Oleh: Yasir Arafat, S.Si., M.Si*
SEPTEMBER lalu, Indonesia sukses menjadi tuan rumah pertemuan APRCOPA 2024 (Asia-Pacific Regional Conference on Population Ageing) dengan tema “Reframing Ageing”.
Forum ini diselenggarakan untuk menghimpun praktik baik dari berbagai negara dalam melakukan intervensi terhadap kelanjutusiaan beserta tantangan yang terkait dengannya. Di antara global megatrend yang terkait dengan isu ageing population adalah climate change dan perkembangan teknologi.
Terdapat relasi yang kompleks antara fenomena penuaan populasi dengan perubahan iklim dan penguasaan teknologi bagi lansia.
Hubungan ketiganya tampak tidak hanya berupa kausalitas, tetapi dapat berupa hubungan interaktif antara satu dengan lainnya.
Seiring perkembangan zaman yang terjadi belakangan ini, pertumbuhan populasi lansia berbanding lurus dengan tren kenaikan rata-rata suhu permukaan bumi.
Padahal, literasi teknologi bagi lansia relatif rendah sehingga mereka cendrung mengalami keterbatasan akses pada layanan digital yang mendukung pelayanan dasar, khususnya kesehatan.
Mengingat kelanjut-usiaan sebagai isu lintas sektor, maka pemerintah berkomitmen mengarusutamakan isu population ageing di Indonesia dan Asia Pasifik.
PBB memproyeksikan lansia di Asia Pasifik akan meningkat dari 13,6 persen pada 2020 menjadi 24,9 persen pada 2050.
Sementara itu, sebagaimana negara berkembang lainnya di kawasan Asia Tenggara, hampir setengah penduduk lansia Indonesia hidup dalam kemiskinan atau rentan terhadap kemiskinan (Kudrna et al., 2022).
Indonesia tengah mengalami transisi demografi yang ditunjukkan dengan penurunan fertility rate. Kondisi ini mengakibatkan perubahan struktur usia penduduk dan terjadinya penuaan yang semakin cepat.
Menurut data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2023 oleh BPS, sebanyak 11,75 persen atau 32,5 juta penduduk Indonesia telah berusia 60 tahun ke atas.
Pergeseran demografi ini akan berpengaruh pada ketercapaian sasaran Indonesia Emas 2045, disebabkan rasio ketergantungan (dependency ratio) di Indonesia diproyeksikan akan kembali meningkat setelah 2035.
Sebelum mencapai 100 tahun kemerdekaannya, Indonesia harus dapat mencegah penduduk agar tidak “tua sebelum kaya”.
Pengarusutamaan isu kelanjutusiaan di Indonesia menghadapi beberapa tantangan yang tak mudah.
Pertama, population ageing berkelindan dengan permasalahan global yang lain, seperti climate change. Laporan yang dirilis oleh forum C40 menunjukkan bahwa dampak dari perubahan iklim lebih banyak dirasakan oleh daerah perkotaan.
Ironisnya, mayoritas lansia yang terdampak perubahan iklim berada di negara-negara berkembang.
Kematian akibat suhu panas di kalangan lansia telah meningkat sebesar 53,7 persen dalam beberapa dekade terakhir (Figueiredo et al, 2024).
Penelitian oleh ilmuwan dari Yale School of Public School mengungkap bahwa lansia sebagai populasi yang paling rentan terhadap suhu ekstrem karena respons thermoregulatory mereka lebih terbatas, selain juga prevalensi kondisi kronis mereka relatif tinggi.
Kedua, penguasaan lansia terhadap teknologi relatif rendah. Pada 2023, data BPS menunjukkan hanya 24,22 persen penduduk lanjut usia Indonesia yang menggunakan internet.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya