KOMPAS.com - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) memanfaatkan teknologi nuklir untuk autentikasi dan ketertelusuran pangan.
Kepala Organisasi Riset Tenaga Nuklir (ORTN) BRIN Syaiful Bakhri mengatakan, teknologi nuklir yang digunakan adalah memanfaatkan perbedaan rasio isotop dan konsentrasi mineral di berbagai wilayah geografis.
Hal ini dilakukan untuk menciptakan sidik jari isotropik yang spesifik dan unik dari sebuah produk pangan di wilayah tersebut.
Baca juga: Penerapan Bioteknologi Benih Jadi Kunci Hadapi Krisis Pangan
"Sidik jari tersebut semacam fingerprint yang memastikan dari mana produk pangan tersebut diproduksi. Dan kita juga bisa telusuri lebih lanjut ke mana produk pangan tersebut didistribusikan," ujar Syaiful dalam Sosialisasi Teknologi Proses Radiasi pada Sektor Agromaritim terhadap Pemerintah Daerah Provinsi Bangka Belitung yang digelar secara daring, Selasa (13/8/2024) dikutip dari situs web BRIN.
Syaiful menuturkan, sertifikasi geografis perlu dilakukan untuk melindungi produk yang memiliki karakteristik unik. Hal tersebut sekaligus menjamin konsumen memperoleh produk yang asli.
Dengan sertifikasi tersebut, maka konsumen bisa yakin mendapatkan produk asli.
"Tidak ada produk pangan tiruan, misalnya beras, yang seoalah-olah didatangkan dari suatu daerah tertentu, padahal didatangkan dari tempat lain atau diimpor dari luar," ujarnya Syaiful.
Baca juga: Jaga Ketahanan Pangan, Pupuk Indonesia Tegaskan Tetap Salurkan Pupuk Bersubsidi
Dia menambahkan, BRIN akan terus mengeksplorasi potensi baru teknologi nuklir dengan tetap menjunjung tinggi prinsip keselamatan dan keamanan berkelanjutan.
Syaiful juga berharap dapat berkolaborasi dengan berbagai pihak seperti akademisi, industri, maupun pemerintah daerah untuk memastikan riset yang dilakukan BRIN bermanfaat dan berdampak nyata bagi masyarakat.
Kepala Pusat Riset Teknologi Proses Radiasi (PRTPR) BRIN Irawan Sugoro memaparkan, riset teknologi pemanfaatan radiasi dan pemanfaatan perunut yang dilakukan oleh Kelompok Riset Radiasi dan Dekontaminasi PRTPR.
Salah satu fokus risetnya, ujar Irawan, adalah perunut dimanfaatkan untuk autentikasi.
Baca juga: Mahasiswa Unhas Ciptakan Inovasi Padi Apung untuk Ketahanan Pangan
"Analisis isotop fokus pada tiga aspek keaslian dan keterlacakan pangan, yaitu untuk mendeteksi pemalsuan pangan, menelusuri asal geografis produksi pangan, dan menverifikasi pangan organik," ungkapnya.
Irawan menyampaikan, autentikasi diperlukan untuk menjaga keaslian pangan. Sedangkan dari sisi pelaku industri, diperlukan mengetahui produk ini asli atau bukan.
Dia berharap, kerja sama dengan pemerintah daerah, khususnya dengan Provinsi Bangka Belitung, menjadi sebuah langkah awal ke depannya dalam menjalin kerja sama riset dengan provinsi lain di Indonesia.
"Mudah-mudahan kerja sama ini terus berlanjut, bisa menjadi pionir untuk daerah lain, dan memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar," ucapnya.
Baca juga: Nusa Prima Logistik, Perkuat Ketahanan Pangan lewat Inovasi dan Penguatan SDM Unggul
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya