KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan rencana penutupan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Suralaya di Cilegon, Banten, demi menekan polusi udara di Jakarta.
"Kami ingin kaji kalau bisa kita tutup supaya mengurangi polusi di Jakarta," kata Luhut usai menghadiri Supply Chain & National Capacity Summit 2024 di Jakarta Convention Center (JCC), Rabu (14/8/2024), sebagaimana dilansir Antara.
Menurut Luhut, pemensiunan PLTU Suralaya dilakukan sebagai upaya pemerintah dalam mengatasi polusi udara khususnya di wilayah DKI Jakarta.
Baca juga: PLTU Bolok Lestarikan Lingkungan, Tanam Mangrove di Pantai Mumutula
Dia mengakui, PLTU Suralaya menghasilkan banyak polusi dan sudah beroperasi selama lebih dari 40 tahun.
Dia menambahkan akan segera melakukan rapat untuk menindaklanjuti rencana penutupan PLTU tersebut.
Polusi udara, ujar luhut, menimbulkan berbagai penyakit, terutama infeksi saluran pernapasan akut (ISPA).
Luhut menyebutkan, pemerintah selama ini harus mengeluarkan dana sebesar Rp 38 triliun untuk biaya berobat masyarakat akibat polusi yang ditimbulkan.
Baca juga: Berbagai Fasilitas Umum di Jayapura Dibangun dari Abu PLTU Batu Bara
Sementara itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menilai, rencana penutupan PLTU Suralaya di Banten harus mempertimbangkan kehadiran sumber energi baru dan terbarukan (EBT) sebagai penggantinya,
Kehadiran EBT diperlukan sebagai pengganti PLTU Suralaya untuk memastikan kelangsungan pasokan energi yang berkelanjutan.
Arifin menuturkan pernah meninjau kawasan operasi PLTU Suralaya di Cilegon. Dia mengakui emisi yang dihasilkan sangat berat.
"(PLTU Suralaya) itu memang harus kita rencanakan pensiun dini, tapi direncanakan juga energi baru (EBT) yang akan masuk baru ini, apa yang gantinya," ujar Arifin.
Arifin menyampaikan, jika dilihat dari potensi energi EBT di Jawa, jumlahnya tidak cukup untuk mendukung kebutuhan energi yang ada.
Baca juga: Mempertahankan PLTU Batu Bara Bakal Tingkatkan Risiko Kerugian ASEAN
Oleh karena itu, ke depan harus ada sambungan transmisi dari Sumatera untuk mendukung pasokan energi.
Namun, Arifin juga menekankan bahwa pembangunan infrastruktur transmisi harus dilakukan secara bertahap.
Dia menegaskan, tanpa infrastruktur transmisi yang memadai, energi EBT tidak akan bisa masuk ke jaringan listrik nasional.
Menurut dia, infrastruktur yang baik menjadi kunci agar energi-energi EBT dapat dimanfaatkan dengan optimal untuk menggantikan energi dari PLTU yang akan dipensiunkan.
"Jadi kalau nggak ada infrastruktur transmisi tentu nggak akan bisa masuk energi-energi baru (EBT) ini dari mana-mana aja," imbuh Arifin.
Baca juga: PLTU Captive Tantangan Utama Dekarbonisasi Ketenagalistrikan Indonesia
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya