Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Metode Ini Diklaim Bisa Atasi Dampak Bahan Kimia Pada Persediaan Air Global

Kompas.com, 8 Oktober 2024, 19:41 WIB
Monika Novena,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

Sumber PHYSORG

KOMPAS.com - Peneliti Universitas Oxford Brookes telah memelopori metode inovatif untuk mengatasi salah satu ancaman lingkungan paling persisten di dunia yakni bahan kimia beracun dalam persediaan air global.

Metode ini dilakukan dengan mengembangkan mesin baru yang disebut reaktor hidrodinamik yang memanfaatkan gelembung yang terbentuk dan pecah karena perubahan tekanan, suatu proses yang disebut kavitasi.

Reaktor tersebut nantinya bakal menghilangkan zat perfluoroalkil dan polifluoroalkil (PFAS) beracun, yang juga dikenal sebagai "bahan kimia abadi" yang ditemukan di air.

Baca juga: Paus Abu-abu Muncul di Perairan Bukan Habitatnya, Tanda Perubahan Iklim Makin Parah

Bahan Kimia Berbahaya

Mengutip Phys, Selasa (8/10/2024) bahan kimia PFAS ditemukan pada tahun 1930an dan digunakan dalam produk-produk praktis seperti pakaian anti air, kotak pizza, wajan anti lengket, dan karpet anti noda.

Kekhawatiran muncul tentang bahan kimia beracun ini pada 1970an dan dikonfirmasi oleh para ilmuwan pada 2000an.

Baca juga: Solusi Air Bersih di Desa Sungai Payang, Begini Upaya MMSGI Dorong Kesejahteraan Warga

Bahan kimia berbahaya ini menurut peneliti telah masuk ke persediaan air di seluruh dunia dan telah dikaitkan dengan penyakit seperti kolitis ulseratif, masalah tiroid, kolesterol tinggi, kerusakan hati, dan kanker.

Jadi tak heran menghilangkan bahan kimia PFAS dari sumber air merupakan tantangan global.

Bahan kimia tersebut dilepaskan ke sumber air melalui air limbah industri, tempat pembuangan sampah yang berisi produk terkontaminasi, air limbah rumah tangga, pembuangan kotoran, dan limpasan pertanian.

"Begitu air terkontaminasi dilepaskan ke sungai, danau, dan laut, air tersebut akhirnya menyusup ke persediaan air publik kita, termasuk air minum rumah tangga kita," ungkap Professor Iakovos Tzanakis, salah satu peneliti utama dari Oxford Brookes.

"Tantangan kita adalah menemukan cara untuk mengolah air secara efektif guna menghilangkan bahan kimia PFAS secara berkelanjutan dan dalam skala besar," katanya lagi.

Baca juga: Waspada, Berikut 4 Aktivitas Manusia yang Dapat Mencemari Perairan

Beberapa upaya telah dilakukan untuk membatasi PFAS. Misalnya, Uni Eropa berencana untuk membatasi penggunaan bahan kimia PFAS dengan aturan baru yang diperkenalkan pada 2024.

Sementara di Amerika, kadar PFAS yang dapat ditegakkan secara hukum juga telah ditetapkan untuk melindungi keselamatan publik.

"Sampai saat ini, metode menghilangkan PFAS dari air mahal dan memakan waktu dengan menggunakan bahan kimia dan terbatas pada skala laboratorium. Namun penelitian ini telah mengidentifikasi solusi yang potensial," ungkap Tzanakis.

Metode Inovatif Baru

Peneliti menyebut reaktor menggunakan cairan yang bergerak cepat dalam ruang kecil untuk membuat dan meletuskan banyak gelembung kecil yang merupakan proses untuk membantu membersihkan air.

Baca juga: Menilik Tantangan, Peluang, dan Masa Depan Ketahanan Air Berkelanjutan di Tanah Air

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
IWIP Libatkan UMKM dalam Rantai Pasok Industri, Nilai Kerja Sama Tembus Rp 4,4 Triliun
IWIP Libatkan UMKM dalam Rantai Pasok Industri, Nilai Kerja Sama Tembus Rp 4,4 Triliun
Swasta
Celios: Pembatasan Izin Smelter Harus Disertai Regulasi dan Peta Dekarbonisasi
Celios: Pembatasan Izin Smelter Harus Disertai Regulasi dan Peta Dekarbonisasi
Pemerintah
COP30 Buka Peluang RI Dapatkan Dana Proyek PLTS 100 GW
COP30 Buka Peluang RI Dapatkan Dana Proyek PLTS 100 GW
Pemerintah
Kemenhut: 6.000 ha TN Kerinci Seblat Dirambah, Satu Orang Jadi Tersangka
Kemenhut: 6.000 ha TN Kerinci Seblat Dirambah, Satu Orang Jadi Tersangka
Pemerintah
Masa Depan Keberlanjutan Sawit RI di Tengah Regulasi Anti Deforestasi UE dan Tekanan dari AS
Masa Depan Keberlanjutan Sawit RI di Tengah Regulasi Anti Deforestasi UE dan Tekanan dari AS
Swasta
Negara di COP30 Sepakati Deklarasi Memerangi Disinformasi
Negara di COP30 Sepakati Deklarasi Memerangi Disinformasi
Pemerintah
3.099 Kasus Iklim Diajukan Secara Global hingga Pertengahan 2025
3.099 Kasus Iklim Diajukan Secara Global hingga Pertengahan 2025
Pemerintah
Seruan UMKM di COP30: Desak agar Tak Diabaikan dalam Transisi Energi
Seruan UMKM di COP30: Desak agar Tak Diabaikan dalam Transisi Energi
Pemerintah
Mendobrak Stigma, Menafsir Ulang Calon Arang lewat Suara Perempuan dari Panggung Palegongan Satua Calonarang
Mendobrak Stigma, Menafsir Ulang Calon Arang lewat Suara Perempuan dari Panggung Palegongan Satua Calonarang
LSM/Figur
Fragmentasi Regulasi Hambat Keberlanjutan Industri Sawit RI
Fragmentasi Regulasi Hambat Keberlanjutan Industri Sawit RI
Swasta
Terkendala Harga, ESDM Pilih Solar dengan Kandungan Sulfur Tinggi untuk Campuran B50
Terkendala Harga, ESDM Pilih Solar dengan Kandungan Sulfur Tinggi untuk Campuran B50
Pemerintah
Inovasi Keimigrasian di KEK Gresik, Langkah Strategis Perkuat Ekonomi Hijau dan Iklim Investasi Indonesia
Inovasi Keimigrasian di KEK Gresik, Langkah Strategis Perkuat Ekonomi Hijau dan Iklim Investasi Indonesia
Pemerintah
Pendidikan dan Digitalisasi Jadi Motor Pembangunan Manusia di Kalimantan Tengah
Pendidikan dan Digitalisasi Jadi Motor Pembangunan Manusia di Kalimantan Tengah
Pemerintah
Climate Policy: Pangkas Emisi Tak Cukup dengan Jualan Karbon
Climate Policy: Pangkas Emisi Tak Cukup dengan Jualan Karbon
LSM/Figur
COP30: Peta Jalan untuk Hentikan Iklan Bahan Bakar Fosil Disepakati
COP30: Peta Jalan untuk Hentikan Iklan Bahan Bakar Fosil Disepakati
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau