KOMPAS.com - Angin dan matahari menjadi sumber energi terbarukan yang dapat menggantikan sumber energi dari bahan bakar fosil.
Tapi pengaplikasian sumber energi tersebut memiliki tantangan, karena tidak selalu menghasilkan listrik saat dibutuhkan.
Untuk memanfaatkannya secara maksimal maka perlu cara efisien dan terjangkau untuk menyimpan energi yang dihasilkan sehingga konsumen tetap memiliki listrik bahkan saat angin tidak bertiup atau matahari tidak bersinar.
Mengutip Techxplore, Rabu (18/9/2024) ilmuwan dari Columbia Engineering baru-baru ini mengembangkan jenis baterai baru yang dapat meningkatkan kapasitas penyimpanan energi terbarukan.
Baca juga: Cetak Sejarah, 50 Persen Listrik Eropa Dipasok Energi Terbarukan
Dalam sebuah studi baru yang diterbitkan di Nature Communications, tim tersebut menggunakan baterai K-Na/S yang menggabungkan unsur-unsur yang murah dan mudah ditemukan.
Baterai K-Na/S sendiri merupakan gabungan dari kalium (K) dan natrium (Na), bersama dengan sulfur (S).
Dengan gabungan tersebut, peneliti menyebut dapat menciptakan baterai berbiaya rendah dan berenergi tinggi untuk penyimpanan energi jangka panjang.
"Penting bagi kita untuk dapat memperpanjang jangka waktu baterai ini dapat beroperasi, dan kita dapat memproduksinya dengan mudah dan murah," kata pemimpin tim Yuan Yang, profesor madya ilmu material dan teknik di Departemen Fisika Terapan dan Matematika di Columbia Engineering.
"Menjadikan energi terbarukan lebih andal akan membantu menstabilkan jaringan energi kita, mengurangi ketergantungan kita pada bahan bakar fosil, dan mendukung masa depan energi yang lebih berkelanjutan bagi kita semua," lanjut Yang.
Apa yang istimewa dari baterai yang tengah dikembangkan ini adalah memiliki teknologi elektrolit baru membantu baterai K-Na/S menyimpan dan melepaskan energi dengan lebih efisien.
Baca juga: Lewat Hidrogen Hijau, Indonesia Bisa Hasilkan Energi Terbarukan 3.687 GW
Tidak hanya itu, peneliti menyebut elektrolit tersebut bisa meningkatkan kepadatan energi dan kepadatan daya baterai.
Selain itu, elektrolit memungkinkan baterai beroperasi pada suhu sekitar 75 derajat Celcius sambil tetap mencapai kapasitas penyimpanan semaksimal mungkin.
Saat ini tim tersebut berfokus pada baterai kecil seukuran koin. Namun tujuan mereka adalah untuk meningkatkan teknologi ini untuk menyimpan energi dalam jumlah besar.
Jika berhasil, baterai baru ini dapat menyediakan pasokan daya yang stabil dan andal dari sumber terbarukan, bahkan selama matahari atau angin rendah.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya