KOMPAS.com - Manusia akan semakin merambah habitat satwa liar di lebih dari separuh daratan di bumi pada 2070.
Temuan ini mengkhawatirkan karena dapat mengancam keanekaragaman hayati dan meningkatkan kemungkinan pandemi di masa depan.
Penelitian yang dipublikasikan di Science Advances ini menemukan tumpang tindih antara populasi manusia dan satwa liar akan meningkat di 57 persen daratan Bumi pada 2070.
Hal tersebut, seperti dikutip dari Guardian, Jumat (23/8/2024) didorong oleh pertumbuhan populasi manusia.
"Kita akan mulai melihat lebih banyak kehadiran dan aktivitas manusia serta interaksi dengan satwa liar di tempat-tempat seperti hutan yang sebelumnya tidak ada orang," kata Neil Carter, peneliti utama studi ini.
Baca juga: Perdagangan Satwa Liar Masih Mengkhawatirkan, 4.000 Spesies Kena Dampak
Dampak Perambahan Habitat Satwa Liar
Karena manusia dan hewan berbagi bentang alam yang makin padat, tumpang tindih ini akhirnya dapat mengakibatkan potensi penularan penyakit serta hilangnya keanekaragaman hayati.
Hilangnya keanekaragaman hayati adalah pendorong utama wabah penyakit menular.
Sekitar 75 persen penyakit yang muncul pada manusia bersifat zoonosis, artinya penyakit tersebut dapat ditularkan dari hewan ke manusia.
Penyakit yang menjadi perhatian kesehatan global seperti Covid-19, mpox, flu burung, dan flu babi kemungkinan besar berasal dari satwa liar.
"Memahami di mana manusia dan satwa liar akan tumpang tindih adalah kunci untuk mencegah percepatan luapan virus dari satwa liar," terang Kim Gruetzmacher, dokter hewan konservasi satwa liar dan peneliti yang tidak terlibat dalam penelitian.
Ia menjelaskan sebagian besar (hingga 75 persen) penyakit menular yang baru muncul dan dapat menyebabkan epidemi serta pandemi berasal dari satwa liar.
"Bukan satwa liar itu sendiri yang menimbulkan risiko tetapi perilaku dan kontak khusus kita dengannya," kata Gruetzmacher lagi.
Baca juga: Perubahan Iklim Berpotensi Kuat Munculkan Pandemi
Perkiraan Area Tumpang Tindih
Untuk memperkirakan tumpang tindih antara manusia dan satwa liar di masa mendatang, para peneliti di Universitas Michigan membandingkan perkiraan tempat orang kemungkinan akan mendiami lahan dengan wilayah distribusi spasial lebih dari 22.000 spesies.
Menurut temuan mereka, perluasan tumpang tindih antara manusia dan hewan akan paling terkonsentrasi di wilayah yang kepadatan populasi manusianya sudah tinggi, seperti India dan Cina.
Sementara itu, wilayah pertanian dan hutan di Afrika dan Amerika Selatan juga akan mengalami peningkatan tumpang tindih yang substansial.
Namun, di beberapa wilayah tumpang tindih antara manusia dan satwa liar diproyeksikan akan berkurang, termasuk di lebih dari 20 persen wilayah di Eropa.
"Penelitian ini dapat memandu para pembuat kebijakan untuk menghindari konflik antara manusia dan satwa liar serta lebih berfokus pada konservasi kekayaan spesies," kata Deqiang Ma, penulis utama studi dan peneliti pascadoktoral di University of Michigan Institute for Global Change Biology.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya