi di Festival LIKE 2 yang diselenggarakan di JCC Senayan, Jakarta.

"Kalau ekspor produk yang unggul nggak masalah tapi itu ekspor asap ke negara tetangga yang protes dia negara tetangga," lanjut Andi.

Andi menjelaskan, lahan gambut ibarat spons raksasa yang menyimpan sejumlah besar air. Namun, saat musim kemarau tiba, kandungan air dalam gambut menguap, membuatnya sangat mudah terbakar.

"Gambut terbentuk dari sisa-sisa tumbuhan yang membusuk selama ribuan tahun. Ketika kering, gambut mengandung banyak gas metan yang sangat mudah terbakar," jelasnya.

Kebakaran lahan gambut tidak hanya menimbulkan masalah lingkungan, tetapi juga berdampak buruk pada kesehatan masyarakat dan perekonomian.

Asap tebal yang dihasilkan dapat menyebabkan berbagai penyakit pernapasan, mengganggu aktivitas sehari-hari, dan merusak tanaman pertanian. Selain itu, kebakaran lahan gambut juga melepaskan sejumlah besar karbon dioksida ke atmosfer, memperparah perubahan iklim.

Untuk mencegah terulangnya bencana kebakaran lahan gambut, diperlukan upaya kolaborasi dari berbagai pihak, mulai dari pemerintah, masyarakat, hingga dunia usaha. Setiap individu memiliki peran penting dalam menjaga kelestarian lahan gambut.

"Kita harus mengubah pola pikir kita tentang lahan gambut. Lahan gambut bukan hanya sekadar tanah, tetapi merupakan ekosistem yang sangat penting bagi kehidupan," tegas Andi.

Rehabilitasi hutan hingga konservasi satwa

Terakit hal itu, Deputy Director of Corporate Strategy & Relations APP Group, Iwan Setiawan menjelaskan, pengelolaan hutan yang dilakukan APP Group tidak hanya bertujuan melindungi ekosistem, tetapi juga memastikan semua kegiatan operasional selaras dengan prinsip keberlanjutan dan mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).

"Program Integrated Forest Management Plan dan Peatland Management adalah bentuk komitmen kami untuk tidak hanya menjaga hutan alam yang masih ada, tetapi juga untuk mengelola lahan gambut dengan sangat hati-hati, mengikuti semua peraturan yang ada," jelas Iwan.

"Kami juga berkomitmen untuk memastikan bahwa seluruh rantai pasokan global kami berasal dari hutan tanaman yang dikelola secara berkelanjutan. Dengan demikian, produk-produk kami tidak ada yang berasal dari kayu hutan alam, sejalan dengan kebijakan global kami untuk mendukung konservasi hutan dan mengurangi emisi karbon," imbuhnya.

"Sebelum melaksanakan operasional, kami selalu melakukan studi awal untuk memastikan bahwa bisnis kami dapat berjalan selaras dengan kelestarian hutan. Ini termasuk perlindungan terhadap habitat penting, aliran sungai, serta situs-situs yang menjadi sumber daya alam bagi masyarakat lokal," paparnya.

Selain itu, APP Group juga terlibat dalam rehabilitasi hutan, monitoring regenerasi alami, dan bekerja sama dengan balai konservasi untuk melindungi spesies penting seperti harimau, orangutan, dan gajah.

Baca juga: Peringati Hari Hutan Indonesia, Persemaian Bibit Hasil Urun Dana Diresmikan

Upaya ini merupakan bagian dari komitmen kami terhadap keberlanjutan jangka panjang.

Untuk pencegahan kebakaran hutan dan lahan, APP Group telah membentuk tim khusus yang bertugas untuk mengawasi, mencegah, dan menanggulangi kebakaran, serta menginisiasi program Desa Makmur Peduli Api yang melibatkan masyarakat dalam pencegahan kebakaran sekaligus meningkatkan kesejahteraan ekonomi mereka.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Tren Global Rendah Emisi, Indonesia Bisa Kalah Saing Jika Tak Segera Pensiunkan PLTU
Tren Global Rendah Emisi, Indonesia Bisa Kalah Saing Jika Tak Segera Pensiunkan PLTU
LSM/Figur
JSI Hadirkan Ruang Publik Hijau untuk Kampanye Anti Kekerasan Berbasis Gender
JSI Hadirkan Ruang Publik Hijau untuk Kampanye Anti Kekerasan Berbasis Gender
Swasta
Dampak Panas Ekstrem di Tempat Kerja, Tak Hanya Bikin Produktivitas Turun
Dampak Panas Ekstrem di Tempat Kerja, Tak Hanya Bikin Produktivitas Turun
Pemerintah
BMW Tetapkan Target Iklim Baru untuk 2035
BMW Tetapkan Target Iklim Baru untuk 2035
Pemerintah
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
LSM/Figur
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Pemerintah
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Pemerintah
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Pemerintah
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Pemerintah
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
BUMN
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Pemerintah
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
LSM/Figur
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Pemerintah
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Pemerintah
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau