Proses pembangunan sarana wisata pada kawasan Taman Nasional sesuai ketentuan peraturan perundangan memang dimungkinkan, namun hal tersebut hanya dapat dilakukan di ruang usaha pada Zona Pemanfaatan.
Dengan pengaturan ruang ini maka aktifitas investasi tidak akan terjadi pada wilayah selain ruang usaha pada zona pemanfaatan.
Pengaturan zona ini juga akan membatasi akses pada kawasan taman nasional, masyarakat hanya dapat melakukan aktifitas pada kawasan Taman Nasional yang sesuai dengan peruntukan zona, tidak diperkenankan melakukan aktifitas wisata pada zona Inti.
"Kementerian LHK sampai dengan saat ini tidak pernah merencanakan pembangunan atau investasi wisata alam dalam bentuk yang masif di Taman Nasional Mutis Timau," tambah Arief.
Selain itu, dimungkinkan pula pembangunan sarana lain pada zona khusus misalnya, pembangunan jalan, jaringan listrik dan komunikasi, pertahanan keamanan serta kegiatan lain sepanjang untuk kepentingan yang bersifat strategis dan tidak dapat dielakkan serta untuk penanggulangan bencana dan pemenuhan hajat hidup masyarakat.
Sebagaimana pemenuhan air bagi masyarakat di Kabupaten Timor Tengah Selatan dan Timor Tengah Utara serta pemenuhan kebutuhan jalan dan sarana listrik masyarakat di Desa Nenas, Desa Nuapin dan Desa Mutis yang terisolir karena berada di tengah Taman Nasional.
Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) DR Kayat menjelaskan, tim terpadu yang dibentuk Kementerian LHK meliputi unsur Peneliti pada Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Perguruan Tinggi Negeri, Direktorat Jenderal PKTL, Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, Sekretariat Jenderal Kementerian LHK, Dinas Provinsi yang membidangi Kehutanan dan Lingkungan Hidup, balai atau institusi pengelola kawasan hutan konservasi yang diusulkan dan instansi lain yang terkait.
Wakil dari lembaga atau instansi pemerintah yang ditunjuk dalam tim terpadu harus memenuhi syarat pengalaman dan memiliki latar belakang bidang ilmu dan kompetensi yang diperlukan dalam pelaksanaan penelitian terpadu meliputi bidang biofisik, sosial, ekonomi, budaya, hukum dan kelembagaan.
"Tim terpadu bekerja dengan metode ilmiah sehingga menghasilkan naskah hasil penelitian yang dapat dipertanggungjawabkan," ujar Kayat.
Hasil penelitian tim terpadu adalah usulan perubahan fungsi dari kawasan Cagar Alam Mutis Timau yang terletak di Kabupaten Timor Tengah Selatan dan Kabupaten Timor Tengah Utara, Provinsi Nusa Tenggara Timur seluas sekitar 12.315,61 hektar.
Selanjutnya usulan perubahan fungsi dari Kawasan Hutan Lindung Mutis Timau yang terletak di Kabupaten Kupang, Kabupaten Timor Tengah Selatan dan Kabupaten Timor Tengah Utara, Provinsi Nusa Tenggara Timur direkomendasikan sebagian seluas sekitar 66.473,83 hektar direkomendasikan untuk diubah fungsi menjadi Taman Nasional.
Jadi, tidak seluruh luasan Kawasan Hutan Lindung yang diusulkan menjadi Taman Nasional yakni seluas 102.125 hektar disetujui oleh tim terpadu.
"Hal ini dilakukan mengingat pada lokasi tersebut ditemukan terdapat program perhutanan sosial, persetujuan penggunaan kawasan hutan dan indikasi penyelesaian penguasaan tanah dalam rangka penataan kawasan hutan," kata dia.
Raja Amfoang Robby Manoh mengatakan, pihaknya mendukung pembentukan Taman Nasional.
Dukungan itu, mengingat terdapat kesamaan ketentuan pengelolaan taman nasional dengan ketentuan adat, yang diatur larangan untuk melakukan pemanfaatan secara berlebihan dalam pemanfaatan hasil alam berupa madu, satwa liar dan lain-lain.
Ada pun Raja Miomafo Willem Kono mengaku sangat memahami latar belakang dan tujuan perubahan fungsi Cagar Alam dan Hutan Lindung menjadi Taman Nasional.
Namun, Willem memberi catatan agar sedapat mungkin menghindari investor asing yang masuk dalam pengelolaan Taman Nasional.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya