Lebih lanjut, dengan bertambahnya jumlah lansia di perkotaan yang lebih rentan terhadap dampak perubahan iklim, penting bagi pemerintah untuk mengembangkan kota-kota yang ramah seluruh rentang usia warganya dan mendukung produktivitas berkelanjutan.
Di sisi lain, daya jangkau perlindungan sosial perlu diperluas untuk mendukung kesejahteraan mereka di tengah tantangan lingkungan yang semakin meningkat.
Pemanfaatan teknologi harus diarahkan untuk meningkatkan kualitas hidup lansia. Tidak hanya penguasaan IT, tetapi juga teknologi yang dapat mendukung kesehatan lansia, baik secara fisik maupun mental.
Indonesia telah memiliki aplikasi SILANI (Sistem Informasi Lanjut Usia), tetapi perlu didorong agar lebih masif dimanfaatkan oleh berbagai stakeholder, terutama daerah yang memiliki Layanan Lansia Terintegrasi (LLT).
Selain itu, integrasi sistem SILANI dengan data dan platform lain seperti Regsosek perlu untuk segera diwujudkan.
Pemanfaatan teknologi bagi lansia juga diperlukan dari sisi inklusivitas keuangan. Data menunjukkan hanya 33,53 persen lansia di Indonesia yang memiliki rekening di lembaga keuangan (Salsabila, 2024).
Sebagian besar lansia menggantungkan hidupnya pada anggota rumah tangga yang bekerja. Data menunjukkan bahwa hanya kurang dari satu persen lansia yang memiliki sumber pembiayaan rumah tangganya dari investasi.
Sedangkan lansia yang memiliki sumber pembiayaan dari pensiunan hanya sekitar 5-6 persen.
Dari sisi kerangka regulasi mengenai kelanjutusiaan, arah kebijakan, sasaran, dan target indikator dalam Stranas Kelanjutusiaan yang akan berakhir pada 2024, perlu dimutakhirkan dan diselaraskan dengan RPJPN 2025-2045.
Dalam RPJPN 2025-2045, intervensi terhadap lansia menjadi bagian dari perlindungan sosial berdasarkan tahun siklus kehidupan.
Program perlindungan sosial lansia yang komprehensif dan berkelanjutan juga dapat diakomodasi melalui Peta Jalan Ekonomi Perawatan (Care Economy Roadmap) 2025-2045 serta revisi UU Kesejahteraan Lanjut Usia (KLU).
Selain itu, internalisasi hak dasar lansia dapat masuk ke dalam berbagai aturan pelaksanaan di tingkat pusat dan daerah.
Terakhir, pengarusutamaan kebijakan ageing population perlu disosialisasikan di masyarakat. Dalam agenda APRCOPA, paradigma baru “reframing age” sangat ditekankan dan penting untuk ditindaklanjuti bersama.
Prinsip-prinsip tersebut di antaranya: (1) dari dependency & vulnerability menuju opportunity & empowerment; (2) dari rigidity & ‘one-size fits all’ menuju flexibility; (3) dari ‘policies for older people’ menuju age mainstreaming & age-sensitive interventions; (4) dari policy objects menuju policy subjects; (5) dari fragmented menuju holistic policy; dan (6) dari top-down menuju bottom-up, scale, and remix/adapt.
Layanan Lansia Terintegrasi (LLT) dan Sekolah Lansia dapat menjadi praktik baik untuk mendorong lansia dapat terus belajar (long live education) dan tetap produktif.
Program ini juga sebagai perwujudan dari visi kelanjutusiaan yang mandiri, sejahtera, dan bermartabat.
*Pusat Analisis Kebijakan dan Kinerja, Kementerian PPN/Bappenas
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya