Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Pramono Dwi Susetyo
Pensiunan

Pemerhati masalah kehutanan; penulis buku

Ekosistem Gambut dan Mangrove Indonesia dalam Konstelasi Pemanasan Global

Kompas.com - 12/08/2024, 12:49 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Pelajaran yang berharga yang bisa dipetik bagi kita adalah ketika ekosistem hutan alam gambut primer rusak, maka akan sulit mengembalikan kondisi seperti semula.

Ekosistem Mangrove

Hampir seperempat mangrove dunia yang masih ada – sekitar 14 juta hektare-saat ini berada di Indonesia.

Data terbaru dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang dikutip harian Kompas (04/08/2022), menyebut bahwa total luas habitat ekosistem mangrove 4.120263 ha yang terdiri dari habitat ekosistem mangrove yang masih ada (existing) 3.364.080 ha dan potensi habitat mangrove seluas 756.183 ha.

Mangrove exsisting terdiri dari ekosistem mangrove yang lebat (3.121.240 ha), sedang (188.366 ha) dan jarang (54.474 ha).

Sementara itu, potensi habitat mangrove terdiri dari areal terabrasi, lahan terbuka, mangrove terabrasi, tambak dan tanah timbul (akresi).

Mangrove yang secara legal masuk dalam kawasan hutan seluas 2.936.813 ha dan di luar kawasan hutan (areal penggunaan lain/APL) 1.183.449 ha.

Uniknya lagi, dalam kawasan hutan juga dibagi lagi sesuai kawasan fungsinya sebagaimana ekosistem hutan yang berada di daratan, yakni hutan konservasi (HK) 797.109 ha, hutan lindung (HL) 991.456 ha dan hutan produksi (HP) 1.148.248 ha.

Mangrove menyedot perhatian banyak pihak ketika karbon biru diperkenalkan lebih dari satu dekade lalu.

Posisinya unik, yang berada di kawasan pesisir dan menyimpan sejumlah besar cadangan karbon (3-5 kali dari cadangan karbon hutan daratan yang terlebat) membuat mangrove memiliki peran ganda dalam adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.

Hutan sekunder mangrove mampu menyimpan karbon 54,1 – 182,5 ton karbon setiap hektare. Aksi ganda yang nyata sangat dianjurkan Perjanjian Paris.

Mangrove memiliki potensi besar untuk mengatasi dampak kenaikan muka laut bagi penduduk dan kawasan pesisir yang landai.

Selain itu, bersama-sama dengan hutan gambut, cadangan karbon yang besar di kawasan mangrove merupakan calon utama untuk mencapai target penurunan emisi dalam agenda Nationallity Determined Contributions (NDC) apabila emisi dapat dihindari.

Masalahnya sekarang bagi Indonesia adalah masih banyak kawasan mangrove yang rusak dan perlu untuk direhabilitasi berupa kegiatan penanaman baru (revegetasi).

Habitat mangrove yang telah rusak dan perlu direhabilitasi kembali seluas 756.182 ha yang terdiri terdiri dari mangrove yang rusak dalam kawasan hutan 756.182 ha (HK 48.838 ha, HL 83.732 ha, HP 132.570 ha) dan mangrove yang rusak di areal APL 480.651 ha.

Selain itu, masalah lain (seperti pembiayaan, tata ruang mangrove, regulasi, dan seterusnya) yang menjadi hambatan dalam kegiatan rehabilitasi mangrove, secara simultan harus segera dibenahi untuk mendukung keberhasilan rehabilitasi mangrove ini.

Pernyataan Kepala Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM), Hartono pada acara Mangrove for Future di Jakarta, Jumat (26/7/2024), yang menyebut bahwa “hutan mangrove di Indonesia terancam deforestasi”, tidaklah mengejutkan.

Pasalnya, regulasi yang diharapkan mampu mengatur secara komprehensif dalam bentuk Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove yang telah disiapkan sejak tahun 2022, tak kunjung disahkan menjadi Peraturan Pemerintah (PP) hingga saat ini.

Ironi memang, di saat pemerintah melalui BRGM sedang giat-giatnya merehabilitasi mangrove seluas 600.000 ha di sembilan provinsi, yang anggarannya sebagian pinjam dari Bank Dunia sebesar 400 juta dollar AS atau hampir Rp 6 triliun, di saat itu pula deforestasi mangrove tetap berjalan terus.

Dilihat dari citra satelit, sepanjang tahun 1980-2010, dalam kurun waktu 30 tahun terjadi deforestasi mangrove yang masif.

Berdasarkan penelitian dari Badan Standardisasi Instrumen (BSI) KLHK, antara 2021-2030 diperkirakan akan terjadi tambahan deforestasi mangrove seluas 299.258 ha, artinya lajunya sekitar 29.000 ha per tahun.

Emisi akibat deforestasi mangrove dapat mencapai 1.000 ton per ha, serta potensi serapan emisi yang hilang dari mangrove yang telah dikonversi adalah 50 ton per hektare per tahun.

Dengan ancaman ini, perlindungan dan pengelolaan ekosistem mangrove di Indonesia menjadi sangat krusial.

Pangkal sebab ini semua terjadi karena tata ruang habitat ekosistem mangrove tidak segera diatur dalam regulasi secara komprehensif.

Tata guna lahan mangrove yang diterbitkan oleh KLHK masih mengenal adanya hutan produksi dan areal penggunaan lain (APL).

Dari total luas habitat ekosistem mangrove 4.120263 ha, dikenal adanya hutan konservasi (HK) 797.109 ha, hutan lindung (HL) 991.456 ha, hutan produksi (HP) 1.148.248 ha, dan APL seluas 1.183.449 ha.

Melihat peran strategis habitat ekosistem mangrove yang dimiliki Indonesia sekarang dalam mengendalikan emisi karbon dan menghadapi krisis iklim yang menjadi musuh dunia, maka tata ruang kawasan/hutan mangrove yang ada sekarang sudah tidak revelan lagi dengan tuntutan zaman.

Seharusnya sesuai amanat UU no. 26/2007 tentang tata ruang, kawasan ekosistem hutan mangrove masuk dan ditetapkan sebagai kawasan lindung yang harus dilindungi dari kegiatan deforestasi.

Artinya, semua hutan dan tutupan hutan mangrove yang masih ada (eksisting) tidak boleh lagi dilakukan kegiatan penebangan, baik secara legal apalagi ilegal.

Apa gunanya BRGM dan KLHK merehabilitasi ratusan ribu hektare dan masih belum dapat dijamin tingkat keberhasilan tumbuhnya, sementara laju deforestasi tetap berlangsung.

Tidak hanya regulasi komprehensif yang ditunggu segera terbit dan disahkan, tetapi juga ketegasan pemerintah untuk menekan dan meminimalkan laju deforestasi mangrove di lapangan sangat diharapkan.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

IESR: Transisi Energi Jadi Kunci Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen

IESR: Transisi Energi Jadi Kunci Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen

LSM/Figur
Ekonomi Restoratif Dinilai Paling Tepat untuk Indonesia, Mengapa?

Ekonomi Restoratif Dinilai Paling Tepat untuk Indonesia, Mengapa?

LSM/Figur
Populasi Satwa Liar Global Turun Rata-rata 73 Persen dalam 50 Tahun

Populasi Satwa Liar Global Turun Rata-rata 73 Persen dalam 50 Tahun

LSM/Figur
Logam Berat di Lautan Jadi Lebih Beracun akibat Perubahan Iklim

Logam Berat di Lautan Jadi Lebih Beracun akibat Perubahan Iklim

Pemerintah
Tak Hanya Tekan Abrasi, Mangrove juga Turut Dorong Perputaran Ekonomi Masyarakat

Tak Hanya Tekan Abrasi, Mangrove juga Turut Dorong Perputaran Ekonomi Masyarakat

LSM/Figur
Konsumsi Daging Berkontribusi terhadap Kerusakan Lingkungan, Kok Bisa?

Konsumsi Daging Berkontribusi terhadap Kerusakan Lingkungan, Kok Bisa?

Pemerintah
Selenggarakan CSR Berkelanjutan, PT GNI Dapat Penghargaan di PKM CSR Award 2024

Selenggarakan CSR Berkelanjutan, PT GNI Dapat Penghargaan di PKM CSR Award 2024

Swasta
Kisah Warga Desa Mayangan yang Terancam Abrasi dan Inisiatif Kompas.com Tanam Mangrove

Kisah Warga Desa Mayangan yang Terancam Abrasi dan Inisiatif Kompas.com Tanam Mangrove

LSM/Figur
Langkah Hijau Kompas.com, Penanaman Mangrove untuk Selamatkan Pesisir Subang

Langkah Hijau Kompas.com, Penanaman Mangrove untuk Selamatkan Pesisir Subang

Swasta
Konsumen Bingung dengan Klaim Keberlanjutan pada Kemasan Produk

Konsumen Bingung dengan Klaim Keberlanjutan pada Kemasan Produk

Pemerintah
Pemanasan Global Picu Siklon dan Hujan Badai di Seluruh Asia

Pemanasan Global Picu Siklon dan Hujan Badai di Seluruh Asia

Pemerintah
Bank Tetap Biayai Investasi Batu Bara meski Ada Target Iklim

Bank Tetap Biayai Investasi Batu Bara meski Ada Target Iklim

Pemerintah
IEEFA Sebut 'Power Wheeling' Bisa Dorong Investasi Hijau

IEEFA Sebut "Power Wheeling" Bisa Dorong Investasi Hijau

LSM/Figur
Penerapan Karbon Dioksida Tak Lagi Berguna Jika Suhu Bumi Lampaui Batas

Penerapan Karbon Dioksida Tak Lagi Berguna Jika Suhu Bumi Lampaui Batas

Pemerintah
Dosen UI Teliti Limbah Plastik Jadi Penangkap Karbon Dioksida

Dosen UI Teliti Limbah Plastik Jadi Penangkap Karbon Dioksida

LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau