Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Pramono Dwi Susetyo
Pensiunan

Pemerhati masalah kehutanan; penulis buku

Ekosistem Gambut dan Mangrove Indonesia dalam Konstelasi Pemanasan Global

Kompas.com - 12/08/2024, 12:49 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Risiko ini dapat dikurangi melalui perlindungan proaktif dan manajemen adaptif. Dalam pemetaan ini, 23 persen karbon yang tidak dapat dipulihkan berada dalam kawasan lindung dan 33,6 persen dikelola masyarakat adat serta komunitas lokal.

Indonesia bisa mengehemat miliaran dollar AS jika bisa menjaga dan memulihkan lahan gambutnya. Selain itu, upaya ini dapat mengurangi emisi gas rumah kaca dan mencegah 12.000 kematian dini.

Hasil kajian para peneliti dari University of Leeds ini diterbitkan dalam jurnal Nature Communications pada Kamis (2/12/2021). Hasil riset ini diperoleh dengan menganalisis data emisi kebakaran dan tutupan lahan berbasis model satelit.

Peneliti menemukan bahwa restorasi lahan gambut dapat menghasilkan penghematan ekonomi sebesar 8,4 miliar dollar AS untuk kurun waktu 2004-2015.

Saat ini pemerintah Indonesia berkomitmen merestorasi 2,5 juta hektare lahan gambut yang rusak dengan proyeksi biaya 3,2 - 7 miliar dollar AS. Biaya ini jauh lebih kecil dibandingkan dampak kerugian kebakaran hutan dan lahan tahun 2015 di Indonesia yang mencapai 28 miliar dollar AS.

Studi tersebut menyatakan, jika restorasi telah selesai, area yang rusak karena terbakar pada tahun 2015 akan berkurang sebesar 6 persen, mengurangi emisi Co2 sebesar 18 persen, dan emisi partikel halus(PM2.5)- yang dapat menembus jauh kedalam paru-paru- sebesar 24 persen sehingga bisa mencegah 12.000 kematian dini.

Laura Kiely, peneliti di University of Leeds, mengatakan bahwa terdapat banyak manfaat restorasi gambut dari manfaat lokal berupa berkurangnya kerugian properti, manfaat regional untuk kualitas udara dan kesehatan masyarakat, hingga global dari pengurangan emisi CO2.

Sebaliknya, kerusakan lahan gambut dapat memicu kebakaran, merusak lahan pertanian serta menggangu transportasi, pariwisata dan perdagangan. Kebakaran juga menghasilkan emisi Co2 yang besar.

Studi ini juga menyoroti pentingnya jumlah luas lahan yang direstorasi dan di mana restorasi terjadi. Disebutkan restorasi harus ditargetkan di area yang telah terbukti paling rentan terhadap kebakaran di masa lalu.

Lahan gambut di Indonesia menyimpan sekitar 57 gigaston karbon, atau sekitar 55 persen karbon lahan gambut tropis dunia.

Prosentase besar lahan gambut dunia yang dimiliki Indonesia ini, jelas ada manfaat di seluruh dunia untuk memulihkan dan menjaga lahan gambut di Indonesia.

Alasan-alasan ilmiah dari riset yang dikemukakan di atas, semakin memperkuat pentingnya upaya pemerintah Indonesia tidak hanya untuk memulihkan dan merestorasi gambut yang rusak, tetapi juga meneguhkan akan moratorium permanen hutan primer rawa gambut menjadi mutlak, penting dan diperlukan tidak hanya untuk masyarakat Indonesia, tetapi juga kepentingan umat manusia di bumi ini.

Klaim tentang keberhasilan restorasi gambut yang dilakukan oleh pemerintah seperti dilontarkan Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) pada Workshop Succes Story Restorasi Ekosistem Gambut di Jakarta, Rabu, 19 Juni 2024, nampaknya perlu diuji kembali kesahihannya (validitas).

Wamen Alue Dohong menyebut KLHK telah berhasil memulihkan ekosistem gambut di dalam areal konsesi seluas 3,9 juta hektare, di mana 2,3 juta hektare berada di lahan Hutan Tanaman Industri (HTI) dan 1,6 juta hektare berada di lahan perkebunan.

Sebanyak 30.404 unit sekat kanal telah dibangun dan ada 10.838 Titik Penaatan tinggi muka air tanah (TMAT). Sementara luas areal pemulihan gambut yang berada di lahan masyarakat mencapai 52.430 hektare.

Selain itu, ada juga restorasi gambut yang dilakukan oleh Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) yang luasnya telah mencapai 1,6 juta hektare.

Indonesia merupakan negara pemilik gambut tropis terluas di dunia mencapai 13,4 juta hektare.

Di lain pihak, dalam laporan “Gelisah di Lahan Basah: Korporasi, Pemerintah dan Semua Komitmen Kosong Restorasi Gambutnya“ (Kompas, 1/8/2024), menyebut upaya restorasi gambut hingga 2 juta hektare memang mencapai target yang ditetapkan.

Namun, pengawasan dan perawatan infrastruktur restorasi gambut masih belum optimal. Pantau Gambut menemukan 54 dari 77 sekat kanal atau sekitar 70 persen sekat kanal dalam kondisi rusak atau kurang perawatan.

Kerusakannya seperti TMAT lebih dari 40 cm, kemudian ada sekat kanal yang jebol dan ditutupi semak belukar.

Selain itu, 95 persen dari 289 titik sampel gambut nonkonsesi di area restorasi pemerintah yang pernah terbakar dan kehilangan tutupan pohon telah berubah menjadi perkebunan jenis tanaman lahan kering serta semak belukar.

Kelapa sawit menjadi komoditas paling dominan di lahan bekas terbakar tesebut. Di area konsesi perusahaan tercatat hanya 1 persen dari 240 titik sampel yang kembali menjadi hutan, meski pernah terbakar dan mengalami kehilangan tutupan pohon.

Kondisi tersebut terjadi di beberapa area perusahaan di Kalimantan Barat dan Sumatera Selatan yang sering memiliki masalah konflik sosial dengan masyarakat.

Pemulihan gambut dilakukan dengan empat cara: rehabilitasi, suksesi alami, restorasi dan cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Rehabilitasi yang diartikan sebagai revegetasi adalah cara yang paling sulit memulihkan gambut. Cara yang paling mudah dalam pemulihan gambut adalah dengan suksesi alami karena proses pemulihannya diserahkan kepada alam.

Suksesi alami dilakukan terhadap ekosistem gambut berkanal yang telah bersekat dan tidak terdapat gangguan manusia.

Namun cara ini membutuhkan waktu cukup lama. Untuk membantu mempercepat proses pemulihan gambut, restorasi adalah cara yang paling logis dan masuk akal.

Kegiatan restorasi dilakukan untuk menjadikan ekosistem gambut atau bagian-bagiannya berfungsi kembali, melalui pembangunan infrastruktur pembasahan kembali gambut yang meliputi bangunan air, penampungan air, penimbunan kanal dan atau pemompaan air.

Bangunan air itu adalah sekat kanal, embung dan bangunan air lainnya. Rehabilitasi hutan gambut dengan cara revegetasi adalah cara yang paling sulit dalam memulihkan ekosistem rawa gambut. Tingkat keberhasilannya rendah.

Pemulihan lahan gambut yang paling efektif adalah cara gabungan antara restorasi dan suksesi alami.

Salah satu indikator keberhasilan restorasi gambut adalah apabila jumlah titik api (hot spot) berkurang dibanding dengan sebelum kegiatan restorasi.

Dapat dibayangkan apabila sekat kanal atau sumur bor banyak yang rusak dan tidak berfungsi, maka pada musim kemarau panjang, bila terjadi kebakaran bisa dipastikan jumlah titik api akan meningkat dengan tajam.

Klaim pemerintah tentang keberhasilan memulihkan lahan gambut akan dibuktikan kembali pada puncak musim kemarau di September 2024 nanti.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Hutan Kota Bantu Kurangi Risiko Kesehatan akibat Panas Ekstrem

Hutan Kota Bantu Kurangi Risiko Kesehatan akibat Panas Ekstrem

Pemerintah
Kisah Mennatullah AbdelGawad yang Integrasikan Pembangunan Berkelanjutan ke Sektor Konstruksi

Kisah Mennatullah AbdelGawad yang Integrasikan Pembangunan Berkelanjutan ke Sektor Konstruksi

Swasta
Kemiskinan Naik di Daerah Tambang, Pertumbuhan Ekonomi Hanya di Atas Kertas

Kemiskinan Naik di Daerah Tambang, Pertumbuhan Ekonomi Hanya di Atas Kertas

LSM/Figur
Ilmuwan Temukan Cara Manfaatkan Ampas Kopi untuk Beton

Ilmuwan Temukan Cara Manfaatkan Ampas Kopi untuk Beton

LSM/Figur
Cegah Kerusakan Hutan Perlu Perlindungan Sosial Berbasis Masyarakat

Cegah Kerusakan Hutan Perlu Perlindungan Sosial Berbasis Masyarakat

LSM/Figur
Kabar Baik, WMO Prediksi Lapisan Ozon Bisa Pulih Sepenuhnya

Kabar Baik, WMO Prediksi Lapisan Ozon Bisa Pulih Sepenuhnya

LSM/Figur
Adaro Masuk Daftar TIME World’s Best Companies 2024, Apa Strateginya?

Adaro Masuk Daftar TIME World’s Best Companies 2024, Apa Strateginya?

Swasta
Konvensi Panas Bumi IIGCE Berpotensi Hadirkan Investasi Rp 57,02 Triliun

Konvensi Panas Bumi IIGCE Berpotensi Hadirkan Investasi Rp 57,02 Triliun

Swasta
AI Bisa Tekan Emisi Karbon dan Tingkatkan Keuntungan Perusahaan, Bagaimana Caranya?

AI Bisa Tekan Emisi Karbon dan Tingkatkan Keuntungan Perusahaan, Bagaimana Caranya?

Swasta
Indonesia Turunkan Perusak Ozon HCFC 55 Persen Tahun 2023

Indonesia Turunkan Perusak Ozon HCFC 55 Persen Tahun 2023

Pemerintah
Masuk 500 Besar Perusahaan Terbaik Versi TIME, Intip Strategi ESG Astra

Masuk 500 Besar Perusahaan Terbaik Versi TIME, Intip Strategi ESG Astra

Swasta
Wanagama Nusantara Jadi Pusat Edukasi dan Konservasi Lingkungan di IKN

Wanagama Nusantara Jadi Pusat Edukasi dan Konservasi Lingkungan di IKN

Pemerintah
20 Perusahaan Global Paling 'Sustain' Versi Majalah TIME, Siapa 20 Teratas?

20 Perusahaan Global Paling "Sustain" Versi Majalah TIME, Siapa 20 Teratas?

Swasta
Tanpa Turunnya Emisi, Populasi Dunia Hadapi Ancaman Cuaca Ekstrem

Tanpa Turunnya Emisi, Populasi Dunia Hadapi Ancaman Cuaca Ekstrem

LSM/Figur
Kerajinan Lontar Olahan Perempuan NTT Diakui di Kancah Global

Kerajinan Lontar Olahan Perempuan NTT Diakui di Kancah Global

LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau