JAKARTA, KOMPAS.com – Interaksi tiga krisis pembangunan masih membayangi Tanah Air, mulai dari perubahan iklim, polusi dan kerusakan lingkungan, hingga hilangnya keanekaragaman hayati.
Jika tak segera ditangani, hal itu bakal berdampak pada kehidupan. Salah satu yang paling kentara adalah dampak pada sumber daya manusia itu sendiri, yakni menurunnya produktivitas kerja.
“Kita mengenal tiga krisis tadi sebagai triple planetary crisis. Apa implikasinya jika kita do nothing? Planet ini jadi tidak nyaman (untuk ditinggali). Produktivitas pekerja pun bisa menurun,” ujar Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Vivi Yulaswati berbicara dalam kesempatan Lestari Summit 2024, Rabu (21/8/2024).
Baca juga: Permintaan Terhadap Green Jobs Meningkat, Perlu Dorong SDM
Laporan dari Organisasi Buruh Internasional (ILO) yang dirilis pada 2018 mencatatkan bahwa tekanan panas berpengaruh terhadap kehilangan jam kerja, penurunan produktivitas, serta menimbulkan efek negatif kesehatan pekerja.
Bahkan, tekanan panas bumi berdampak pada meningkatkan cedera di tempat kerja bagi tenaga kerja.
Proyeksi hilangnya jam kerja akibat panas di Negara anggota G20 sepanjang 1995-2030 paling besar adalah di India.
“Sementara Tanah Air menempati urutan kedua. Dihitung sejak 2000, ada 23 juta tahun masa kerja telah hilang karena bencana alam yang terjadi tiap tahun,” tambah Vivi.
Vivi menerangkan bahwa ILO mendorong green jobs sebagai salah satu upaya menyelamatkan planet.
Sebagai informasi, green jobs atau pekerjaan hijau menurut ILO adalah pekerjaan layak yang berkontribusi untuk melestarikan atau memulihkan lingkungan.
Lewat upaya tersebut, ILO mengharapkan produktivitas dan masa kerja yang hilang bisa diatasi ke depannya.
Baca juga: Lestari Summit 2024: Masa Depan Berkelanjutan Butuh Peta Jalan Green Jobs dan SDM
Meski demikian, pengaplikasian green jobs juga tak bisa asal. ILO mengkategorikan pekerjaan hijau pada jenis profesi yng memiliki kriteria sebagai berikut.
Pertama, pekerjaan yang secara khusus dibuat untuk meningkatkan efisiensi konsumsi energy dan bahan baku.
Kedua, pekerjaan yang ebrkaitan dengan pembatasan emisi gas rumah kaca.
Ketiga, mengurangu sampah dan limbah. Keempat, melindungi dan merestorasi ekosistem.
Terakhir, mendukung adaptasi terhadap dampak perubahan iklim.
Bicara green jobs, kata Vivi, berarti membicarakan suatu ekosistem yang relatif baru untuk Indonesia. Namun, di tengah kondisi Tanah Air darurat krisis iklim, Vivi menilai bahwa ketersediaan green jobs perlu didorong.
Beragam pihak pun harus dirangkul agar mau berkomitmen menyelamatkan planet.
Vivi bersyukur bahwa beragam pihak di Indonesia, termasuk sektor privat, sudah terlihat ambil bagian.
“Sudah banyak perusahaan yang memiliki tim khusus untuk mengurusi sustainability. Sejumlah perusahaan juga rutin mengeluarkan sustainability report. Isinya bagus-bagus. Next pekerjaan hijau ini akan growing,” jelasnya.
Meski demikian, Vivi mengakui bahwa untuk punya komitmen terhadap keberlanjutan memang perlu upaya khusus.
Perusahaan bisa mengeklaim pihaknya menerapkan sustainability apabila sudah memenuhi standar tertentu.
Baca juga: Tren Percakapan Green Jobs Terus Meningkat, Semua Perlu Bersiap
“Indonesia banyak belajar dari negara lain juga. Untuk mengaplikasikan lapangan pekerjaan hijau itu ada standar kompetensi yang dibangun. Saat ini, sejumlah sektor sudah menerapkannya, di antaranya pertanian, manufaktur, konstruksi, energi terbarukan, dan jasa,” ujarnya.
Ke depan, pihaknya berkomitmen agar dapat mendorong lebih banyak pihak lagi untuk mewujudkan peluang tersebut.
“Mungkin di beberapa kesempatan enggak cukup untuk mengomunikasikannya (menyosialisasikannya). Perlu waktu lebih banyak untuk memberikan awareness soal ini. Kami berharap kasih awareness dulu, dari tahu, lantas jadi mau. Maka selanjutnya ada snow ball effects. Berharap pada 2025 arah ekonomi hijau dan kebijakan jadi makin lebih jelas,”jelasnya.
Sebagai informasi Lestari Summit 2024 diinisiasi oleh KG Media berkolaborasi dengan mitra, seperti BRI, Astra, PLN, dan Pertamina.
Acara dibuat untuk memfasilitasi dialog antara para pemangku kepentingan dalam menciptakan kebijakan dan keputusan yang berkelanjutan.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya