KOMPAS.com - Saat ini, banyak perusahaan telah menyadari bahwa mengurangi jejak karbon (carbon footprint) dapat berjalan beriringan dengan peningkatan performa bisnis, terutama dengan menggunakan inovasi berbasis kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI).
Apalagi, aspek keberlanjutan (sustainability) telah menjadi bagian tak terpisahkan dari tanggung jawab perusahaan-perusahaan di dunia.
Presiden Direktur IBM Indonesia (International Business Machine) Indonesia, Roy Kosasih mengatakan transformasi ini juga sangat diperlukan untuk mendukung komitmen iklim Indonesia.
Baca juga: Cerita Bos BCA Gunakan AI Buat Jaring Nasabah dan Kredit
Seperti tercantum dalam Nationally Determined Contributions (NDC) yang telah diperbarui pemerintah, ada target mengurangi emisi gas rumah kaca hingga 29 persen dalam kondisi normal di tahun 2030.
“AI bukan hanya suatu alat untuk mengoptimalkan operasional bisnis, tapi juga bisa berperan sebagai katalis perubahan penting bagi bisnis untuk usaha keberlanjutan mereka,” katanya dalam keterangan resmi, Senin (16/9/2024).
Ia mengatakan, setidaknya tiga cara AI dapat membantu perusahaan mengurangi emisi sekaligus meningkatkan daya saing dan pendapatan perusahaan. Cara-cara tersebut meliputi:
Rantai pasokan kerap jadi penyumbang emisi tertinggi karena divisi logistik yang kurang efisien, produksi yang berlebihan, dan limbah yang dihasilkan.
Dengan inovasi berbasis AI, manajemen rantai pasokan bisa memprediksi permintaan secara lebih akurat, mengoptimalkan rute logistik, dan meminimalkan limbah.
“Hal ini tidak hanya membantu mengurangi emisi tetapi juga menghasilkan penghematan biaya bagi perusahaan,” ujar Roy.
Baca juga: Integrasi Kecerdasan Buatan, PLN NP Optimalkan Pembangkit EBT
Dalam konteks komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi di berbagai sektor, optimalisasi operasional dengan AI juga dapat mendukung komitmen keberlanjutan negara untuk mengurangi emisi karbon.
Konsumsi energi adalah salah satu kontributor terbesar emisi karbon, dan kehadiran AI dapat membantu mengurangi dampak ini dengan mengoptimalkan penggunaan energi.
Dengan mengintegrasikan AI ke dalam proses monitoring yang sudah ada, bisnis dapat menganalisis pola konsumsi energi secara langsung di berbagai aspek operasi mereka.
Sebagai contoh, Water Corporation di Australia bermigrasi ke infrastruktur berbasis AI yang didukung cloud. Strategi tersebut bisa mengurangi emisi karbon sekitar 150 metrik ton per tahun, serta menurunkan biaya operasional lebih dari 40 persen.
Baca juga: IPB Buka Prodi Kecerdasan Buatan (AI), Berapa UKT dan Uang Pangkalnya?
Kombinasi pemantauan berbasis AI dan infrastruktur ramah energi ini tidak hanya membantu bisnis mencapai tujuan keberlanjutan mereka, tetapi juga mengurangi biaya untuk kebutuhan energi sehingga memberikan manfaat langsung bagi laba perusahaan.
Terakhir, AI dapat meningkatkan pelaporan dan kepatuhan pada komitmen keberlanjutan perusahaan.
Salah satu tantangan yang sering dihadapi perusahaan adalah menavigasi peraturan keberlanjutan yang kompleks dan pelaporan kemajuan mereka secara akurat.
AI dapat menyederhanakan proses ini dengan mengotomatisasikan pengumpulan data yang dibutuhkan terkait keberlanjutan, memastikan bahwa perusahaan dapat melacak dan menganalisis kinerja mereka, serta mematuhi regulasi yang berubah-ubah di laporan mereka.
Di Asia Tenggara, teknologi AI telah menjadi kunci dalam melacak dan melaporkan metrik keberlanjutan seperti emisi.
Baca juga: Dosen dan Guru Perlu Integrasikan Kecerdasan Buatan dalam Pengajaran
Sebagai contoh, PT Sucofindo memanfaatkan teknologi canggih tersebut untuk memantau tingkat emisi dan mendukung upaya keberlanjutan dengan melacak dan melaporkan metrik kinerja lingkungan secara akurat.
Sementara, untuk laporan tata kelola, sangat penting bagi badan independen untuk memverifikasi kepatuhan terhadap laporan ini.
Menurut Roy, kerangka pelaporan dan tata kelola berbasis AI penting untuk mencapai transparansi dan kepatuhan.
“Bagi bisnis di Indonesia, yang diharuskan berkontribusi pada target iklim nasional, transparansi dan pelaporan berbasis AI ini akan sangat penting untuk keberhasilan jangka panjang,” ujarnya.
Lebih lanjut, kata dia, dengan meningkatkan efisiensi rantai pasokan, mengoptimalkan konsumsi energi, dan merampingkan pelaporan keberlanjutan, AI dapat membantu perusahaan memantau dan mengurangi jejak karbon mereka sambil meningkatkan pendapatannya.
“Saat bisnis mengadopsi solusi AI, mereka tidak hanya mendukung tujuan iklim nasional tetapi juga mengamankan keunggulan kompetitif di masa depan yang semakin berkelanjutan,” pungkasnya.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya