Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kebakaran Hutan Ekstrem di Portugal Sebabkan Emisi Tertinggi dalam 22 Tahun

Kompas.com, 21 September 2024, 15:00 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kebakaran hutan besar di Portugal bagian utara menghasilkan emisi yang memecahkan rekor, menurut layanan pemantauan atmosfer Copernicus Atmosphere Monitoring Service (CAMS).

Sejak kebakaran mulai terjadi pada 14 September, Portugal mencatat total emisi tertinggi untuk bulan September dalam 22 tahun terakhir berdasarkan data CAMS. Emisi ini mencakup emisi karbon serta polutan berbahaya seperti partikel halus PM10 dan PM2.5.

Hingga 18 September, total emisi karbon diperkirakan mencapai 1,9 megaton, hampir dua kali lipat dari rekor sebelumnya yang tercatat pada tahun 2003 sebesar satu megaton.

Baca juga: AI Bisa Tekan Emisi Karbon dan Tingkatkan Keuntungan Perusahaan, Bagaimana Caranya?

"Data kami menunjukkan peningkatan signifikan dalam emisi kebakaran dan dampak asap terhadap komposisi atmosfer serta kualitas udara, mencerminkan intensitas tinggi dari kebakaran yang menghancurkan di Portugal utara," kata ilmuwan senior di CAMS, Mark Parrington, dikutip dari Euronews, Sabtu (21/9/2024).

Menurut CAMS, penurunan kualitas udara yang signifikan di wilayah utara Portugal diperkirakan akan terjadi dalam beberapa hari mendatang akibat kebakaran ini. Konsentrasi partikel halus PM2.5 juga diperkirakan tetap tinggi setidaknya hingga 25 September.

Adapun kebakaran dimulai akhir pekan lalu, yang disebabkan oleh panas ekstrem serta angin kencang. Dalam lima hari, total seluas 100.000 hektar lahan terbakar.

Baca juga: Jalankan Praktik Keberlanjutan, Pertamina Tekan 1,1 Juta Ton Emisi di 2023

Banyak korban jiwa

Sebagai informasi, paparan terhadap polusi partikel halus (PM) dapat berdampak serius pada kesehatan, terutama bagi kelompok rentan seperti anak-anak, lansia, dan mereka yang memiliki masalah pernapasan.

Partikel PM2.5, yang berukuran 2,5 mikron atau lebih kecil, lebih berbahaya bagi kesehatan karena dapat masuk jauh ke dalam sistem pernapasan dan bahkan berpotensi masuk ke aliran darah.

Kondisi tersebut membuat Perdana Menteri Portugal, Luís Montenegro, menetapkan "status bencana" untuk daerah-daerah yang paling parah terdampak, pada Selasa (17/9/2024).

Pada Rabu (18/9/2024), hampir 4.000 petugas pemadam kebakaran berjuang melawan 42 kebakaran aktif dengan lebih dari 1.000 kendaraan dan sekitar 30 pesawat terlibat dalam upaya pemadaman.

Badan Perlindungan Sipil melaporkan lima kematian, tidak termasuk dua warga yang meninggal akibat penyakit mendadak yang terkait dengan kebakaran. Tiga dari korban tewas adalah petugas pemadam kebakaran.

Baca juga: Teknologi Pendinginan Bisa Cegah 2 Miliar Ton Emisi Akibat Food Loss

Sementara, lebih dari 150 orang lainnya terluka, dengan 12 di antaranya mengalami luka serius.

Pada Kamis (19/9/2024), pejabat pemerintah setempat menyatakan bahwa sebagian besar kebakaran di utara Portugal telah berhasil dikendalikan dengan kondisi cuaca yang semakin membaik, sambil terus melakukan upaya pemadaman kebakaran yang tersisa.

Adapun pada Jumat (20/9/2024) pagi, hampir semua kebakaran telah berhasil dipadamkan.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
40 Saksi Diperiksa dalam Kasus Kontaminasi Cesium-137 di Cikande
40 Saksi Diperiksa dalam Kasus Kontaminasi Cesium-137 di Cikande
Pemerintah
Kemenhut Ungkap Tersangka Penambang Batu Bara Ilegal Bukit Soeharto di IKN
Kemenhut Ungkap Tersangka Penambang Batu Bara Ilegal Bukit Soeharto di IKN
Pemerintah
2 Ekor Pesut Mahakam Mati Diduga karena Lonjakan Aktivitas Tongkang Batu Bara
2 Ekor Pesut Mahakam Mati Diduga karena Lonjakan Aktivitas Tongkang Batu Bara
LSM/Figur
KLH Akui Belum Tahu Asal Muasal Radioaktif yang Kontaminasi Cengkih Ekspor
KLH Akui Belum Tahu Asal Muasal Radioaktif yang Kontaminasi Cengkih Ekspor
Pemerintah
Jayapura Tetapkan Perda Perlindungan Danau Sentani, Komitmen Jaga Alam Papua
Jayapura Tetapkan Perda Perlindungan Danau Sentani, Komitmen Jaga Alam Papua
Pemerintah
Indonesia Masih Nyaman dengan Batu Bara, Transisi Energi Banyak Retorikanya
Indonesia Masih Nyaman dengan Batu Bara, Transisi Energi Banyak Retorikanya
LSM/Figur
KLH: Cengkih Ekspor Asal Lampung Terkontaminasi Radioaktif dari Pemakaman
KLH: Cengkih Ekspor Asal Lampung Terkontaminasi Radioaktif dari Pemakaman
Pemerintah
PR Besar Temukan Cara Aman Buang Limbah Nuklir, Iodin-129 Bisa Bertahan 15 Juta Tahun
PR Besar Temukan Cara Aman Buang Limbah Nuklir, Iodin-129 Bisa Bertahan 15 Juta Tahun
LSM/Figur
WVI Luncurkan WASH BP 2.0, Strategi 5 Tahun Percepat Akses Air dan Sanitasi Aman
WVI Luncurkan WASH BP 2.0, Strategi 5 Tahun Percepat Akses Air dan Sanitasi Aman
LSM/Figur
Dunia Sepakat Hapus Tambalan Gigi Merkuri pada 2034
Dunia Sepakat Hapus Tambalan Gigi Merkuri pada 2034
Pemerintah
Fokus Perdagangan Karbon, Misi RI di COP 30 Dinilai Terlalu Jualan
Fokus Perdagangan Karbon, Misi RI di COP 30 Dinilai Terlalu Jualan
LSM/Figur
Pulau Obi Jadi Episentrum Baru Ekonomi Maluku Utara
Pulau Obi Jadi Episentrum Baru Ekonomi Maluku Utara
Swasta
Dari Gaza hingga Ukraina, Alam Jadi Korban Sunyi Konflik Bersenjata
Dari Gaza hingga Ukraina, Alam Jadi Korban Sunyi Konflik Bersenjata
Pemerintah
Cacing Tanah Jadi Sekutu Tak Terduga dalam Perang Lawan Polusi Plastik
Cacing Tanah Jadi Sekutu Tak Terduga dalam Perang Lawan Polusi Plastik
LSM/Figur
Subsidi LPG 3 Kg Diproyeksikan Turun 21 Persen, Jaringan Gas Jadi Alternatifnya
Subsidi LPG 3 Kg Diproyeksikan Turun 21 Persen, Jaringan Gas Jadi Alternatifnya
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau