Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Pramono Dwi Susetyo
Pensiunan

Pemerhati masalah kehutanan; penulis buku

Ketersediaan Air di IKN

Kompas.com - 14/08/2024, 16:42 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

HINGAR bingar menyambut peringatan dan perayaan HUT ke 79 kemerdekaan RI di ibu kota baru (IKN) Nusantara yang diekspose besar-besaran di media massa arus utama, sangat membanggakan kita sebagai warga negara.

Indonesia sebagai bangsa besar akan memasuki sejarah dan peradaban baru dengan terbangunnya Ibu Kota Nusantara sebagai pusat pemerintahan baru pada masa depan.

IKN dibangun dengan konsep kota pintar, kota hutan dan kota spons. Kota pintar salah satunya mencakup akses dan mobilitas.

Presiden Jokowi menyebut IKN sebagai kota 10 menit (ten minutes), artinya untuk menempuh dari satu titik ke titik lain membutuhkan waktu sekitar 10 menit dengan 80 persen transportasi publik.

Lebih jauh, presiden menginginkan agar transportasi di IKN nantinya tidak menggunakan kendaraan berbahan bakar fosil. Bisa menggunakan energi listik atau bio nabati.

Kota hutan dipilih karena IKN berlokasi di wilayah yang di dalamnya terdapat kawasan hutan dan memiliki keanekaragaman hayati tinggi.

Dalam konsep Bappenas, IKN dibangun dan dikembangkan hanya menggunakan 20 persen kawasan lahan yang ada, sisanya dipertahankan sebagai kawasan hijau berupa kawasan hutan.

IKN juga bagian dari komitmen Indonesia dalam penanggulangan perubahan iklim dengan pengurangan temperatur dua derajat celcius.

Sementara itu, kota spons memiliki sistem perairan sirkuler yang menggabungkan arsitektur, desain tata kota, infrastruktur dan prinsip keberlanjutan.

Dalam perspektif lingkungan, kota hutan dan kota spons adalah kondisi lingkungan ideal yang diharapkan, agar beban ekologis yang ditanggung IKN tidak melebihi batas toleransi daya dukung dan daya tampung lingkungannya.

Ibu kota negara saat ini, Kota Jakarta mempunyai beban ekologis yang luar biasa berat. Daya dukung dan daya tampung wilayahnya sudah melebihi jauh di atas batas toleransi yang diperkenankan.

Akibatnya masalah lingkungan seperti banjir, kekurangan air bersih, sampah, kemacetan dan seterusnya; selalu muncul berulang-ulang setiap tahunnya, tanpa adanya solusi tuntas.

Kepadatan, mobilitas dan migrasi penduduk sebagai masyarakat urban, nampaknya menjadi salah satu pemicu dan faktor varibel yang sangat menentukan beban ekologis dan lingkungan bagi perkembangan suatu kota seperti Ibu Kota Nusantara nantinya.

Bagaimana beban ekologis dan lingkungan IKN nantinya, khususnya ketersediaan airnya?

Pemerintah sejak 2022 telah membangun bendungan Sepaku Semoi dengan luas 378 hektare di Kecamatan Sepaku, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, sebagai sumber air bersih ke IKN Nusantara.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau