Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Didesak Libatkan Publik dan Kelompok Rentan dalam "Second NDC"

Kompas.com - 31/08/2024, 10:37 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menjelang tenggat penyerahan dokumen komitmen kontribusi nasional kedua, atau Second Nationally Determined Contribution (SNDC) pada September 2024, koalisi masyarakat sipil mendorong pemerintah menjadikan dokumen ini lebih adil dengan proses yang lebih demokratis dan partisipatif.

“Pemerintah harus menerapkan keadilan sosial dengan mengakui hak dan memenuhi kebutuhan spesifik dari subyek masyarakat yang rentan terdampak perubahan iklim, seperti petani kecil, nelayan tradisional, masyarakat adat dan lainnya,” ujar Direktur Eksekutif Yayasan Pikul, Torry Kuswardono, dalam peluncuran dokumen “Rekomendasi untuk SNDC Indonesia yang Berkeadilan” di Jakarta, Kamis (29/8/2024).

Menurutnya, hanya dengan cara itulah dapat terwujud keadilan iklim atau transisi yang adil.

Baca juga: Alasan Perusahaan Besar di Dunia Mundur dari Komitmen Keberlanjutan

Adapun sesuai pernyataan pemerintah pada bulan Februari lalu, saat ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tengah mempersiapkan dokumen tersebut.

KLHK mewakili Pemerintah Indonesia, kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa yang menangani perubahan iklim global, atau United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC).

Saat ini, dokumen “Rekomendasi untuk SNDC Indonesia yang Berkeadilan” sudah diserahkan ke KLHK sebagai masukan dari masyarakat sipil.

Isi dokumen rekomendasi

Beberapa isinya, antara lain, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengatakan bencana iklim melonjak 81 persen, dari 1.945 insiden di tahun 2010 menjadi 3.544 di 2022.

Laporan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) pada 2023 mencatat 79 persen emisi gas rumah kaca global tahun 2019 berasal dari sektor energi, industri, transportasi, dan bangunan. Serta 22 persen dari pertanian, kehutanan, dan penggunaan lahan lainnya.

Beberapa sektor itu berkontribusi melalui alih fungsi lahan dan eksploitasi sumber daya alam.

Baca juga: Menilik Kipah BRI untuk Praktik Keberlanjutan Komunitas Lokal di Lestari Summit 2024

Padahal, pemerintah telah meluncurkan kebijakan untuk perubahan iklim, seperti komitmen emisi nol (Net Zero Emissions) pada 2060, Pembangunan Rendah Karbon Berketahanan Iklim, Transisi Energi Nasional, Indonesia FOLU Net Sink 2030, dan Nilai Ekonomi Karbon.

Sayangnya, ambisi ini belum memenuhi target global menurunkan emisi di angka 1.5 derajat Celcius.

Artinya, hal ini bisa membahayakan rakyat Indonesia, terutama kelompok rentan. Seperti masyarakat adat, buruh, kaum perempuan, penyandang disabilitas, hingga lansia.

“Dalam 10 tahun ke belakang, kita menyaksikan bahwa aksi perubahan iklim di Indonesia justru membuat yang rentan semakin rentan,” tambahnya.

Alih-alih menurunkan target emisi gas rumah kaca, kata dia, strategi pembangunan malah melanggengkan perusakan lingkungan dan perampasan ruang hidup masyarakat rentan.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Masuk 500 Besar Perusahaan Terbaik Versi TIME, Intip Strategi ESG Astra

Masuk 500 Besar Perusahaan Terbaik Versi TIME, Intip Strategi ESG Astra

Swasta
Wanagama Nusantara Jadi Pusat Edukasi dan Konservasi Lingkungan di IKN

Wanagama Nusantara Jadi Pusat Edukasi dan Konservasi Lingkungan di IKN

Pemerintah
20 Perusahaan Global Paling 'Sustain' Versi Majalah TIME, Siapa 20 Teratas?

20 Perusahaan Global Paling "Sustain" Versi Majalah TIME, Siapa 20 Teratas?

Swasta
Tanpa Turunnya Emisi, Populasi Dunia Hadapi Ancaman Cuaca Ekstrem

Tanpa Turunnya Emisi, Populasi Dunia Hadapi Ancaman Cuaca Ekstrem

LSM/Figur
Kerajinan Lontar Olahan Perempuan NTT Diakui di Kancah Global

Kerajinan Lontar Olahan Perempuan NTT Diakui di Kancah Global

LSM/Figur
Partisipasi dalam “Ayo Sehat Festival 2024”, Roche Indonesia Dorong Akses Pemeriksaan Diabetes Sejak Dini

Partisipasi dalam “Ayo Sehat Festival 2024”, Roche Indonesia Dorong Akses Pemeriksaan Diabetes Sejak Dini

Swasta
Penyaluran Pembiayaan Berkelanjutan Capai Rp 1.959 Triliun pada 2023

Penyaluran Pembiayaan Berkelanjutan Capai Rp 1.959 Triliun pada 2023

Pemerintah
Terobosan, Jet Tempur Inggris Pakai Bahan Bakar Berkelanjutan

Terobosan, Jet Tempur Inggris Pakai Bahan Bakar Berkelanjutan

Pemerintah
Pemenang SDG Pioneers 2024 dari Afrika: Kevin Getobai, Usung Peternakan Berkelanjutan

Pemenang SDG Pioneers 2024 dari Afrika: Kevin Getobai, Usung Peternakan Berkelanjutan

LSM/Figur
Den Haag Jadi Kota Pertama di Dunia yang Larang Iklan Energi Fosil

Den Haag Jadi Kota Pertama di Dunia yang Larang Iklan Energi Fosil

Pemerintah
 PUBG Mobile Ajak Jutaan Pemain Ikut Jaga Kelestarian Lingkungan lewat Kampanye Play For Green

PUBG Mobile Ajak Jutaan Pemain Ikut Jaga Kelestarian Lingkungan lewat Kampanye Play For Green

Swasta
Kontribusi Pembangunan Berkelanjutan, 12 Tokoh Bisnis Dunia Sabet SDG Pioneer 2024

Kontribusi Pembangunan Berkelanjutan, 12 Tokoh Bisnis Dunia Sabet SDG Pioneer 2024

Swasta
5 Perusahaan Indonesia Masuk 1.000 Terbaik Dunia Versi Majalah TIME, Ini Daftarnya

5 Perusahaan Indonesia Masuk 1.000 Terbaik Dunia Versi Majalah TIME, Ini Daftarnya

Swasta
Integrasi Kecerdasan Buatan, PLN NP Optimalkan Pembangkit EBT

Integrasi Kecerdasan Buatan, PLN NP Optimalkan Pembangkit EBT

BUMN
Separuh Penduduk Dunia Tak Punya Perlindungan Sosial di Tengah Krisis Iklim

Separuh Penduduk Dunia Tak Punya Perlindungan Sosial di Tengah Krisis Iklim

Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau