Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 19 Agustus 2024, 17:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mendorong revisi angka kewajiban pemenuhan pasar dalam negeri atau domestic market obligation (DMO) batu bara di bawah kepemimpinan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia yang baru dilantik.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo melantik Bahlil sebagai Menteri ESDM menggantikan Arifin Tasrif di Istana Negara, Senin (19/8/2024).

Bhima mengatakan, revisi DMO tersebut bertujuan untuk mengakselerasi transisi ke energi terbarukan serta memitigasi risiko ketergantungan bahan bakar fosil khususnya di pembangkit listrik.

Baca juga: DMO Bikin RI Ketergantungan Batu Bara, Susah Move On ke Energi Terbarukan

"Bersama dengan Kementerian Keuangan perlu membahas revisi DMO batu bara yang menimbulkan risiko ketergantungan bahan bakar fosil khususnya di pembangkit listrik," kata Bhima, sebagaimana dilansir Antara.

Bhima mengatakan, DMO batu bara sebetulnya bisa ditekan hingga angka 100 juta ton per tahun.

Angka ini turun hampir setengah dari nilai realisasi pemenuhan pasar domestik secara tahunan alias year on year (yoy) pada 2023 yakni 177 juta ton.

"Realisasi DMO di 2023 tercatat melampaui prognosa Kementerian ESDM, yakni 120 persen dari targetnya 177 juta ton," kata dia.

Baca juga: Kebijakan DMO Batu Bara Perlu Dievaluasi Pemerintah

Lebih lanjut, Bhima menyampaikan, Bahlil juga mesti mengakselerasi pemensiunan jumlah pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara di Indonesia.

Hal tersebut termasuk PLTU yang dioperasikan dan dipakai di luar jaringan listrik oleh pelaku industri atau captive.

Selain itu, Bhima juga mendesak revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik.

"Revisi Perpres Nomor 112 Tahun 2022 yang masih memperbolehkan pembangunan PLTU kawasan industri baru juga perlu direvisi. Diperkirakan terdapat 21 gigawatt PLTU kawasan industri yang hendak dibangun dan menghambat upaya Indonesia mencapai target emisi karbon," tutur Bhima.

Baca juga: Lampaui Target Tahunan, Realisasi DMO Batu Bara PTBA 9,4 Juta Ton di Semester I 2022

DMO bikin susah move on

Diberitakan Kompas.com sebelumnya, kebijakan DMO untuk suplai batu bara ke PLTU menjadikan Indonesia susah move on atau beranjak dari energi fosil ke energi terbarukan.

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan, DMO menjadikan biaya pembangkitan listrik dari PLTU batu bara tetap terjangkau.

Hal tersebut menciptakan ketergantungan dan menyulitkan Perusahaan Listrik Negara (PLN) untuk beralih dari energi fosil ke energi terbarukan.

Dia menambahkan, kebijakan pemerintah perlu menjembatani implikasi negatif jangka pendek yang muncul ke pemangku kepentingan seperti PLN maupun konsumen listrik.

Sampai saat ini, pembangkit listrik di Indonesia masih didominasi oleh PLTU batu bara sekitar 60 sampai 70 persen.

Fabby menuturkan, diperlukan perubahan kebijakan agar dapat mendorong PLN beralih dari batu bara ke energi terbarukan.

Baca juga: DMO Batu Bara Disebut Tak Seharusnya Masuk dalam RUU Energi Baru Terbarukan

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Banjir Sumatera dan Ancaman Sunyi bagi Perempuan, Belajar dari Pengalaman dalam Bencana Likuefaksi di Sulawesi
Banjir Sumatera dan Ancaman Sunyi bagi Perempuan, Belajar dari Pengalaman dalam Bencana Likuefaksi di Sulawesi
LSM/Figur
Warga Bantu Warga, JNE Percepat Distribusi 500 Ton Bantuan ke Sumatera
Warga Bantu Warga, JNE Percepat Distribusi 500 Ton Bantuan ke Sumatera
Swasta
Pasar Software Akuntansi Karbon Diprediksi Meroket sampai 2033
Pasar Software Akuntansi Karbon Diprediksi Meroket sampai 2033
LSM/Figur
Kemenhut Segel Lagi 3 Entitas di Tapanuli Selatan, Diduga Picu Banjir Sumatera
Kemenhut Segel Lagi 3 Entitas di Tapanuli Selatan, Diduga Picu Banjir Sumatera
Pemerintah
Suhu Laut Naik akibat Perubahan Iklim Bikin Siklon di Asia Makin Parah
Suhu Laut Naik akibat Perubahan Iklim Bikin Siklon di Asia Makin Parah
LSM/Figur
Bahan Kimia Sintetis Dalam Pangan Ciptakan Beban Kesehatan 2,2 Triliun Dollar AS Per Tahun
Bahan Kimia Sintetis Dalam Pangan Ciptakan Beban Kesehatan 2,2 Triliun Dollar AS Per Tahun
LSM/Figur
Pendanaan Hijau Diproyeksikan Naik Tahun 2026, Asal..
Pendanaan Hijau Diproyeksikan Naik Tahun 2026, Asal..
Swasta
Longsor di Hulu DAS Padang dan Agam, Kemenhut Lakukan Kajian Mendalam
Longsor di Hulu DAS Padang dan Agam, Kemenhut Lakukan Kajian Mendalam
Pemerintah
BEI Sebut Investasi Berbasis ESG Naik 194 Kali Lipat dalam 1 Dekade Terakhir
BEI Sebut Investasi Berbasis ESG Naik 194 Kali Lipat dalam 1 Dekade Terakhir
Pemerintah
Perkuat Digital Nasional, TIS Kembangkan Kabel Laut TGCS-2 Jakarta–Manado
Perkuat Digital Nasional, TIS Kembangkan Kabel Laut TGCS-2 Jakarta–Manado
Swasta
EIB Global dan Uni Eropa Bersihkan Sampah Laut di Kepulauan Seribu
EIB Global dan Uni Eropa Bersihkan Sampah Laut di Kepulauan Seribu
LSM/Figur
Panas Ekstrem Bikin 8.000 Spesies Terancam Punah, Amfibi dan Reptil Paling Rentan
Panas Ekstrem Bikin 8.000 Spesies Terancam Punah, Amfibi dan Reptil Paling Rentan
LSM/Figur
Masyarakat Sipil Desak Prabowo Tetapkan Status Bencana Nasional di Sumatera
Masyarakat Sipil Desak Prabowo Tetapkan Status Bencana Nasional di Sumatera
LSM/Figur
DAS Kuranji di Sumatera Barat Melebar hingga 150 Meter Usai Banjir, Ini Penjelasan Kemenhut
DAS Kuranji di Sumatera Barat Melebar hingga 150 Meter Usai Banjir, Ini Penjelasan Kemenhut
Pemerintah
Bibit Siklon Tropis 91S Muncul di Samudera Hindia, Apa Dampaknya untuk Sumatera?
Bibit Siklon Tropis 91S Muncul di Samudera Hindia, Apa Dampaknya untuk Sumatera?
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau