Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ekowisata Satwa Liar Bisa Dorong Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia

Kompas.com - 13/09/2024, 22:54 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Ekowisata satwa liar yang dikelola dan dikembangkan dengan baik, bisa mendukung target pembangunan berkelanjutan di Indonesia.

Direktur Eksekutif Belantara Foundation, Dolly Priatna, mengatakan pentingnya partisipasi aktif dalam mengembangkan ekowisata satwa liar berkelanjutan di kawasan Asia, khususnya di Indonesia.

“Ekowisata satwa liar seharusnya bisa menjadi wahana untuk melibatkan dan meningkatkan pendapatan masyarakat lokal, serta sekaligus memberikan perlindungan ekologis terhadap satwa liar dan keanekaragaman hayati lainnya," ujar Dolly, Rabu (11/9/2024). 

Baca juga: Potensi Besar Perikanan dan Ekowisata di Natuna, Terganjal Akses

Secara tidak langsung, kata dia, kegiatan ekowisata atau wisata berkelanjutan dapat memberikan edukasi lingkungan hidup, baik kepada pengunjung maupun masyarakat sekitar.

Sekaligus juga dapat membuka kesempatan bagi masyarakat lokal untuk meningkatkan perekonomian dan kehidupan sosialnya.

"Kini, ekowisata satwa liar telah menjadi bagian dalam mendukung dan mengembangkan pembangunan berkelanjutan, di tengah semakin rusak dan kritisnya sumber daya hayati”, imbuh Dolly. 

Dalam webinar ini, Belantara Foundation bekerja sama dengan Prodi Manajemen Lingkungan Sekolah Pascasarjana, Prodi Biologi FMIPA, Prodi Pendidikan Biologi FKIP, dan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Pakuan, Bogor. 

Baca juga: Konsep Ekowisata di Banyuwangi Bantu Lawan Perubahan Iklim

Tantangan ekowisata

Pada kesempatan yang sama, Pendiri dan Direktur Eksekutif Indecon, Ary S. Suhandi,  mengatakan bahwa wisata satwa liar telah menjadi tren signifikan di tingkat global.

Hal ini menurutnya didorong oleh meningkatnya minat masyarakat terhadap alam, konservasi, dan wisata berkelanjutan.

“Ekowisata juga dapat dimanfaatkan untuk berkontribusi pada upaya pelestarian alam maupun budaya. Namun, hal itu jika pariwisata dikelola dengan baik dan benar," ujar Ary, dalam pernyataannya. 

Jika tidak, menurutnya pariwisata juga memiliki resiko menimbulkan dampak negatif baik pada lingkungan maupun sosial budaya.

Baca juga: Pemanfaatan Wilayah Konservasi jadi Ekowisata

"Oleh karena itu, peningkatan kapasitas dan kesadaran masyarakat menjadi krusial didahulukan," imbuhnya. 

Sementara, Rektor Universitas Pakuan, Prof Didik Notosudjono, menjelaskan bahwa praktik ekowisata di Indonesia telah menunjukkan perkembangan positif di beberapa wilayah.

Namun, menurutnya, tantangan besar masih harus diatasi, terutama dalam hal pengawasan, infrastruktur, dan kesadaran.

Untuk memastikan bahwa ekowisata benar-benar berkelanjutan, Indonesia perlu memperkuat regulasi, meningkatkan pendidikan lingkungan, dan memastikan bahwa pariwisata memberikan manfaat nyata bagi masyarakat lokal dan lingkungan dalam jangka panjang.

“Perguruan Tinggi dapat berkontribusi dalam mengembangkan ekowisata berkelanjutan melalui berbagai cara, antara lain melakukan penelitian dan pengembangan, pendidikan dan pelatihan, kolaborasi dengan masyarakat lokal, inovasi teknologi, monitoring dan evaluasi, penyadaran publik dan kampanye," tutur Didik.  

Melalui beberapa peran tersebut, kata dia, perguruan tinggi tidak hanya dapat mendukung pengembangan ekowisata berkelanjutan, tetapi juga berkontribusi dalam melestarikan lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal.  

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Solusi Air Bersih di Desa Sungai Payang, Begini Upaya MMSGI Dorong Kesejahteraan Warga

Solusi Air Bersih di Desa Sungai Payang, Begini Upaya MMSGI Dorong Kesejahteraan Warga

Swasta
Dilobi Sejumlah Pihak Termasuk RI, Uni Eropa Tunda Implementasi UU Anti-Deforestasi

Dilobi Sejumlah Pihak Termasuk RI, Uni Eropa Tunda Implementasi UU Anti-Deforestasi

Pemerintah
BRIN: Teknologi Nuklir Dapat Deteksi Pemalsuan Pangan

BRIN: Teknologi Nuklir Dapat Deteksi Pemalsuan Pangan

Pemerintah
Dalam 6 Bulan, Sampah di Cekungan Bandung Bisa Jadi Bencana

Dalam 6 Bulan, Sampah di Cekungan Bandung Bisa Jadi Bencana

Pemerintah
Kekeringan Global Ancam Pasokan Pangan dan Produksi Energi

Kekeringan Global Ancam Pasokan Pangan dan Produksi Energi

Pemerintah
Laporan 'Health and Benefits Study 2024': 4 Tren Tunjangan Kesehatan Karyawan Indonesia

Laporan "Health and Benefits Study 2024": 4 Tren Tunjangan Kesehatan Karyawan Indonesia

Swasta
Perubahan Iklim Tingkatkan Kekerasan terhadap Perempuan

Perubahan Iklim Tingkatkan Kekerasan terhadap Perempuan

Pemerintah
Forum 'ESG Edge' Inquirer: Kolaborasi Sekolah Swasta dan Negeri Jadi Solusi Holistik Masalah Pendidikan Filipina

Forum "ESG Edge" Inquirer: Kolaborasi Sekolah Swasta dan Negeri Jadi Solusi Holistik Masalah Pendidikan Filipina

LSM/Figur
Batik: Menenun Kesadaran untuk Bumi

Batik: Menenun Kesadaran untuk Bumi

Pemerintah
Ilmuwan Kembangkan Padi yang Lebih Ramah Lingkungan

Ilmuwan Kembangkan Padi yang Lebih Ramah Lingkungan

Pemerintah
Pemerintah Kendalikan Merkuri untuk Jaga Lingkungan dan Kesehatan Manusia

Pemerintah Kendalikan Merkuri untuk Jaga Lingkungan dan Kesehatan Manusia

Pemerintah
DPR RI yang Baru Siapkan UU Perkuat Pedagangan Karbon

DPR RI yang Baru Siapkan UU Perkuat Pedagangan Karbon

Pemerintah
Kerja sama Transisi Energi Indonesia-Jepang Berpotensi Naikkan Emisi

Kerja sama Transisi Energi Indonesia-Jepang Berpotensi Naikkan Emisi

Pemerintah
Tekan Stunting, Rajawali Nusindo Salurkan 438.000 Bantuan Pangan Pemerintah di NTT

Tekan Stunting, Rajawali Nusindo Salurkan 438.000 Bantuan Pangan Pemerintah di NTT

BUMN
Kemendagri: Alokasi APBD untuk Pengolahan Sampah Rata-rata Kurang dari 1 Persen

Kemendagri: Alokasi APBD untuk Pengolahan Sampah Rata-rata Kurang dari 1 Persen

Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau