KOMPAS.com - Penelitian yang dipimpin Imperial College London menemukan batasan seberapa cepat kita dapat meningkatkan teknologi penyimpanan karbon dioksida (CO2) di bawah permukaan bumi untuk mengatasi perubahan iklim.
Saat ini, skenario internasional untuk membatasi pemanasan global hingga kurang dari 1,5 derajat pada akhir abad ini bergantung pada teknologi yang menghilangkan CO2 dari atmosfer Bumi lebih cepat daripada pelepasan oleh manusia.
Ini artinya, ada target menghilangkan CO2 sebanyak 1-30 gigaton per tahun pada 2050. Salah satu solusi untuk mengurangi CO2 itu adalah dengan mengembangkan penyimpanan di bawah tanah.
Nah, untuk mengetahui seberapa banyak kapasitas yang dapat disimpan bawah permukaan Bumi, tim peneliti dari Imperial membuat model yang menunjukkan seberapa cepat penyimpanan karbon dapat dikembangkan dan diterapkan dengan memperhitungkan geologi yang sesuai serta keterbatasan teknis dan ekonomi untuk pertumbuhan.
Baca juga: Kunjungi Kepulauan Pasifik, Sekjen PBB Serukan SOS karena Perubahan Iklim
Pendekatan pemodelan ini menggunakan pola pertumbuhan yang diamati dari berbagai industri, termasuk pertambangan dan energi terbarukan.
Pendekatan baru ini menawarkan cara yang andal untuk membuat proyeksi jangka panjang yang dapat dicapai untuk penyimpanan CO2 bawah tanah dan dapat menjadi alat yang berharga bagi para pembuat kebijakan.
"Studi kami adalah yang pertama menerapkan pola pertumbuhan dari industri yang mapan ke penyimpanan CO2. Prediksi yang ada bergantung pada asumsi spekulatif, tetapi dengan menggunakan data historis dan tren dari sektor lain dalam industri, model baru kami menawarkan pendekatan yang lebih realistis dan praktis untuk memprediksi seberapa cepat penyimpanan karbon dapat ditingkatkan," terang Dr Samuel Krevor, dari Departemen Ilmu Bumi dan Teknik Imperial dikutip pada Kamis (29/8/2024).
Seperti dikutip dari laman resmi Imperial College London, meski hasilnya menunjukkan bahwa emisi CO2 dapat dikurangi dalam skala besar, tetapi ada beberapa hal yang memengaruhinya.
“Ada banyak faktor yang berperan dalam proyeksi ini, termasuk kecepatan pengisian reservoir serta masalah geologi, geografis, ekonomi, teknologi, dan politik lainnya," ungkap penulis utama Yuting Zhang, dari Departemen Ilmu Bumi dan Teknik Imperial.
Baca juga: Banyak Kebijakan yang Gagal dalam Mencegah Perubahan Iklim
Kendati demikian model tersebut akan membantu memahami bagaimana ketidakpastian dalam kapasitas penyimpanan, variasi kapasitas kelembagaan di berbagai wilayah, dan keterbatasan pembangunan dapat memengaruhi rencana dan target iklim yang ditetapkan oleh para pembuat kebijakan.
Dari pemodelan, peneliti kemudian menemukan pada tahun 2050 penyimpanan karbon bawah tanah dapat menyimpan enam hingga 16 gigaton CO2 per tahun untuk mengatasi perubahan iklim.
Jumlah tersebut menurut peneliti masih terhitung rendah. Itu karena tidak ada rencana dari pemerintah atau perjanjian internasional untuk mendukung upaya berskala besar itu.
"Namun, penting untuk diingat enam gigaton karbon yang masuk ke dalam tanah masih merupakan kontribusi besar bagi mitigasi perubahan iklim," papar Zhang.
Model juga menyediakan alat untuk memperbaharui proyeksi saat ini dengan tujuan realistis tentang bagaimana dan di mana penyimpanan karbon harus dikembangkan dalam beberapa dekade mendatang.
Baca juga: Situs Bersejarah di Turkiye dan Yunani Terancam Tenggelam karena Perubahan Iklim
Meski pemodelan tersebut tampak menjanjikan namun beberapa ahli masih menyangsikan bahwa penyimpanan sejumlah karbon di bawah tanah tidak realistis.
Tingkat penerapan yang tidak realistis ini bisa terjadi di negara-negara Asia termasuk Tiongkok, Indonesia, dan Korea Selatan yang pembangunannya saat ini rendah.
"Meskipun model penilaian terpadu memainkan peran penting dalam membantu para pembuat kebijakan iklim membuat keputusan, beberapa asumsi yang mereka buat terkait penyimpanan karbon dalam jumlah besar di bawah tanah tampak tidak realistis," kata Rekan penulis Profesor Christopher Jackson, dari Departemen Ilmu Bumi dan Teknik Imperial.
Tolok ukur global yang lebih realistis berada pada kisaran 5-6 gigaton penyimpanan per tahun pada tahun 2050. Estimasi ini sejalan dengan bagaimana teknologi serupa yang ada telah ditingkatkan dari waktu ke waktu.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya