Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 13/09/2024, 15:30 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Konsumerisme berlebih dari orang-orang kaya di dunia dan perubahan iklim membuat masa depan yang adil bagi umat manusia terancam.

Temuan tersebut mengemuka dari laporan terbaru Earth Commission, sebuah tim ilmuwan global yang fokus meneliti kerangka kerja yang aman dan adil bagi manusia dan planet ini.

Para peneliti menyampaikan, degradasi lingkungan akibat konsumerisme ditambah krisis iklim membuat Bumi melampaui serangkaian batas yang aman, sebagaimana dilansir The Guardian.

Baca juga: PBB: Investasi Udara Bersih Selamatkan Nyawa dan Perangi Perubahan Iklim

Penelitian tersebut diterbitkan dalam jurnal Lancet Planetary Health, Rabu (11/9/2024). Dalam studi itu, para peneliti menetapkan keadilan fundamental dari standar hidup sehari-hari manusia.

Standar tersebut yakni makanan 2.500 kalori, air bersih 100 liter, listrik 0,7 kilowatt jam (kWh), luas tempat tinggal 15 meter persegi, dan transportasi tahunan sejauh 4.500 kilometer (km).

Para peneliti kemudian menghitung seberapa banyak ruang yang ada serta batasan manusia dapat mendorong iklim, ekosistem, nutrisi, fosfor dan sumber daya air tanpa mengganggu kestabilan sistem Bumi.

Dari analisis tersebut para peneliti mendapatkan hasil, dengan kondisi sosial dan lingkungan yang sangat tidak setara dan intensif bahan bakar fosil seperti saat ini, mustahil bagi semua manusia untuk hidup sehat dalam ruang yang aman dan adil.

Studi tersebut juga ditegaskan oleh penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa tujuh dari delapan batas planet Bumi telah dilanggar.

Baca juga: ADB Gunakan Separuh Pendanaan untuk Atasi Perubahan Iklim pada 2030

Dari semua penduduk Bumi, orang-orang miskin menjadi kelompok yang paling parah dari kondisi ketidakadilan ini.

Penelitian ini juga mengidentifikasi sejumlah lokasi di seluruh dunia dengan populasi paling rentan terhadap bahaya dari kerusakan iklim, hilangnya keanekaragaman hayati, polusi, dan kekurangan air.

Masih ada harapan

Di sisi lain, studi tersebut juga mengungkapkan berbagai dampak buruk ini dapat dihindari. Studi tersebut mengatakan ruang yang aman dan adil secara teoritis masih mungkin saat ini.

Caranya adalah mengurangi penggunaan sumber daya oleh 15 persen kelompok penghasil emisi terbesar dan adopsi cepat energi terbarukan dan teknologi berkelanjutan lainnya.

Semakin lama perubahan ditunda, semakin berat tantangan di tahun-tahun mendatang, khususnya terkait iklim.

Baca juga: Perubahan Iklim Beri Dampak Terhadap Kehidupan pada Anak dan Perempuan Pesisir

"Jika perubahan signifikan tidak dilakukan sekarang, pada 2050 tidak akan ada lagi ruang yang aman dan adil," tulis laporan tersebut.

Itu berarti, meskipun setiap orang di planet ini hanya memiliki akses ke sumber daya yang diperlukan untuk standar hidup dasar pada 2050, Bumi akan tetap berada di luar batas iklim.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
KG Media Tanam 10.000 Bibit Mangrove di Indramayu, Bisnis Bisa Lestari
KG Media Tanam 10.000 Bibit Mangrove di Indramayu, Bisnis Bisa Lestari
Swasta
RI Butuh Pembiayaan Berkelanjutan untuk Lindungi 30 Persen Area Laut pada 2045
RI Butuh Pembiayaan Berkelanjutan untuk Lindungi 30 Persen Area Laut pada 2045
Pemerintah
RI Butuh Dana Rp 3.000 T untuk Bangun EBT, PLN Dorong Investasi Swasta
RI Butuh Dana Rp 3.000 T untuk Bangun EBT, PLN Dorong Investasi Swasta
BUMN
Hutan Miskin Pendanaan, Butuh Rp 3500 T per Tahun agar Tetap Kaya Manfaat
Hutan Miskin Pendanaan, Butuh Rp 3500 T per Tahun agar Tetap Kaya Manfaat
LSM/Figur
CEO Connect Digelar, Pertemukan Pemerintah-Swasta untuk Wujudkan Kemandirian Energi
CEO Connect Digelar, Pertemukan Pemerintah-Swasta untuk Wujudkan Kemandirian Energi
Swasta
Wujudkan Hak Dasar Anak, GNI dan Puskesmas Hadirkan Program Cek Kesehatan Gratis di SD Kelapa Gading
Wujudkan Hak Dasar Anak, GNI dan Puskesmas Hadirkan Program Cek Kesehatan Gratis di SD Kelapa Gading
LSM/Figur
Respon Purbaya, Pertamina Percepat Transformasi Perusahaan
Respon Purbaya, Pertamina Percepat Transformasi Perusahaan
Swasta
Konsentrasi CO2 Naik Tertinggi Sejak 1957, Krisis Iklim Kian Serius
Konsentrasi CO2 Naik Tertinggi Sejak 1957, Krisis Iklim Kian Serius
Pemerintah
Aturan Baru Korsel, Pesawat yang Lepas Landas dari Wilayahnya Harus Pakai Avtur Berkelanjutan
Aturan Baru Korsel, Pesawat yang Lepas Landas dari Wilayahnya Harus Pakai Avtur Berkelanjutan
Pemerintah
Indonesia Eximbank Bawa 14 Eksportir Binaan yang Berorientasi Keberlanjutan ke TEI 2025
Indonesia Eximbank Bawa 14 Eksportir Binaan yang Berorientasi Keberlanjutan ke TEI 2025
Pemerintah
B40 untuk Energi Bersih Pecahkan Rekor Dunia, Pertamina: Negara Hemat Rp 675 T
B40 untuk Energi Bersih Pecahkan Rekor Dunia, Pertamina: Negara Hemat Rp 675 T
BUMN
LEGO Group Hentikan Penggunaan Gas Alam untuk Pangkas Emisi GRK
LEGO Group Hentikan Penggunaan Gas Alam untuk Pangkas Emisi GRK
Swasta
Studi Ungkap Orang yang Pernah Kebanjiran Cenderung Sadar Krisis Iklim
Studi Ungkap Orang yang Pernah Kebanjiran Cenderung Sadar Krisis Iklim
Pemerintah
Kisah di Balik Cokelatin Signature, Berawal dari Hobi yang Jadi Ladang Cuan
Kisah di Balik Cokelatin Signature, Berawal dari Hobi yang Jadi Ladang Cuan
LSM/Figur
Dua Tahun Berjalan, Pasar Karbon Indonesia Belum Menunjukkan Geliat
Dua Tahun Berjalan, Pasar Karbon Indonesia Belum Menunjukkan Geliat
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau