"Upaya perubahan fungsi menjadi taman nasional akan mengakomodasi semua kepentingan tersebut," imbuh Arief.
Pada saatnya setelah pengaturan zonasi pengelolaan, akan dilakukan alokasi kawasan untuk kepentingan perlindungan sistem penyangga kehidupan serta pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya pada zona inti dan zona rimba.
Pada sisi lain, aktivitas masyarakat selama ini akan diakomodasi dan dimungkinkan secara legal melalui alokasi zona tradisional, zona religi dan zona pemanfaatan.
Tidak semua bagian kawasan akan dijadikan sebagai zona pemanfaatan untuk kepentingan wisata.
Dalam proses pengaturan zonasi akan dilakukan upaya konsultatif dengan semua unsur masyarakat termasuk masyarakat adat dan pemerintah melalui konsultasi publik.
Kedua, proses perubahan fungsi Hutan Lindung Mutis Timau dan Cagar Alam Mutis Timau ditempuh sesuai prosedur yang diatur dalam Peraturan Menteri (Permen) LHK Nomor 7 Tahun 2021 tentang Perencanaan Kehutanan, Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan dan Perubahan Fungsi Kawasan Hutan.
Proses tersebut meliputi, usulan atau proposal, penelaahan dokumen usulan pada Ditjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, pembentukan tim terpadu, studi atau penelitian lapangan oleh tim terpadu, penyampaian laporan dan rekomendasi oleh tim kepada Menteri LHK, proses penelaahan laporan serta penerbitan Keputusan Menteri LHK.
Tim terpadu memiliki pilihan untuk tidak merekomendasikan perubahan fungsi, merekomendasikan sebagian ataupun merekomendasikan seluruhnya.
Ketiga, proses dialog perubahan menjadi Taman Nasional sudah dilakukan jauh pada saat dilakukan kegiatan evaluasi kesesuaian fungsi Cagar Alam sebelum dilakukannya proses usulan perubahan fungsi.
Selanjutnya dalam proses penelitian lapangan oleh tim terpadu dalam proses usulan perubahan fungsi, telah dilakukan dialog melalui diskusi terpimpin bersama komunitas masyarakat yang dilakukan di Desa Fatumnasi Kecamatan Fatumnasi l, Desa Mutis, Kecamatan Fatumnasi, Desa Netemnanu Kecamatan Amfoang Timur, Kelurahan Lelogama Kecamatan Amfoang Selatan, Desa Tasinifu Kecamatan Mutis dan Desa Bonleu Kecamatan Tobu.
Arief menekankan, pemerintah menghormati pendapat setiap warga masyarakat. Komunikasi dengan tokoh adat setempat baik pemangku adat Kerajaan Amfoang, Kerajaan Molo dan Kerajaan Miomafo saat ini terus dijalankan.
Demikian juga dengan sosialisasi kepada masyarakat luas terus dilakukan agar masyarakat memahami bahwa perubahan fungsi ini dilakukan untuk pengelolaan hutan konservasi yang lebih baik dan memberikan dampak positif kepada masyarakat.
Keempat, terkait kekhawatiran akan rusaknya hutan akibat aktifitas pembangunan untuk investasi perlu dipahami bahwa dalam pengelolaan Taman Nasional dilakukan pembagian ruang yang dilakukan sesuai kriteria kondisi biofisik, keberadaan satwa dan tumbuhan liar, kondisi landscape, keberadaan situs budaya/ sejarah serta aspek lainnya.
Pengaturan zonasi meliputi, zona inti, zona rimba, zona pemanfaatan, zona tradisional, zona rehabilitasi, zona religi, budaya dan sejarah serta zona khusus.
Selanjutnya pada zona pemanfaatan akan dilakukan pengaturan menjadi ruang usaha dan ruang publik.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya