KOMPAS.com - Mayoritas mangrove di Indonesia yang rusak disebabkan oleh alih fungsi lahan. Sebagian besar alih fungsi lahan tersebut diperuntukkan bagi tambak.
Hal tersebut disampaikan Direktur Mangrove Ecosystem Restoration Alliance (MERA) Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) Imran Amin dalam Lestari Summit 2024 di Hotel Raffles, Jakarta, Rabu (21/8/2024).
Lestari Summit 2024 adalah forum yang digelar KG Media sebagai wadah bagi para pemimpin dan praktisi keberlanjutan untuk bertukar pikiran dan menginspirasi satu sama lain.
Baca juga: Mangrove dan Padang Lamun Berpotensi Jadi Gudang Karbon Biru RI
Kegiatan ini juga sekaligus membuka kesempatan kolaborasi dari para pihak untuk mencapai SDGs di Indonesia.
KG Media berkolaborasi dengan mitra seperti BRI, Astra, PLN, dan Pertamina untuk mendukung kesuksesan Lestari Summit 2024.
Imran menuturkan, luasan lahan mangrove di Indonesia mencapai setidaknya sekitar 3,3 juta hektare. Luasan tersebut sekitar 23 persen dari total lahan mangrove di Bumi yang mencapai sekitar 15 juta hektare.
Menurut sejumlah penelitian, mangrove dapat menyimpan karbon antara tiga sampai lima kali lipat lebih besar daripada vegetasi daratan.
Baca juga: Garuda Indonesia Restorasi Lingkungan Lewat Penanaman Bibit Mangrove
Sayangnya, ucap Imran, 60 persen lahan mangrove di Indonesia rusak. Sebagian besar dari kerusakan tersebut yakni 80 persen disebabkan oleh alih fungsi lahan, mayoritas untuk keperluan tambak.
Di satu sisi, tidak mudah untuk menutup tambak tersebut. Untuk sebab itu, YKAN berupaya menahan agar tidak ada lagi pembukaan tambak baru.
"Konsep yang kami coba bangun bukan untuk menutup tambak-tambak masyarakat atau tambak-tambak yang ada di wilayah mangrove. Tapi bagaimana mengembangkan tambak yang ada tanpa harus lagi mengembangkan tambak-tambak baru yang ada di mangrove yang tersisa di Indonesia," ujar Imran.
Upaya tersebut dilakukan YKAN melalui kerja sama dengan sektor swasta.
Baca juga: Ekosistem Gambut dan Mangrove Indonesia dalam Konstelasi Pemanasan Global
Dia menambahkan, melalui strategi tersebut, YKAN mengajak petambak mengupayakan tambak-tambak yang ada dengan luasan yang dikurangi, namun dengan produksi yang lebih baik.
Tambak yang dikurangi tersebut dilakukan upaya restorasi mangrove untuk memperbaiki ekosistem yang sudah rusak.
Kegiatan restorasi tersebut tidak harus selalu dalam bentuk menanam pohon, tapi juga bisa dilakukan mengembalikan ekosistem mangrove tersebut dengan mengupayakan agar bisa tumbuh sendiri.
Di sisi lain, besarnya alih fungsi mangrove tersebut juga tak lepas dari pola perlindungan yang belum maksimal.
Baca juga: Ekosistem Gambut dan Mangrove Indonesia dalam Konstelasi Pemanasan Global
Imran menuturkan, ekosistem mangrove hanya dilindungi bila terletak di kawasan konservasi. Itu berarti, mangrove yang berada di luar konservasi tidak terlindungi.
"Mangrove yang ada di dalam kawasan konservasi tidak lebih dari 50 persen. Artinya 50 persen lebih mangrove terancam peruntukannya," tutur Imran.
Oleh karena itu, penting untuk melindungi semua ekosistem mangrove di bawah payung hukum peraturan perundang-undangan.
"Kalau tata ruang daerah tersebut mengalokasikan mangrove itu sebagai wilayah yang bukan fungsi lindung maka habislah mangrove di sana," tutur Imran.
Imran menyampaikan, pemerintah harusnya tidak hanya mengupayakan perbaikan ekosistem, tetapi perlu memperluas lahan mangrove dengan fungsi lindung.
Baca juga: Deforestasi Mangrove Mengancam, Ini Upaya Pemerintah
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya