Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perubahan Iklim Bisa Bikin Korsel Tak Produksi Kimchi Lagi

Kompas.com, 13 September 2024, 13:10 WIB
Monika Novena,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Korea Selatan terkenal dengan olahan fermentasi kimchi yang terbuat dari sawi putih. Namun makanan favorit masyarakat ini tampaknya terancam tak bisa diproduksi karena perubahan iklim.

Seperti dikutip dari Business Times, Kamis (12/9/2024) kualitas dan kuantitas sawi putih untuk membuat kimchi itu disebut terancam menurun karena meningkatnya suhu.

Sawi putih tumbuh subur di iklim yang lebih dingin dan biasanya ditanam di daerah pegunungan yang suhunya selama musim panas jarang naik di atas 25 derajat Celcius.

Baca juga: ADB Gunakan Separuh Pendanaan untuk Atasi Perubahan Iklim pada 2030

Namun penelitian menunjukkan bahwa cuaca yang lebih hangat karena perubahan iklim sekarang mengancam tanaman ini sehingga ada kekhawatiran tidak dapat menanamnya lagi.

“Kami berharap prediksi ini tidak menjadi kenyataan,” kata ahli patologi tanaman dan ahli virus Lee Young-gyu.

"Sawi putih tumbuh di iklim dingin dan beradaptasi dengan rentang suhu yang sangat sempit. Suhu optimalnya antara 18 hingga 21 derajat Celcius," katanya lagi.

Baca juga: ADB Gunakan Separuh Pendanaan untuk Atasi Perubahan Iklim pada 2030

Perubahan Tanaman

Di ladang dan di dapur, baik komersial maupun rumah tangga, petani dan pembuat kimchi sudah merasakan perubahannya.

Lee Ha-yeon, yang memegang gelar ahli kimchi dari Kementerian Pertanian, mengatakan inti sawi membusuk dan akarnya menjadi lembek.

“Jika ini terus berlanjut, maka di musim panas kita mungkin harus berhenti membuat kimchi sawi putih,” kata Lee.

Kimchi fermentasi pedas dibuat dari berbagai sayuran lain seperti lobak, mentimun, dan daun bawang, tetapi hidangan yang paling populer tetap berbahan dasar sawi.

Data dari badan statistik pemerintah Korea Selatan menunjukkan tahun 2023, luas lahan di dataran tinggi yang ditanami sawi putih berkurang setengahnya dari 20 tahun lalu.

Baca juga: Studi: Kelompok Rentan Paling Banyak Menanggung Dampak Perubahan Iklim

Lahan tahun lalu hanya menyisakan 3.995 hektar dibandingkan dengan 20 tahun lalu yang mencapai 8.796 hektar.

Menurut Badan Pengembangan Pedesaan, skenario perubahan iklim juga memproyeksikan area pertanian akan menyusut drastis dalam 25 tahun ke depan dan tanpa sawi putih yang ditanam di dataran tinggi pada tahun 2090.

Peneliti menyebut penyebab turunnya produksi sawi putih ini dipengaruhi oleh suhu yang lebih tinggi, hujan lebat yang tidak dapat diprediksi, dan hama yang menjadi lebih sulit dikendalikan di musim panas yang lebih hangat dan panjang.

Infeksi jamur yang membuat tanaman layu juga sangat merepotkan bagi petani karena baru terlihat saat mendekati masa panen.

Baca juga: Perubahan Iklim Sebabkan 400 Juta Siswa Terdampak Penutupan Sekolah

Perubahan iklim menambah tantangan yang dihadapi industri kimchi Korea Selatan, yang sudah berjuang melawan impor murah dari Tiongkok, yang sebagian besar disajikan di restoran.

Data bea cukai yang dirilis 2 September 2024 lalu menunjukkan impor kimchi hingga akhir Juli naik 6,9 persen menjadi US$98,5 juta tahun ini, hampir semuanya dari Tiongkok dan merupakan yang tertinggi selama periode tersebut.

Menyelamatkan Kimchi

Sejauh ini, Korsel mengandalkan penyimpanan besar-besaran untuk mencegah lonjakan harga dan kekurangan stok.

Para ilmuwan juga berlomba-lomba mengembangkan varietas tanaman yang dapat tumbuh di iklim yang lebih hangat dan yang lebih tahan terhadap fluktuasi besar dalam curah hujan dan infeksi.

Baca juga: Perubahan Iklim Bikin Tumbuhan Tumbuh Pesat di Antartika

Namun, Kim Si-gap (71), yang telah bekerja di ladang sawi di wilayah timur Gangneung sepanjang hidupnya, khawatir varietas baru akan lebih mahal untuk ditanam selain rasanya tidak enak.

“Ketika kita melihat laporan bahwa akan tiba saatnya di Korea ketika kita tidak dapat lagi sawi, itu mengejutkan dan juga menyedihkan pada saat yang sama karena kimchi merupakan sesuatu yang selalu terhidang di meja” kata Kim.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Menteri LH Sebut Gelondongan Kayu Terseret Banjir Sumatera Bisa Dimanfaatkan
Menteri LH Sebut Gelondongan Kayu Terseret Banjir Sumatera Bisa Dimanfaatkan
Pemerintah
Bioetanol dari Sorgum Disebut Lebih Unggul dari Tebu dan Singkong, tapi..
Bioetanol dari Sorgum Disebut Lebih Unggul dari Tebu dan Singkong, tapi..
LSM/Figur
Asia Tenggara Catat Kenaikan 73 Persen pada Hasil Obligasi ESG
Asia Tenggara Catat Kenaikan 73 Persen pada Hasil Obligasi ESG
Pemerintah
4 Penambang Batu Bara Ilegal di Teluk Adang Kalimantan Ditangkap, Alat Berat Disita
4 Penambang Batu Bara Ilegal di Teluk Adang Kalimantan Ditangkap, Alat Berat Disita
Pemerintah
Drone Berperan untuk Pantau Gajah Liar Tanpa Ganggu Habitatnya
Drone Berperan untuk Pantau Gajah Liar Tanpa Ganggu Habitatnya
Swasta
6 Kukang Sumatera Dilepasliar di Lampung Tengah
6 Kukang Sumatera Dilepasliar di Lampung Tengah
Pemerintah
RI dan UE Gelar Kampanye Bersama Lawan Kekerasan Digital terhadap Perempuan dan Anak
RI dan UE Gelar Kampanye Bersama Lawan Kekerasan Digital terhadap Perempuan dan Anak
Pemerintah
UNCTAD Peringatkan Sistem Perdagangan Dunia Rentan Terhadap Risiko Iklim
UNCTAD Peringatkan Sistem Perdagangan Dunia Rentan Terhadap Risiko Iklim
Pemerintah
Tak Perbaiki Tata Kelola Sampah, 87 Kabupaten Kota Terancam Pidana
Tak Perbaiki Tata Kelola Sampah, 87 Kabupaten Kota Terancam Pidana
Pemerintah
Bencana di Sumatera, Menteri LH Akui Tak Bisa Rutin Pantau Jutaan Unit Usaha
Bencana di Sumatera, Menteri LH Akui Tak Bisa Rutin Pantau Jutaan Unit Usaha
Pemerintah
DP World: Rantai Pasok Wajib Berubah untuk Akhiri Krisis Limbah Makanan
DP World: Rantai Pasok Wajib Berubah untuk Akhiri Krisis Limbah Makanan
LSM/Figur
KLH Periksa 8 Perusahaan terkait Banjir Sumatera, Operasional 4 Perusahaan Dihentikan
KLH Periksa 8 Perusahaan terkait Banjir Sumatera, Operasional 4 Perusahaan Dihentikan
Pemerintah
TN Way Kambas Sambut Kelahiran Bayi Gajah Betina, Berat 64 Kilogram
TN Way Kambas Sambut Kelahiran Bayi Gajah Betina, Berat 64 Kilogram
LSM/Figur
Menteri LH Sebut Kayu Banjir Bukan dari Hulu Batang Toru
Menteri LH Sebut Kayu Banjir Bukan dari Hulu Batang Toru
Pemerintah
TPA Suwung Bali Ditutup 23 Desember 2025, Ini Alasannya
TPA Suwung Bali Ditutup 23 Desember 2025, Ini Alasannya
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau