Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Studi Temukan Batasan Penyimpanan CO2 di Bawah Tanah untuk Atasi Perubahan Iklim

Kompas.com - 29/08/2024, 14:17 WIB
Monika Novena,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Penelitian yang dipimpin Imperial College London menemukan batasan seberapa cepat kita dapat meningkatkan teknologi penyimpanan karbon dioksida (CO2) di bawah permukaan bumi untuk mengatasi perubahan iklim.

Saat ini, skenario internasional untuk membatasi pemanasan global hingga kurang dari 1,5 derajat pada akhir abad ini bergantung pada teknologi yang menghilangkan CO2 dari atmosfer Bumi lebih cepat daripada pelepasan oleh manusia.

Ini artinya, ada target menghilangkan CO2 sebanyak 1-30 gigaton per tahun pada 2050. Salah satu solusi untuk mengurangi CO2 itu adalah dengan mengembangkan penyimpanan di bawah tanah.

Penyimpanan Karbon Bawah Tanah

Nah, untuk mengetahui seberapa banyak kapasitas yang dapat disimpan bawah permukaan Bumi, tim peneliti dari Imperial membuat model yang menunjukkan seberapa cepat penyimpanan karbon dapat dikembangkan dan diterapkan dengan memperhitungkan geologi yang sesuai serta keterbatasan teknis dan ekonomi untuk pertumbuhan.

Baca juga: Kunjungi Kepulauan Pasifik, Sekjen PBB Serukan SOS karena Perubahan Iklim

Pendekatan pemodelan ini menggunakan pola pertumbuhan yang diamati dari berbagai industri, termasuk pertambangan dan energi terbarukan.

Pendekatan baru ini menawarkan cara yang andal untuk membuat proyeksi jangka panjang yang dapat dicapai untuk penyimpanan CO2 bawah tanah dan dapat menjadi alat yang berharga bagi para pembuat kebijakan.

"Studi kami adalah yang pertama menerapkan pola pertumbuhan dari industri yang mapan ke penyimpanan CO2. Prediksi yang ada bergantung pada asumsi spekulatif, tetapi dengan menggunakan data historis dan tren dari sektor lain dalam industri, model baru kami menawarkan pendekatan yang lebih realistis dan praktis untuk memprediksi seberapa cepat penyimpanan karbon dapat ditingkatkan," terang Dr Samuel Krevor, dari Departemen Ilmu Bumi dan Teknik Imperial dikutip pada Kamis (29/8/2024).

Seperti dikutip dari laman resmi Imperial College London, meski hasilnya menunjukkan bahwa emisi CO2 dapat dikurangi dalam skala besar, tetapi ada beberapa hal yang memengaruhinya.

“Ada banyak faktor yang berperan dalam proyeksi ini, termasuk kecepatan pengisian reservoir serta masalah geologi, geografis, ekonomi, teknologi, dan politik lainnya," ungkap penulis utama Yuting Zhang, dari Departemen Ilmu Bumi dan Teknik Imperial.

Baca juga: Banyak Kebijakan yang Gagal dalam Mencegah Perubahan Iklim

Kendati demikian model tersebut akan membantu memahami bagaimana ketidakpastian dalam kapasitas penyimpanan, variasi kapasitas kelembagaan di berbagai wilayah, dan keterbatasan pembangunan dapat memengaruhi rencana dan target iklim yang ditetapkan oleh para pembuat kebijakan.

Dari pemodelan, peneliti kemudian menemukan pada tahun 2050 penyimpanan karbon bawah tanah dapat menyimpan enam hingga 16 gigaton CO2 per tahun untuk mengatasi perubahan iklim.

Jumlah tersebut menurut peneliti masih terhitung rendah. Itu karena tidak ada rencana dari pemerintah atau perjanjian internasional untuk mendukung upaya berskala besar itu.

"Namun, penting untuk diingat enam gigaton karbon yang masuk ke dalam tanah masih merupakan kontribusi besar bagi mitigasi perubahan iklim," papar Zhang.

Model juga menyediakan alat untuk memperbaharui proyeksi saat ini dengan tujuan realistis tentang bagaimana dan di mana penyimpanan karbon harus dikembangkan dalam beberapa dekade mendatang.

Baca juga: Situs Bersejarah di Turkiye dan Yunani Terancam Tenggelam karena Perubahan Iklim

Tidak Realistis

Meski pemodelan tersebut tampak menjanjikan namun beberapa ahli masih menyangsikan bahwa penyimpanan sejumlah karbon di bawah tanah tidak realistis.

Tingkat penerapan yang tidak realistis ini bisa terjadi di negara-negara Asia termasuk Tiongkok, Indonesia, dan Korea Selatan yang pembangunannya saat ini rendah.

"Meskipun model penilaian terpadu memainkan peran penting dalam membantu para pembuat kebijakan iklim membuat keputusan, beberapa asumsi yang mereka buat terkait penyimpanan karbon dalam jumlah besar di bawah tanah tampak tidak realistis," kata Rekan penulis Profesor Christopher Jackson, dari Departemen Ilmu Bumi dan Teknik Imperial.

Tolok ukur global yang lebih realistis berada pada kisaran 5-6 gigaton penyimpanan per tahun pada tahun 2050. Estimasi ini sejalan dengan bagaimana teknologi serupa yang ada telah ditingkatkan dari waktu ke waktu.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Masuk 500 Besar Perusahaan Terbaik Versi TIME, Intip Strategi ESG Astra

Masuk 500 Besar Perusahaan Terbaik Versi TIME, Intip Strategi ESG Astra

Swasta
Wanagama Nusantara Jadi Pusat Edukasi dan Konservasi Lingkungan di IKN

Wanagama Nusantara Jadi Pusat Edukasi dan Konservasi Lingkungan di IKN

Pemerintah
20 Perusahaan Global Paling 'Sustain' Versi Majalah TIME, Siapa 20 Teratas?

20 Perusahaan Global Paling "Sustain" Versi Majalah TIME, Siapa 20 Teratas?

Swasta
Tanpa Turunnya Emisi, Populasi Dunia Hadapi Ancaman Cuaca Ekstrem

Tanpa Turunnya Emisi, Populasi Dunia Hadapi Ancaman Cuaca Ekstrem

LSM/Figur
Kerajinan Lontar Olahan Perempuan NTT Diakui di Kancah Global

Kerajinan Lontar Olahan Perempuan NTT Diakui di Kancah Global

LSM/Figur
Partisipasi dalam “Ayo Sehat Festival 2024”, Roche Indonesia Dorong Akses Pemeriksaan Diabetes Sejak Dini

Partisipasi dalam “Ayo Sehat Festival 2024”, Roche Indonesia Dorong Akses Pemeriksaan Diabetes Sejak Dini

Swasta
Penyaluran Pembiayaan Berkelanjutan Capai Rp 1.959 Triliun pada 2023

Penyaluran Pembiayaan Berkelanjutan Capai Rp 1.959 Triliun pada 2023

Pemerintah
Terobosan, Jet Tempur Inggris Pakai Bahan Bakar Berkelanjutan

Terobosan, Jet Tempur Inggris Pakai Bahan Bakar Berkelanjutan

Pemerintah
Pemenang SDG Pioneers 2024 dari Afrika: Kevin Getobai, Usung Peternakan Berkelanjutan

Pemenang SDG Pioneers 2024 dari Afrika: Kevin Getobai, Usung Peternakan Berkelanjutan

LSM/Figur
Den Haag Jadi Kota Pertama di Dunia yang Larang Iklan Energi Fosil

Den Haag Jadi Kota Pertama di Dunia yang Larang Iklan Energi Fosil

Pemerintah
 PUBG Mobile Ajak Jutaan Pemain Ikut Jaga Kelestarian Lingkungan lewat Kampanye Play For Green

PUBG Mobile Ajak Jutaan Pemain Ikut Jaga Kelestarian Lingkungan lewat Kampanye Play For Green

Swasta
Kontribusi Pembangunan Berkelanjutan, 12 Tokoh Bisnis Dunia Sabet SDG Pioneer 2024

Kontribusi Pembangunan Berkelanjutan, 12 Tokoh Bisnis Dunia Sabet SDG Pioneer 2024

Swasta
5 Perusahaan Indonesia Masuk 1.000 Terbaik Dunia Versi Majalah TIME, Ini Daftarnya

5 Perusahaan Indonesia Masuk 1.000 Terbaik Dunia Versi Majalah TIME, Ini Daftarnya

Swasta
Integrasi Kecerdasan Buatan, PLN NP Optimalkan Pembangkit EBT

Integrasi Kecerdasan Buatan, PLN NP Optimalkan Pembangkit EBT

BUMN
Separuh Penduduk Dunia Tak Punya Perlindungan Sosial di Tengah Krisis Iklim

Separuh Penduduk Dunia Tak Punya Perlindungan Sosial di Tengah Krisis Iklim

Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau